"Dia bilang apa? " Tanya Bintang dingin. Genggamannya semakin erat di lengan gadis itu.
"Kamu gak perlu tau Bintang. Tinggalin aku sekarang!" Isakannya semakin kuat, Rinai berusaha membebaskan lengannya meski Ia tahu Ia tak akan mampu melawan tenaga Lelaki ini.
"Katakan Rinai! Aku gak minta kamu menangis."
"Aku menangis bukan karena kamu memintanya."
"RINAI!" Bentak Bintang "Berhenti menangis!"
Dengan sekuat tenaga Rinai melepas cekalan Bintang. Segera berlari meninggalkan lelaki itu.
"RINAI!!"
***
Angin malam mendekap tubuh kecil gadis yang bernama Rinai itu. Hitamnya langit dihiasi kerlap kerlip yang seolah menghibur hati Gadis ini. Sayang, Bintang milik Rinai tak seperti Bintang-bintang yang dimiliki langit.
"Boleh diganggu gak?" Suara itu membuat Rinai tersentak sadar dari lamunannya.
"Eh, Ayah. Ngagetin Rinai aja." Ucapnya sedikit kesal.
Lelaki paruh baya itu duduk disamping Rinai, melihat kearah yang saat ini dipandangi oleh putrinya lalu tersenyum.
"Anaknya Ayah kok belum tidur? Kenapa menyendiri di luar malam-malam begini?"
Rinai hanya menjawab dengan sebuah senyuman, senyuman yang artinya dapat dibaca oleh sang Ayah."Sepertinya ada yang tidak beres dibalik senyuman putri Ayah yang cantik ini." Ujarnya dengan nada curiga "Ayo cerita."
"Rinai gak kenapa-kenapa Ayah. Rinai cuma capek." Alibinya.
"Sejak kapan Putri Ayah yang cantik ini pintar berbohong?"Rinai memang tidak pernah berhasil membohongi Ayahnya. Ferdi dapat membaca dari mata indah milik putrinya. Lelaki itu tahu Putrinya sedang tidak baik.
"Ayah" Sapa Rinai seraya memeluk erat Ayahnya dari samping. Membuat Ferdi menoleh dengan tatapan penuh tanya. Ia harus selalu siap mendengar keluh kesah kedua anaknya. Karena Ia adalah Ayah sekaligus Ibu bagi mereka.
"Apakah salah kalau Rinai jatuh cinta pada orang yang jahat? Tanya Rinai dengan polos.Ferdi terkekeh geli mendengar pertanyaan putrinya. Baru kali ini Rinai menanyainya soal cinta. Rinai yang kesal dengan kekehan Ayahnya melepas pelukannya dan kini terlihat cemberut.
"Jadi anaknya Ayah sedang jatuh cinta? " Tanyanya menggoda seraya mengacak rambut Rinai. Gadis itu masih tetap cemberut.
Ferdi memegang kedua bahu putrinya, menatapnya, seolah mengisyaratkan bahwa dia akan berkata serius.
"Hidup itu memang pilihan Rinai. Tapi tidak dengan perasaan. Kita tidak bisa memilih kepada siapa kita harus jatuh cinta. Rasa adalah titipan Tuhan, kita tidak bisa menolak. Jadi kamu tidak salah sayang""Kalau perasaanku merusak kebahagiaanku dan orang yang aku cintai gimana?"
"Perbaiki" Jawab Ferdi yang membuat Rinai menatapnya tak mengerti."Ada banyak tantangan dalam hidup. Perasaanmu adalah salah satunya. Bukan tentang bisa bersama atau tidak, tapi tentang bagaimana kita menerima perasaan itu. Jangan dijadikan beban, nikmati saja." Ferdi tersenyum ringan.
Gadis itu manggut-manggut meski tidak sepenuhnya mengerti. "Terima kasih Ayah."
"Sudah tidur sana." Pinta Ferdi kemudian.
Rinai bangkit menuruti perintah Ayahnya. Rasa kantuk sudah mulai menguasainya. Mengucapkan selamat malam dan berjalan masuk."Nak!" Panggil Ferdi membuat Rinai kembali menoleh.
"Berusahalah membuatnya menjadi lebih baik dengan caramu dan tanpa pemaksaan. Mengerti?"
Rinai tersenyum lalu mengangguk dan meneruskan langkahnya.
Ferdi menatap kepergian putrinya dengan tersenyum. Rasanya baru kemarin Rinai mengadu padanya karena jatuh dari sepeda, sekarang putrinya itu sudah mengadu karena jatuh cinta. Bagaimanapun Rayhan dan Rinai adalah harta paling berharga baginya. Tak ada lagi yang lebih berarti dari mereka.***
"Apa ini?""Untukmu." Ujar bocah berusia 7 tahun itu memberi seuntai kalung berantai hitam dengan buah berbentuk bintang kecil yang berwarna hitam pula. Sangat sederhana.
Gadis kecil berusia 5 tahun diahadapanya ini menerima benda itu seraya mempeerhatikannya.kalung itu terlihat kurang cocok dikenakan oleh perempuan."Hadiah buatku?" Tagihnya.
"Ya itu. Selamat ulang tahun Rinai." Ucapnya sembari menghulurkan tangan untuk berjabat.
"Yah, cuma ini aja?" Ucapnya sedikit kecewa.
"Mamaku bilang kita harus menghargai pemberian orang lain, sekecil apapun itu."Gadis itu tertunduk dengan wajah cemberutnya. Masih berharap diberi bintang yang sungguhan, yang sering Ia lihat berkelap kelip kala malam. Rinai melihat kembali benda itu, lalu memakaikan pada lehernya. Melihat Rinai yang kesulitan, bocah dihadapannya ini mengambil alih pekerjaannya.
"Terima kasih Aga." Ucapnya setelah kalung itu menggelantungi lehernya.
"Ketika aku pergi nanti,bintang ini akan menjagamu." Aga menunjuk bintang di dada gadis itu.
"Memangnya kamu akan pergi kemana?" Heran Rinai.
"Jauh sekali."
"Aku ikut!"
"Tidak boleh! Kamu disini saja, memberikan kebahagian untuk semua orang, terutama untuk Ayahmu dan kak Ray." Jelas aga.
Rinai tidak terima, raut wajahnya terlihat kecewa. Ia tak ingin teman satu-satunya ini pergi. Hanya Aga yang bisa menjadi temannya.
"Aku ikut!"
"Tidak boleh!" Aga berlari meninggalkan Rinai yang masih berwajah masam.
"AGA TUNGGGGUUUU..."
Bocah itu terus berlari sembari tertawa mendengar teriakan Rinai yang saat ini mengejarnya. 'Kamu seperti tetes dari langit yang turun untuk memberi kebahagiaan setiap makhluk yang ada di bumi' tuturnya dalam hati.
***
Alhamdulillah😇
KAMU SEDANG MEMBACA
Rinai
Novela JuvenilSemesta turut bersedih mnyaksikan sosok bermata indah yg dengan pelan menapak bumi, sendu membalut langkah langkahnya. Seolah berjalan tanpa tujuan. Siapa yg tahu jika didalam hatinya tertanam amarah yg sulit untuk di luahkan. Rasa sakit se...