🍃

5 1 0
                                    

Setelah mengetahui bahwa Dio memiliki pacar disana, aku menjadi canggung dan hampir tidak pernah berkirim pesan dengan nya. Lucu rasanya, seseorang yang biasanya selalu ada, menjadi bagian dari hari-hari ku, kini perlahan pergi menjauh. Mungkin Dio sedang asik. Asik dengan pacar nya disana.

Aku mencoba seolah tidak merasa tersakiti. Tapi nyatanya tidak dapat di pungkiri, hatiku sakit jika mengingat bagaimana dan apa saja yang pernah kita lakukan bersama. Apa dia melakukan hal yang sama kepada pacar nya disana? sungguh pikiran itu mengganggu sekali. Aku ingin membuangnya jauh-jauh.

Tapi jika melihat postingan di akun nya, dia memang sedang bersenang-senang dengan pacar nya itu. Mereka berfoto bersama, pergi bersama, saling bertukar komentar di foto mereka, persis seperti pasangan yang memang sedang di budakan cinta. Sedangkan aku, aku hanya menjadi penonton gelap mereka.

Tak terasa liburan pun hampir berakhir. Hanya tersisa satu minggu saja dan itu akan di habiskan dengan kegiatan PPM yang di selenggarakan oleh kampus. Kami pergi ke luar kota untuk melakukan kegiatan tersebut. Setauku Dio tidak ikut, karena dia masih berada di Jawa sana.

Aku pergi ke tempat PPM bersama dengan Tia, Kaka, dan Zia karena memang kita berada di kelompok yang sama. Aku bersyukur satu kelompok dengan mereka, setidak nya aku bisa menganggap ini sebagai liburan juga pemulihan bagi hati ku yang sedang patah. Ah mengapa aku melankolis sekali jika berhubungan dengan Dio.

"Melan, si Dio punya pacar ya?" tanya Zia padaku.

"Iyah" jawab ku singkat.

"Ko si Dio gitu ya, dia tuh kaya ngasih harapan banget ke kamu, ngebaperin kamu banget. Tapi ujung-ujung nya sama yang lain juga. Dasar cowok"

Aku hanya tertawa sambil berpikir, ternyata bukan aku saja yang merasa bahwa aku di berikan harapan oleh Dio. Orang lain pun juga melihat itu. Berarti siapa yang salah diantara kami berdua?

"Kata aku juga gak usah lah baper-baperan sama anak cowok di kelas. Gak ada yang bener" Tia tiba-tiba ikut berbicara.

Tia seperti tau sesuatu. Apa mungkin Dio pernah seperti ini juga pada Tia? karena aku ingat sekali bahwa Dio pernah menyukai Tia di awal masuk kuliah.

"Tia, kamu sama si Dio deket nya gimana sih?" tanyaku pada Tia.

Aku hanya ingin membandingkan kedekatan Dio dan Tia dengan kedekatan Dio dan aku.

"Biasa aja sih, karena aku gak respon dia juga. Tapi kita sering chatan gitu. Terus dia juga suka ngajakin aku pulang bareng. Tapi aku nya yang tetep dingin gitu. Karena emang aku gak ada hati sama dia"

"Terus liat deket nya Tio sama aku, menurut kamu gimana?"

"Wah kalo kamu sih kayanya udah terlalu jauh. Ya kamu bayangin aja sampe si Dio nyuapin kamu kalo kamu gak makan. Udah di level yang beda itu mah hahahaha"

"Aishhh amit-amit nya si Tia emang"

Tia kurang ajar, mengapa dia mengingatkan aku lagi mengenai hal itu dan membuat aku menjadi rindu Dio. Lagi.

Tak terasa sudah satu minggu aku melaksanakan kegiatan PPM. Dan itu sangat membantu untuk aku tidak selalu teringat pada Dio. Karena disana aku mendapat teman baru dari jurusan yang berbeda dan itu cukup menyenangkan juga membuat kegiatan ini menjadi ringan dan mudah.

Hingga akhir nya kita harus pulang setelah sepekan disana dan kembali menjalani rutinitas kampus seperti biasa. Kita pulang di jemput oleh pihak kampus menggunakan bus. Sehingga tujuan akhir kita ialah menuju kampus. Dari sana kita baru dapat pulang menuju rumah masing-masing.

Aku sedikit kebingungan karena tidak tau akan ada yang menjemputku atau tidak. Sedangkan barang bawaanku sungguh banyak dan tidak memungkinkan untuk aku pulang sendiri.

Setelah sampai di kampus aku menelefon ayah ku untuk memintanya menjemputku. Tapi ternyata ayah ku tak bisa karena pekerjaannya yang tidak bisa di tinggalkan. Ah aku ingin menangis saja rasanya. Apalagi melihat teman-teman ku yang satu persatu pergi karena telah di jemput oleh keluarganya. Aku berjalan menuju koridor sambil menyeret koper dan tas yang aku bawa. Tiba-tiba seseorang menepuk pundak ku.

"Hai" katanya sambil tersenyum padaku.

Aku tidak menjawab nya, malah ingin menangis. Iya, dia Dio. Dio yang aku rindukan. Ah ternyata dia sudah pulang.

"Kamu ko tinggian sih, apa kabar?" Sudah selama apa dia tidak bertemu dengan ku hingga bicara seperti itu. Tapi jika di ingat dua bulan memang cukup lama.

"Gini-gini aja" jawab ku singkat.

"Gimana disana? rame?"

"Biasa aja"

"Kamu kenapa?" mengapa Dio banyak sekali bertanya ketika kita baru saja bertemu.

"Nggk papa, kamu ngapain disini?"

"Jemput si Alif"

"Oh" jawabku sambil menganggukan kepala. Aku berusaha bersikap biasa saja padanya. Meskipun jika mengingat dia sekarang sudah memiliki pacar hati ku terasa sakit sekali.

"Kamu di jemput siapa?"

"Gak tau" ah benar aku sedang bingung akan pulang bagaimana dari sini.

"Mau aku anterin? barang kamu banyak gak?"

"Nggk usah, banyak ini. Aku mau telfon ayah aja" aku menolak tawaran Dio, walau sejujurnya aku ingin. Tapi kembali lagi, jika mengingat Dio sudah punya pacar aku merasa aku perlu mengatur kembali kedekatan ku dengan Dio. Aku cukup tau diri bukan?

"Yaudah kalo gitu aku ke si Alif yah"

"Iya"

Dio pergi mencari Alif, dan entah mengapa aku ingin terus memandanginya hingga dia tak tertangkap lagi oleh di mataku.

MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang