[01] || Mami Ale, ini beneran Papi?!

201 26 6
                                    

"Natta,"

Tanpa jawaban. Natta memilih bungkam. Anak perempuan itu dalam upaya melancarkan aksinya. Tidak akan mudah untuk meruntuhkan tekadnya.

"Natta, sayang."

"Enggak ya, Mbak Dairymilk." Tangan mungil anak perempuan berumur 3 tahun itu mulai menggigil. Ketinggian dan rintik-rintik hujan mungkin saja dapat membuatnya demam. Tetapi, akan tetap ia perjuangkan. Ini demi keberlangsungan kembalinya keluarga cemara yang tengah terpecah-pecah. "Natta de Coco gak mau turun! Natta juga gak mau di sogok sama cokelat Daycare! Kata Mami Ale sogok-menyogok itu haram lho, Mbak."

"Natta, cokelat Dairymilk. Bukan Daycare."

Gadis kecil itu mendengus, melipat tangannya didepan dada. "Iya, Mbak. Maksudnya Natta de Coco juga begitu tadi."

"Pokonya, Natta gak mau turun kalau Papi Kean belum datang!"

"Natta sayang, ini Papi Kean. Turun ya, nak?"

Mata bulat Natta mengintip takut-takut kearah bawah, memastikan bahwa suara maskulin itu benar-benar berasal dari Keannzo. Dan bukan dari Mbak-mbak Daycare yang mencoba untuk mengelabuinya.

"Natta, turun Nak. Gak usah ngedrama. Kamu gak berbakat jadi Istri yang tersakiti. Biar Mami aja." Sahut Alleta yang kini berdiri disamping Keannzo, ikut mengamati Natta yang sedang mengerjap-erjapkan matanya kebingungan.

"INI BENERAN PAPI, MI? BUKAN MBAK-MBAK DAIRYMILK YANG COSPLAY JADI PAPI 'KAN?"

Aletta mendengus pelan sembari melipat kedua lengannya didepan dada, "Menurut ngana?"

Natta menyipitkan matanya kembali, sekedar memastikan ini bahwa ia tidak sedang di prank. Bukan tanpa alasan Natta bertingkah seperti itu, mengingat selama ini Keanzzo cosplay jadi Bang Jono yang pamitnya cari uang eh malah gak pulang-pulang. "YEAY, AKHIRNYA PAPI COMEBACK!"

"Tapi kok gak ada teasernya, ya Mi?"

"Waduh, salah salah server!" Cicit Aletta yang dengan spontan meneput jidatnya.

***

Selama ini, harapan Natta tak pernah setinggi tiang listrik. Sederhana saja; Balita kecil itu hanya ingin bernaung dibawah payung yang lebar, menggandeng tangan Papi dan Mami secara bersamaan, dan sesekali memandangi wajah Papinya yang kata Mami Ale sih glowing, shimmering, splendid.

Dan sekarang, Natta telah mendapatkan harapannya.

Jemari mungil Natta menarik ibu jari Keanzzo berulang kali, berusaha mencari perhatian sang Ayah yang sedang fokus melirik kanan dan kiri, saat ketiganya hendak menyebrang jalan.

"Papi,"

"Sebentar ya, sayang. Kalau nyebrang itu gak boleh sambil ngomong. Nanti fokusnya hilang, terus ketabrak deh. Natta gak mau 'kan holidaynya di rumah sakit?"

Kepala mungil Natta menggeleng kuat. Lantas melipat bibir atas dan bawahnya kearah dalam. Selayaknya anak seusianya, rumah sakit adalah tempat tersuram yang pernah ia kunjung. Setelah itu, Natta tidak lagi bercakap-cakap, nanum tak dapat dipungkiri, tubuh balita berambut pendek itu tidak mampu berdiam diri sejenak. Ia memajukan badan bagian atas, memandangkan kearah kanan dan kiri.

"Kanan,"

"Kiri,"

"Oke!"

"Jalan grak!"

Keannzzo mengusap puncak kepala Natta dan tersenyum bangga ketika mereka bertiga memilih singgah dipelataran halte. Satu hal yang baru saja Keannzo sadari adalah anak perempuannya sudah tumbuh besar. Dan dia..., telah melewatkan banyak waktu untuk itu.

Lelaki itu menurunkan tubuhnya, sejajar dengan Natta yang tengah menatapnya tanpa henti, "Tadi Natta mau bilang apa sama Papi?" Ucap Keannzo sembari merapikan poni Natta yang tidak lagi simetris.

"Kenapa ya Pi cicak suka mutusin ekornya? Padahalkan bisa dibicarakan dengan baik-baik!"

Keanzzo terbelalak kaget dan melirik Aletta dari ujung matanya. Wanita itu tengah sibuk menghela napas lelah seraya melipat payung yang telah selesai mereka gunakan. Lalu, mantan istrinya itu membawa Natta kedalam pangkuannya dan menjawab pertanyaan-pertanyaan aneh Natta.

"Terus mi, apa benar kalau wewe gombel keluar malem-malem bakal diculik anak-anak?" Tanya Natta penuh minat, pasalnya perbincangan ini juga cukup hangat di kalangan teman-teman se TK kecil-nya.

"Ini sengaja minta di katain gak, sih?" Disela-sela tawa yang menahan kekesalan, Aletta menciumi pipi berisi Natta dengan sayang. "Itu kebalik Natta De Coco anaknya Bapak Keanzzo Matteo, dimana-mana juga wewe gombel yang nyulik anak-anak."

"Oh begitu ya, Mi...," Balita perempuan itu melipat kedua tangannya, dan berpikir keras. "Hem, tidak bisa dibiarkan. Haruto lagi-lagi menyebarkan berita hoaks."

"Lalu mi, Haruto si Lambe Paud pernah baca berita tentang 1.400 hiu besar sedang berkumpul di lautan. Kira-kira mereka ngapain ya Mi?"

Aletta menggigit pipi dalamnya kuat-kuat, mencoba menguatkan diri untuk lebih tabah lagi. "Mana mami tahu, mami 'kan cangtip. Lagi pula, ya masa disuruh ngumpul di rumah Pak RT untuk ngabisin prasmanan?"

"Jangan memancing emosi ana ya antum. "

"Ih, Mami gak boleh gitu. Kan Mami sendiri yang bilang kalau malu bertanya, sesat itu judul film horor."

Alletta mengusap wajahnya kasar. Dan meracau pelan. "Menangis dalam 1945 bahasa,"

"Sudah-sudah. Kita pulang sekarang ya." Ucap Keanzzo menengahi. Selanjutnya, lelaki itu mengadahkan  kepalanya ke atas, mengintip keluar kanopi halte bus.

"Sepertinya mau hujan lebat. Langitnya gelap."

"Iya gelap, Mas." Cicit Aletta sembari membuka kembali penutup payungnya, "Segelap cintamu padaku."

TBC.

The Butterfly EffectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang