Chapter 4

3 0 0
                                    

Libur yg cukup panjang juga. Dinda tak tau harus mengisi hari-hari kosong ini dengan apa?
  Drrtt..
Terdengar dering hp pertanda sebuah pesan telah masuk. Senyum indah itu merekah saat Dinda melihat sang pengirim pesan.

Kak Ghazi
Hai!!
Hari ini, kamu bisa gak temenin aku jalan?

Dengan cepat dan bersemangat, Dinda membalas pesan tersebut dan mengatakan 'yaa'.

   "Baju apa yg harus aku kenakan ya?" Gumam Dinda.

Setelah beberapa menit menunggu, akhirnya yg dinanti pun tiba. Dinda dengan malu-malu menuju seseorang yg sedang berdiri di depan mobil. Dia kembali melihat penampilannya dengan dress selutut berwarna hitam dan rambut ikalnya yg tergerai indah dengan sedikit polesan make up pada wajahnya. Langkah Dinda terhenti sebelum seseorang itu menyadari kehadirannya. Betapa terkejutnya ia dengan penampilan lelaki itu, ia lebih terlihat manis dengan tampilan sederhananya. Kemeja dongker, celana hitam panjang dan rambut yg tertata rapi. Dinda terkagum dengan kesederhanaan Ghazi.

   "Kamu cantik banget, Dinda. Jadi jangan malu, ayo kita pergi" kata Ghazi saat menyadari kehadiran Dinda. Dinda hanya membalas dengan senyuman, lelaki itu berhasil membuat pipinya merona.

Keheningan menyelimuti perjalanan mereka. Tak seperti yg dibayangkan Dinda, bahwa Ghazi akan banyak bertanya tentangnya.

   "Kita sudah sampai, ayo turun" ajak Ghazi sambil keluar dar mobil. Dinda hanya membalas dengan mengangguk dan ikut bersama Ghazi.

   "Caffe ini? Ini milik Bibi Rati, Bibinya Syila" kata Syila saat menyadari bahwa tempat ini tak asing baginya.

   "Benarkah? Ini tempat kesukaan gue. Kalau gue bosen, gue selalu kesini buat ngehibur diri gue. Tapi, gue gak pernah liat Syila saat gue nongkrong disini?" Jelas Ghazi sedikit tak percaya dengan apa yg dikatakan Dinda.

   "Ayah Syila gak pernah ngizinin Syila kesini. Kecuali di hari libur" kata Dinda.

Pantas saja Ghazi suka dengan tempat ini, disini kesan kesederhanaan sangat terasa hangat. Mereka akhirnya masuk dan mengambil tempat di pojok kanan caffe karna hanya disitu yg tersisa.

     Tak pernah terpikir olehku
     Tak sedikitpun ku bayangkan
     Kau akan pergi, tinggalkan..
     Ku sendiri...

Terdengar lantunan piano yg indah disertai dengan suara sendu pemilik sang pemain piano. Dinda sangat mengenal pemilik suara ini. Dia langsung terfokus ke sumber suara itu.

     Dibawah batu nisan kini
     Tlah kau sandarkan
     Kasih sayang kamuu, begitu dalam
     Sungguhku tak sanggup
     Ini terjadi, karna ku sangat cintaa

Semua yg mendengarkan terhanyut akan melodi indah yg dimainkan Syila. Melodi indah dengan perasaan ini sangat mengundang tangisan setiap yg mendengarkannya. Ghazi pun ikut terhanyut akannya. Ingin rasanya ia mengetahui sang pemilik suara dan sang pemain piano.

   "Syilaa, aku gak pernah berharap akan berada di posisi ini. Kamu kuat, Syill" gumam Dinda pelan. Kini tangisnya pecah mendengar lagu yg dibawakan oleh Syila. Dinda tau betul bagaimana perasaan sahabatnya itu sekarang ini. Dinda tak sadar gumamannya tak begitu pelan sehingga mampu terdengar oleh telinga Ghazi.

   "Jadi Syila pemilik suara ini? Gue baru tau kalau ternyata Syila lihai dalam bermain piano. Dann apa yg terjadi dengannya kenapa lo mengatakan itu dan lo pun menangis?" Tanya Ghazi heran melihat air mata yg jatuh memabasahi pipi Dinda.

   "Ti.. tidak. Aku hanya terhanyut dengan permainan pianonya yg sendu" jelas Dinda menutupi hal yg sebenarnya dari Ghazi. Dinda tau hal ini tak bisa ia ceritakan ke Ghazi, walau hatinya ingin sekali bercerita hanya untuk berbagi kesedihan saja dengannya.
Ghazi sadar ada sesuatu yg ditutup-tutupi Dinda darinya. Tak ingin terlalu banyak bertanya, maka Ghazi berpikir jika Dinda tak mau memberitahunya maka ia sendiri lah yg akan mencari tahunya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 27, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Childhood is My FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang