"Kayla, lo lagi ngapain di sana?" Saat ini Rania kembali hadir setelah tadi pergi ke dapur untuk membuatkan dua cangkir minuman cokelat panas. Tapi lihatlah apa yang dia temukan di sini! Kayla yang diketahui beberapa saat tadi masih bergelut manja dengan lipstik baru, kini telah berpindah tempat pada meja belajarnya. Bukan hanya itu. Di sini Rania juga menemukan bahwa sahabatnya itu tengah memegangi sebuah benda yang seharusnya masih tertempel pada jaring besi, tepatnya di bawah notes atas paling sudut. Buru-buru Rania mendekati Kayla. Seraya meletakkan dua gelas minuman di atas meja dengan kasar hingga airnya sedikit tumpah, Rania langsung merampas foto itu dari tangan Kayla.
"Dia siapa, Ran?" Pertanyaan dari Kayla kontan membuat kedua pupil Rania membesar. "Pacar lo di sekolah lama? Kalian masih berhubungan sampe sekarang?"
Kedua bibir Rania terkatup rapat. Mulutnya seakan terkunci, menghalaunya untuk tidak terbuka barang sedikit saja. Pada saat Kayla selangkah mendekatinya, Rania serta merta menelan ludahnya dengan kasar. Wajahnya berubah tegang, persis seperti orang yang baru saja ketahuan mengambil sesuatu yang bukan miliknya secara diam-diam.
"Jangan bilang," Kayla berdesis sembari mengecilkan kedua matanya hingga terlihat sipit, "kalau selama ini lo selingkuhin Elang."
"Enggak, Kay. Gue gak gitu," sergah Rania cepat-cepat sebelum Kayla membiarkan dugaannya meracau ke mana-mana.
"Terus ini maksudnya apa? Siapa cowok itu dan kenapa dia bisa nyium pipi lo kaya begitu, hah!?"
"Dia ... dia cuma teman gue, Kay," cicit Rania pelan. Sementara dirinya mencoba untuk berani balas menatap mata Kayla. Namun, ini sungguh di luar dugaan. Tangan Rania bergetar dan keringat dingin seakan bercucuran dari sana. Walaupun telah ia kepal dengan sekuat tenaga, benda itu tetap saja tak mau diam. Kehadirannya seolah-olah hendak menjelaskan bahwa saat ini hanya kobohongan saja yang keluar dari mulut Rania.
Berbeda dengan Rania yang sudah kepalang gemetar, Kayla dengan santainya meloloskan satu tawa lebar hingga memecahkan keheningan yang nyaris tercipta di antara mereka. Langkah selanjutnya terlihat Kayla melepaskan kacamata hanya untuk menekuri raut kebohongan Rania dengan mata telanjang. "Teman apa, nih, Ran?" tanya Kayla dengan sisa-sisa tawa yang masih melekat di bibirnya, "teman tapi berkomitmen, atau teman tapi mesra?"
Kayla mengembuskan napas kasar melalui mulutnya. Ia mendekati Rania, lalu merampas kembali foto yang sejak tadi disembunyikan di balik badan sahabatnya. Lama Kayla memandangi sosok laki-laki yang ada di dalam lembaran tersebut. Hingga akhirnya, ia pun mengurai sebuah senyum sumir. "Mentang-mentang gue jomlo sejak lahir, lo dengan beraninya mau ngebohongin gue, Ran? Lo pikir gue gak cukup pintar buat menilai tentang sebuah hubungan?"
Kayla mendongak, lalu menatap Rania dengan tampang paling serius yang ia punya. "Kalau lo tetap gak mau cerita, gue pastiin masalah ini akan sampai ke telinga Elang dengan segera, Ran."
Lantas gadis itu segera memutar tumitnya ke lain arah. Hendak melangkah menuju ke pintu, tapi tertahan karena Rania kontan menyela dan berdiri tepat di depannya. "Please, jangan kasih tau Elang, Kayla. Gue janji bakalan cerita semuanya ke lo," ucap Rania cepat dengan satu tarikan napas.
"See? Diancam begini baru lo mau buka mulut," cerca Kayla kesal. Dengan menghentakkan kakinya ke lantai, Kayla lantas berjalan ke arah kasur dan mendudukkan dirinya ke atas sana. Bantal guling putih milik Rania pun kini menjadi incaran tangannya. Usai meletakkan benda itu ke atas pangkuan dan memastikan bahwa Rania juga sudah nyaman duduk di hadapannya, Kayla kini siap untuk mendengarkan. Dia memasang kedua telinganya baik-baik. Berusaha mengerahkan semua atensi serta fokusnya untuk Rania. Kayla tak ingin jika ada informasi yang mungkin bisa saja ia lewatkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
EPIPHANY
Teen FictionRania berada di ambang kebingungan. Antara memilih Elang atau 'dia' yang sebelumnya pernah ada di hatinya. Hubungan yang awalnya berjalan baik-baik saja, perlahan retak di saat Rania mencoba untuk pergi tanpa melukai. Namun, Rania melupakan satu hal...