Mata indah itu tidak terasa mengantuk sedikit pun, matanya menerawang keatas seperti ada yang dipikirkan, padahal tubuhnya sudah lelah karena Jimin menghabisinya beberapa menit setelah Jiyoo tidur. Melampiaskan rasa rindu, bagaimana tidak rindu jika hampir dua minggu mereka tidak bercinta, minggu pertama Jieun datang bulan minggu keduanya Jimin yang pergi untuk tugas luar kota. Wajar jika Jimin segera bertindak sesaat setelah anaknya tidur, malam dingin itu terasa panas akibat pertarungan keduanya.
Dia berhenti menatap keatas dan beralih ke pria yang ada disampingnya, tangan berotot itu memeluk posesif tubuh Jieun. Tangan Jieun mengusap pelan rahang Jimin, pria itu menikmati sentuhannya.
"Kenapa belum tidur?" Jimin bertanya sembari merapatkan tubuh tanpa kain itu pada tubuh istrinya.
"Tidak apa, hanya belum mengantuk saja." Balas Jieun.
"Benarkah? Apa yang tadi masih kurang?" Jimin membuka mata bermaksud menggoda Jieun.
"Kau sudah lelah, jangan sampai kau tidak bekerja besok mengeluh pinggangmu sakit." Jieun mengusik harga diri seorang Jimin.
"Kau meragukan staminaku?" Tanya Jimin sembari bergerak kembali keatas Jieun.
"Aku tidak meragukan staminamu, aku hanya khawatir kau sakit. Kita bisa melakukannya lain hari."
"Lain Hari? Tidak-tidak. Besok pagi kita harus melakukannya lagi." Jimin protes dengan kalimat Jieun. "Dan aku tidak suka kau tidur terlalu larut jika bukan karena aku."
"Sepertinya aku harus membuatmu semakin lelah agar kau segera tidur." Lanjut Jimin, kemudian bibir tebal itu meraup bibir merah Jieun.
Mereka melanjutkan satu pertarungan lagi.
●●●
"Aku akan ke Busan minggu depan, Ibu ingin aku membuka pabrik disana. Apa kau mau ikut?" Tanya Jimin yang tengah melahap roti panggang yang disajikan Jieun.
"Tidak biasanya kau mengajakku, apa kau akan lama disana?" Balas jieun.
"Kau tahu 'kan jika membuat pabrik baru itu membutuhkan waktu berbulan-bulan, itu sebabnya aku mengajakmu, aku takut kalian kesepian karena terlalu lama aku tinggal."
"Aku sudah terbiasa kau tinggal, tidak masalah bagiku." Sahut Jieun dan mencolek hidung Jimin.
"Lagipula, aku kurang nyaman jika harus tinggal bersama Ibu, kau tahu sendiri jika dia terlalu terobsesi pada waktu. Aku takut jika aku telat menyiapkan sarapanmu, maka dia akan menjadikanku sarapanmu." Lanjut Jieun.
Jimin tertawa kecil dengan pengakuan istrinya, memang benar jika ibunya seorang yang terobsesi dengan waktu, tidak suka jika segala sesuatunya tidak menggunakan waktu, ibunya sangat menghargai waktu.
Pernah satu waktu Jimin mengatakan akan sampai di Busan pagi hari, karena ada kecelakaan beruntun dijalan yang menyebabkan dia terjebak macet, Jimin akhirnya sampai di Busan Sore hari. Setelah itu ibunya marah besar karena Jimin tidak bisa mengatur waktu, jika kejadiannya seperti itu siapa yang bisa menebak. Tapi ibunya tidak suka dengan berbagai alasan, itulah keunikan dari Nyonya Park."Kau masih bisa pulang jika tidak terlalu lelah, jangan membuat segala sesuatunya menjadi sulit. Jarak bukan hal yang dapat memisahkan kita." Jieun mengedipkan matanya pada Jimin.
Jimin seorang pria normal, tidak tahan jika digoda seperti itu, apalagi jika yang menggoda adalah istrinya. Tidak tahan akhirnya Jimin memeluk Jieun dari belakang, bertubi-tubi mengecup lehernya.
"Aku sedang cuci piring, jangan membuatku sulit." Jieun merasa geli saat Jimin mengecup belakang lehernya.
"Sayang, satu ronde sebelum pergi kerja bukanlah ide yang buruk." Jimin masih melanjutkan aksinya, bibir tebal itu sudah melumat leher Jieun.
"Jimin, bahaya jika Jiyoo melihat... aahhh..." Jieun melepaskan desahan pertamanya saat tangan Jimin meremas dada Jieun.
"Jim... cukup, aku tidak ingin mata Jiyoo terkontaminasi."
"Aahh..."
"Jiyoo tidak akan bangun jika suaramu tidak berisik. Nikmati saja pagi indah ini sayang." Tangan Jimin sudah berada diarea sensitif Jieun, hal itu membuat Jieun tidak tahan.
Desahan meluncur bebas dari mulut Jieun, sentuhan Jimin tidak pernah mengecewakan tubuhnya, berharap pagi ini menjadi pagi indah selanjutnya seperti yang dikatakan Jimin.
*****
Byebye see u 💜