Entah sudah keberapa puluh kali Ana menyebut dirinya bodoh untuk bersikap kepada seseorang yang bahkan pertama kali ia temui, emosi yang tidak pernah bisa Ana kendalikan telah mengacaukan semuanya.
Seharusnya Ana menyadari ketika bekerja disini, Mettao adalah nama marga dari mantannya dulu. Kenapa Ana sampai tidak sadar dengan nama boss nya yang dulu -Arnan Mettao- itu sudah menjelaskan semuanya.
Berada di ruang lingkup keluarga Mettao tidak menutup kemungkinan bahwa Ana akan kembali bertemu dengan mantan pacarnya yang sekarang duduk tepat di hadapannya masih dengan seringaian di wajahnya.
Ana hanya bisa menunduk dan mengumpat pada dirinya yang telah bodoh selama ini, kenapa Ana harus di takdirkan untuk kembali bertemu dengan laki-laki itu. Ya Tuhan.
Tidak. Ana tidak bisa terus berada di ruangan ini, dia harus segera pergi dan merenungi semua yang telah terjadi hari ini. Semoga saja ini adalah mimpi buruk yang sebentar lagi akan berakhir.
Ana harus bisa melawannya terlebih dahulu untuk bisa bangun dari mimpi buruk ini, tekadnya sudah terbentuk. Kini Ana menatap pak bos dengan senyum manisnya.
"Maaf atas ketidak sopanan saya tadi, tujuan saya hanya ingin memperkenalkan diri. Maaf mengganggu waktunya pak, saya akan kembali bekerja." Tutur Ana sopan sembari memunduk sopan lalu mulai melangkahkan kakinya dengan santai.
Jelas santai, sangat santai. Ana sudah lama bekerja disini dan sudah memiliki pengalaman jadi dia sudah bisa mengusai dirinya untuk tetap bersikap professional.
Sudah beberapa kali Ana bertemu dengan orang yang berpengaruh di dunia dan Ana bisa dengan santai menyikapi mereka tanpa rasa gugup, maka yang menjadi bosnya sekarang adalah mantan pacarnya sendiri, sudah bisa di pastikan jika itu bukan lagi apa-apa.
Dia hanya mantan, tidak akan mungkin bisa membuat seorang Ana gugup. Huh memangnya dia siapa.
"Kaila Anastasia, tunggu." Suara tegas dari arah belakang membuat Ana seketika menghentikan langkahnya.
Ana tidak mengerti dengan reaksi tubuhnya yang bahkan tidak bisa ia gerakkan sama sekali, kenapa rasanya berat untuk kembali melangkah padahal Ana sangat ingin segera keluar dari ruangan ini.
C'mon, kenapa gak bisa di gerakin sih. Gue harus cepet-cepet bangun dari mimpi buruk ini!
Ekhmm, selagi Ana sedang berpikir bagaimana cara untuk membuat tubuhnya kembali bergerak. Seseorang sudah berdiri tepat di hadapan Ana dengan salah satu alis terangkat.
Perlahan Ana mulai mendongak dan matanya langsung bertemu dengan mata tajam setajam elang yang pak bos berikan padanya.
Ini hari pertama ketemu loh, masa sih lo udah natap gue kaya gitu.
Ana menelan ludah melihat reaksi yang di tunjukkan bos, dia membenarkan jasnya lalu melipat tangannya tepat di depan dada tanpa mengalihkan tatapannya dari Ana.
"Bapak butuh sesuatu?" Ana berusaha berbicara selancar mungkin, dia masih tersenyum sopan walau sebenarnya tidak rela memberi senyum pada sang mantan.
"Saya..." Jeda pak boss cukup lama membuat Ana gemas sendiri, dia mengangguk untuk meyakinkan boss nya agar segera mengatakan apa yang dibutuhkan dan Ana akan segera pergi dari tempat ini lalu bangun untuk mengawali pagi yang indah.
"Tolong buatkan kopi dan antarkan keruangan saya sekarang, waktu kamu hanya tiga menit..." pak bos melirik jam yang melingkar di tangannya lalu kembali menatap Ana, "dimulai dari sekarang."
Teng
Seolah ada suara lonceng yang mengiringi akhir dari ucapan bos tubuh Ana pun sudah bisa kembali di gerakkan sampai tanpa sadar kini dirinya sudah berada di pantry.
"Kenapa gue bisa di sini?" Gumam Ana dengan tangan yang cekatan mengambil gelas dan bubuk kopi lalu menuangkannya dengan takaran yang pas.
"Kenapa gue mau aja di suruh-suruh kaya gini?" Ana berdecak sembari mengaduk kopi itu.
