Sanemi tidak tau kenapa, sejak kecil ia tidak pernah mau terlalu dekat dengan ayahnya.
Padahal secara fisik, ia hampir bisa dibilang sebagai versi kecil ayahnya.
Ia menyayangi ayah dan ibunya dengan kasih sayang yang sama besarnya (sebagaimana mereka menyayangi Sanemi), tapi Sanemi entah kenapa lebih senang dekat dengan sang ibu, dibandingkan ayahnya.
Sanemi ingat saat kecil dulu, ia pernah ditanya, ingin digendong ayah atau ibunya, dan Sanemi langsung menuju pelukan ibunya. Sang ibu hanya mentertawai ekspresi kecut sang ayah yang pura pura kecewa. Kemudian mereka bertiga tertawa bersama.
Mereka keluarga bahagia.
Suatu hari, saat Sanemi berusia 4 tahun, dalam tidurnya Sanemi melihat seorang anak lelaki.
Rambut anak itu lucu, hanya ada di tengah kepala. Wajahnya manis sekali. Saat anak itu menengok kearahnya, ia tersenyum lebar. Membuat Sanemi langsung menyentuh dadanya, bingung.
Debaran jantungnya sangat cepat. Pipinya memanas. Apa ia sakit?
Saat ia melihat kedepan, anak manis itu terlihat berlari menuju cahaya terang sambil melambaikan tangannya.
Sanemi mengejarnya, tidak ingin kehilangan anak itu. Ia bahkan belum tau namanya!
Tapi anak itu hanya tersenyum saat melihat Sanemi mengejarnya. Ia seperti tidak mendengar Sanemi berteriak untuk menghentikannya, dan lanjut berlari hingga Sanemi terbangun dengan nafas tak beraturan dan keringat sedikit membasahi piyama tidurnya.
4 bulan setelah mimpi itu, Sanemi mendapat kabar kalau ibunya sedang mengandung. Ayahnya memeluk mereka dengan tawa bahagia, dan ibunya tersenyum dengan lembut. Sanemi sendiri antusias, ia akan mendapatkan adik!
Sanemi teringat dengan anak manis di mimpinya.
Mungkin anak itu adalah adiknya?
Sanemi menanyakan kapan ia bisa melihat adiknya. Sang ayah mengacak rambutnya pelan, tertawa kecil sembari mengatakan kalau Sanemi harus bersabar beberapa bulan lagi sebelum sang adik datang ke rumah.
Sanemi tidak mengerti maksud ayahnya. Mungkin adiknya masih malu?
Seketika Sanemi membayangkan anak manis di mimpinya tadi malam.
Jika anak manis itu adalah adiknya, maka dia akan segera tinggal bersama dirinya dirumah ini bersama Sanemi dan kedua orang tuanya.
Sanemi tertawa senang.
***
Perjalanan pulang sekolah dengan mobil terasa sedikit lebih lama dari biasanya. Sanemi sadar ini bukan jalan menuju rumah. Ia melirik sang ayah, ayahnya terlihat gelisah. Sanemi bertanya kemana mereka akan pergi, ayahnya tersenyum dan berkata mereka akan melihat adik yang selama ini bersembunyi di perut ibunya.
Saat ia melihat ibunya setengah duduk di ranjang rumah sakit, menggendong balutan kain kecil dengan wajah lelah namun bahagia, Sanemi yakin itu pasti adik yang ia tunggu.
Sanemi bersama ayahnya segera melihatnya.
Adiknya manis.
Sanemi terdiam.
Tapi dia bukan anak manis yang waktu itu singgah dimimpinya.
Ayahnya mencium dahi ibunya dan menggendong adiknya dengan hati hati. Mencium adiknya pelan, lalu berkata "Shinazugawa Shuya"
Sanemi semakin yakin adiknya bukan anak manis yang ia mimpikan.
Setelah setahun ia tidak memimpikan anak itu lagi, Sanemi melupakan mimpi itu.
Tahun demi tahun berlalu. Kini keluarga Shinazugawa yang berisikan ayah, ibu, Sanemi, dan kelima adiknya, Shuya, Hiroshi, Koto, Teiko, dan si kecil Sumi, sedang dalam perjalanan menuju rumah yang dulu ditinggali nenek pihak ibu, sebelum sang nenek meninggal dunia setelah sebulan orang tua Sanemi menikah.
Sering Sanemi berlibur ke sana saat musim panas tiba. Namun karna kesibukan sang ayah, terakhir kali Sanemi kesana adalah 3 tahun lalu saat ia berusia 10 tahun.
Disana ia memiliki banyak teman. Yang paling dekat dengannya adalah Sabito dan Gyomei. Sabito karna karakter mereka yang sama (keras kepala, jahil, dan suka adu kekuatan) dan Gyomei yang selalu sabar, tenang, menengahi dan menghentikan mereka berdua jika kejahilan mereka sudah keterlaluan.
Sanemi menyeringai, mempersiapkan kalimat godaan untuk Sabito nanti. Ia dengar dari Kanae, teman masa kecil yang kini jadi pacar Gyomei, sekarang Sabito dalam masa pendekatan dengan Giyuu, anak pendiam yang dulu sering menjadi korban keisengan mereka.
Dulu saking isengnya mereka, tiap kali Giyuu melihat Sanemi atau Sabito, Giyuu akan segera berlari pulang ke rumahnya.
Sanemi dan Sabito akan mengejarnya, setelah puas mereka akan tertawa, tapi Sanemi tau setelah tawa mereka reda, Sabito selalu menatap jendela kamar Giyuu dengan tatapan aneh.
Sanemi dulu sering bertanya kenapa Sabito selalu menatap jendela kamar Giyuu. Sabito SELALU memerah, dan menjawab kalau ia tidak sengaja, atau ia sedang memikirkan rencana jahil, atau alasan yang lainnya.
Tidak masuk akal. Ia tau Sabito memendam rasa pada Giyuu.
Dan Sabito menjahili Giyuu agar perhatian anak itu tertuju padanya.
Padahal yang ada Giyuu malah jadi takut dan menghindari Sabito (dan Sanemi).
Sanemi tertawa mengingat tingkah mereka dulu. Ia hanya berharap semoga orang yang nanti ia suka tidak bertingkah seperti Giyuu, yang selalu menghindari Sabito dan membuat pemuda berambut peach itu frustasi.
Lamunannya pecah saat Sanemi mendengar ibu dan para adiknya berteriak, ia melihat cahaya lampu truk di depan mereka begitu silau
Sejenak, waktu serasa berhenti. Sanemi berpikir ia pernah melihat cahaya itu entah dimana...
Ah. Iya. Mimpi itu.
Si anak manis yang berlari menuju cahaya.
Dan semua menjadi gelap.
A/N: END or TBC? :)

KAMU SEDANG MEMBACA
Let Me
Cerita PendekSaneGen Shinazugawa Sanemi x Shinazugawa Genya //Genya berjanji, jika di masa kini dia bertemu Sanemi, apapun yang terjadi, Genya tidak akan mengacaukan hidup Sanemi untuk kedua kalinya.//