"Ayah,"
Kama membalikkan badannya setelah seseorang memanggilnya. Anak bungsunya, datang dengan raut wajah yang lesu.
"Ada apa Hesta? Mengapa raut wajahmu seperti itu?" Hestamma mendekat lalu memeluk erat ayahnya.
"Apa ayah akan pergi lagi?" Kama tersenyum atas pertanyaan anak bungsunya.
Ia lepas pelukan anaknya, lalu menatap kedua manik mata anaknya. "Ayah pergi untuk membantu keluarga tertua nak,"
"Tapi ayah baru saja datang dari perbatasan, ayah berjanji akan membawaku ke makam ibu. Ayah ingat itu kan?"
Kama mengangguk. "Tentu ayah ingat itu, tapi ayah belum bisa menepatinya sekarang Hesta. Anak bungsu ayah jelas tau apa yang sedang terjadi bukan?" Anak muda disebelahnya mengangguk. "Setelah semua ini berakhir, ayah janji akan membawamu ke makam ibu,"
Hestamma tersenyum. "Kali ini ayah berjanji akan menepatinya bukan?"
"Tentu ayah akan menepatinya, saat ayah tidak ada nanti. Tolong dengarkan kata Ikta dan Anika ya?"
Hestamma mengangguk antusias lalu kembali memeluk ayahnya.
Tok tok tok.
"Iya masuk," seru Kama dengan masih memeluk Hestamma.
Jamanika muncul dari balik pintu. Seperti biasa, ia selalu muncul dengan senyum diwajahnya terlebih dahulu.
"Apa aku mengganggu kalian?"
Hestamma melepas pelukannya. "Sangat mengganggu kakak," jawabnya sedikit kesal.
Jamanika mendekat lalu menyentuh ujung kepala adiknya. "Iya anak kecil, maafkan aku. Tapi ini sudah tugasku untuk memisahkan kalian," ucapnya lalu tertawa kecil.
"Anika jangan menggoda adikmu, ada apa?"
"Paman Yudanta sedang menunggu ayah bersama dengan putra sulungnya," Kama mengangguk lalu bangkit dari posisinya.
Ia pergi meninggalkan ruangan, menyusuri koridor panjang dan menuruni anak tangga. Terlihat Yudanta dan anak sulungnya disana.
"Kakak Yudanta!" panggil Kama lalu mendekat. "Apakah sudah waktunya kak?"
Yudanta menggeleng. "Belum Kam. Aku kemari hanya untuk mengajakmu diskusi, apakah Hesta sedang ada di rumah?"
Kama mengangguk. "Tentu kak, dia sedang berada di kamarku,"
"Anak ini bilang tidak ingin bermain dengan ketiga adiknya, jadi aku ajak dia kemari untuk bermain bersama Hesta,"
"Oh tunggu sebentar. Ikta,"
Tidak butuh waktu yang lama, anak sulung Kama sudah berada dihadapannya. "Iya ayah?"
"Tolong antarkan Labda kepada Hesta, mungkin saat ini anak itu sudah berada di kamarnya,"
Tikta mengangguk. "Baik ayah, ayo Labda!"
Labda bangkit dan mengikuti Tikta dari belakang.
🐺🐺🐺
"Kasus apalagi ini? Goresan seperti itu mereka bilang milik manusia serigala? Oh come on! Ini sudah berbeda jaman, mana ada hal semacam itu saat ini," keluh seseorang.
Seorang wanita memutar bola matanya malas. Ia melipat kedua tangannya. "Doni berhenti mengeluh! Walaupun jaman sudah maju, tidak ada yang tidak mungkin. Jika kamu tidak ingin menangani kasus ini, biar aku dan anak buahku yang menanganinya,"
"Sarah ini bukan kasus sembarangan!" ucap seseorang lainnya. "Aku baru saja membaca di internet, manusia serigala benar adanya. Aku tidak ingin kamu terluka, biar aku yang menyelesaikannya,"
"Wil, ayolah. Izinkan aku ikut menangani kasus ini, aku ingin membuktikan apa manusia serigala itu benar adanya," Sarah mendekatkan dirinya kepada Wilalung. "Izinkan aku Wil, aku mohon!"
Wilalung menutup laptopnya lalu pergi meninggalkan ruang rapat. Ia masuk ke ruangan pribadinya, ruangan yang tidak seorang pun boleh memasukinya tanpa izin.
Ia menghubungi seseorang disana. "Aku tidak yakin akan membantu banyak, tapi pihak kepolisian akan menangani kasus ini untuk mengetahui kebenarannya. Aku sendiri yang akan menangani kasus ini, oh maaf aku bersama dengan rekanku. Sebisa mungkin aku mengulur waktu, aku harap masalah ini cepat terselesaikan. Mohon bantuannya paman Jagadita!"
"Baik Wil, terima kasih atas informasinya. Ketiga anakku sudah mendapatkan beberapa informasi juga, kasus ini jelas newborn pelakunya. Dan aku ada kecurigaan bahwa pelaku adanya newborn ini adalah salah satu dari keluarga kita sendiri, jangan gegabah Wil. Aku harap ini masih jadi rahasia kita, aku tidak ingin ayahmu akan larut dalam kejadian ini. Untuk saat ini itu saja yang aku sampaikan, kembalilah bekerja. Oh iya, apa kau yakin dengan rekan kerjamu?"
"Aku tidak ada pilihan lain paman, dia sangat ingin menangani kasus ini. Aku tidak tau apa yang ia cari, tapi aku bisa mempercayainya,"
"Baik kalau begitu aku sudahi, ingat Wil. Ini hanya antara kau dan aku, jangan gampang terhasut Wila. Terima kasih atas informasimu,"
Sambungan telepon terputus, Wilalung meletakkan ponselnya diatas meja. Ia bangkit dan hendak meninggalkan ruangan. Dan saat membuka pintu.
"Apa yang kamu bicarakan Wila? Kamu sedang mengulur waktu apa? Siapa paman Jagadita?"
To Be Continued...
![](https://img.wattpad.com/cover/202033097-288-k886168.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Wolf
FanfictionSudah berpuluh-puluh tahun lamanya mitos tentang manusia serigala hilang bak ditelan bumi, siapa yang tahu ternyata generasi terakhir justru mulai menampakkan diri mereka di era canggih akan teknologi ini. 5 klan terakhir di berbagai batas wilayah :...