"Digerai sekali-kali, biar makin cantik."
―
ㅤ"PAGI, Sas." Sebuah ucapan selamat pagi menyapa Sashi dengan ramahnya pagi itu. Tidak lain ialah Jamal, yang sudah merelakan dirinya untuk bangun sepagi ini demi menjemput dan berangkat sekolah bersama Sashi. Tidak ada alasan lain lagi, yakni untuk membuat satu warga sekolah percaya bahwa dirinya benar-benar sedang menjalin hubungan dengan perempuan yang tengah duduk di sebelahnya itu.
ㅤMata Sashi melirik Jamal sekilas, mengangguk singkat, seraya gesit menggunakan seat belt. Ini hari kedua Jamal menjemput Sashi. Meski tahu Jamal adalah sosok pengemudi yang tenang dan santai, tetapi jika dikejar oleh sesuatu yang genting―waktu misalnya―Sashi harus waspada laki-laki itu akan berubah menjadi pengemudi yang cukup ugal-ugalan.
ㅤSekarang pukul enam lewat lima belas menit. Masih ada waktu sekitar setengah jam lagi sebelum bel sekolah masuk. Masih sibuk mengemudi mobil, Jamal beralih pandangan sebentar menatap Sashi. "Mau sarapan? Gue tau nasi uduk yang enak di deket sini."
ㅤSashi diam. Sejujurnya, ia berniat ingin sarapan terlebih dahulu sebelum berangkat. Tapi, Jamal yang sudah lebih dulu datang untuk menjemputnya membuat Sashi harus mengurungkan niat. Tidak. Mengajak Jamal untuk sarapan bersama keluarganya bukanlah ide yang baik. Pasti bakal jadi perbincangan keluarga.
ㅤ"Sas, lo kok diem banget sih hari ini?" Jamal menggerutu, merasa aneh melihat Sashi yang diam.
ㅤSashi tersentak. "Hah? Apa? Kenapa, Mal? Lo tadi ngomong apa?"
ㅤ"Gue mau ngajakin lo makan nasi uduk. Udah, gue tau lo belum sarapan. Mau, ya?" tawar Jamal. "Gue belum makan dari semalem."
ㅤSashi akhirnya mengangguk, "Boleh."
ㅤJamal tersenyum puas, lantas kembali fokus menyetir mobil. Perbincangan pagi ini memang tidak banyak. Sesungguhnya, laki-laki itu ingin sekali mengobrol panjang dengan Sashi. Namun, dilihat dari raut wajah gadis berkuncir kuda itu yang kurang semangat, Jamal jadi ragu.
ㅤ"Sas," panggil Jamal, membuat sang empu menoleh ke arahnya. "Lo kenapa diem aja sih dari tadi? Biasanya, lo suka banyak omong. Kok sekarang nggak?"
ㅤ"Lagi mikirin kebajingan lo dua hari lalu," celetuk Sashi asal, yang tentu sebetulnya tidak serius. Entah kenapa ia ingin saja diam dan banyak melamun hari ini.
ㅤSayangnya, Jamal terbawa suasana. "Emang bajingan sih, Sas," tanggapnya, namun tidak memunculkan nada yang emosi. Terkesan santai, namun ekspresi merasa bersalah tetap ada. "Lancang. Dan gue juga merasa nggak tahu diri tiba-tiba nyium bibir lo."
ㅤ"Ya emang?" Sashi kali ini sedikit kesal karena Jamal mengingatkannya kembali pada kejadian memalukan itu.
ㅤ"Tapi lo maafin gue?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Secukupnya
FanfictionㅤSashi pikir, menjalani hidup sebagai siswi SMA sangat menyenangkan―sama halnya seperti dalam cerita-cerita novel. Sayang, ekspetasi Sashi tidak seindah seperti di novel, tepat saat Jamal memasuki kehidupannya tiba-tiba―lantas mengaku sebagai kekasi...