"Hello, dia itu mantan yang tak termaafkan. Kenapa gue nurut banget di suruh bikin kopi dihari pertama ketemu dia lagi?!" Dengan kesal Ana ngaduk kopi semakin cepat membuat airnya terciprat pada baju yang sedang Ana kenakan.
"Ish, kenapa gue sial banget hari ini." Baju yang Ana pakai berwarna putih, sangat jelas noda itu terlihat membuatnya semakin kesal.
Ana mengambil napas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan perlahan untuk mengendalikan emosinya yang sudah memuncak.
"Oke, Ana. Lo bisa!"
Dengan senyum yang berusaha Ana buat senatural mungkin, wanita itu kembali melangkah memasuki ruangan bosnya, tanpa mengetuk pintu Ana langsung saja masuk melewati pintu besar itu dengan membawa nampan di tangannya yang akan di ambil alih oleh meja dihadapan pak bos.
"Silahkan, Pak." Ana sudah akan kembali melangkah keluar dari sana tapi lagi-lagi suara pak bos menghentikan niatnya.
"Tunggu."
Ana kembali pada tempatnya semula lalu menunggu apa lagi yang kini akan di perintah oleh pak bos.
"Minum ini!"
"Ya?" Ana melongo ketika di sodorkan gelas kopi yang baru saja ia letakkan di atas meja, dengan bingung Ana menatap gelas dan bosnya bergantian.
"Maksudnya, Pak?"
"Kamu minum kopinya, saya hanya ingin memastikan kalau kamu tidak memasukkan racun kedalam sana." Pak bos berkata tanpa minat.
Ana sungguh tidak percaya dengan apa yang baru saja keluar dari mulut laki-laki itu, seolah menuduhnya telah melakukan hal yang kurang penting walau sebenarnya menuangkan racun memang ada bagusnya. Terimakasih pada pak bos yang telah memberinya ide, akan Ana pakai cara itu suatu hari nanti.
"Ayo cepat minum, saya sedang haus ini." Pak bos kembali bersuara.
Kalau haus, kenapa gak situ aja yang minum!
Dengan menatap datar pada bosnya Ana mulai meminum kopi itu tanpa ragu. Ketika rasa pahit yang sudah terasa di lidahnya, Ana memejamkan mata dan menelan minuman itu dengan susah payah hingga masuk melewati tenggorokannya.
Ingin rasanya ia memuntahkan minuman itu tapi takut jika pak bos akan mengira dia memang memasukkan racun kedalam sini dengan terpaksa Ana menahan rasa pahit itu.
Ana mulai merasakan mual yang tiba-tiba datang. Dia sangat benci kopi apalagi ini kopi pahit yang tidak ada manis-manisnya. Matanya terbuka dan langsung bertatap dengan mata tajam milik pak bos.
Ana kembali menyimpan gelas itu dengan sedikit keras hingga menimbulkan suara, "Saya sudah meminumnya dan tunduhan bapak salah. Saya tidak memasukkan racun kedalam sini, terbukti, karena sekarang saya masih hidup!"
"Lalu kenapa mata kamu berair?" Tanya pak bos sembari bangkit dari duduknya dan melangkah keluar dari ruangan itu meninggalkan Ana sendirian.
Ana mengusap matanya yang sudah mengeluarkan air, tenggorokan nya masih terasa pahit. Ana tidak suka! Laki-laki itu seperti sengaja melakukan semua ini padanya. Apa dia lupa jika Ana tidak suka kopi, kenapa harus menyuruhnya meminum itu.
Selagi Ana sibuk dengan pemikirannya terhadap lelaki itu, tanpa di duga pak bos yang tadi keluar kini sudah kembali masuk dengan segelas air putih di tangannya.
"Minum!" Titahnya menyodorkan gelas itu pada Ana. Ana memilih untuk diam.
Melihat Ana yang sama sekali tidak berniat menerima pemberiannya, pak bos berjalan mendekat pada wanita itu dan mendekatkan gelas air putih tepat di depan mulut Ana.
"Rasanya pahitkan? cepetan minum!" Dengan ragu Ana meminum air yang masih di pegang pak bos. Rasa pahitnya perlahan mulai menghilang, Ana mengambil alih gelas itu dan menatap mata bosnya dalam.
"Terimakasih, Mr. Mettao."
"Panggil saya, Arion."
_____repost 31 Jan 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
My Bos is Mr.EX [Tersedia Ebook]
RomanceGengsi liat mantan lebih sukses dari lo? Kaila Anastasia mengalami fase dimana kegengsian itu muncul. Takdir yang mempertemukan Ana dengan Arion menjadi guncangan besar untuk kehidupan Ana dimasa sekarang. Terlebih kedua orangtua Ana yang selalu men...