Asrama 809 by Indah Fu

24 0 0
                                    

"Permisi, Pak. Bisakah,Bapak.  Memberi tahu saya di mana letak gedung asrama 35?" tanyaku pada seorang pria setengah baya, berseragam safari berwarna biru dongker yang kuketahui adalah seorang penjaga keamanan rumah sakit swasta tersebut.

Setelah pria ramah itu memberi petunjuk jalan, aku pun segera melangkah menyusuri hall rumah sakit ini.

Perkenalkan namaku Sina, siang ini untuk pertama kalinya aku, menginjakkan kakiku di gedung asrama berlantai sepuluh sebuah rumah sakit swasta ternama di pusat Jakarta.

Yup! Aku adalah pegawai baru yang esok hari akan memulai bekerja sebagai seorang tenaga kesehatan di rumah sakit tersebut. Setelah sebelumnya aku mampu dan lulus mengikuti serangkaian tes yang diberikan oleh rumah sakit ini.

Sesungguhnya tak semua pegawai baru diwajibkan untuk tinggal di asrama. Apalagi rumahku pun masih sekitaran Jakarta. Yang dengan kata lain masih bisa kujangkau dengan angkutan umum atau kendaraan pribadiku. Aku hanya ingin merasakan hidup di luar rumah, merasakan bagaimana merantau walau sebenarnya tak bisa dikatakan merantau.

Yah ... mungkin alasan yang tepat mengapa aku memilih tinggal di asrama yaitu karena aku bosan berada di rumah. Aku berfikir ... di asrama akan  membuatku sedikit bebas dari aturan-aturan yang dibuat orang tuaku dan tentunya aku akan lebih punya banyak teman.

Kepindahanku ke asrama,bisa dikatakan sebuah pengalaman pertama---setelah hampir 22 tahun hidupku tak pernah jauh dari rumah dan orang tua.

Ada banyak harapan yang tercuat dalam hati saat aku mulai keluar dari lift yang akan membawaku ke lantai delapan gedung asrama 35 ini. Entah tentang sebuah pertemanan dan kekeluargaan yang baik di sini---itu harapanku.

***

Setelah aku keluar dari lift, mataku mulai bergerilya menelanjangi seluruh bentuk bangunan asrama ini. Saat itu juga aku menyimpulkan, bahwa gedung ini pasti sudah sangat tua dan lama berdiri.

Kesimpulan itu kudapat dari lantai gedung yang semuanya masih mengunakan marmer berwarna gelap. Kusen dan interior khas Belanda serta penerangan minim yang membuat lorong gedung terlihat gelap meski siang hari.

"Hmm ...."

Aku menghela napasku, mencoba menghilangkan rasa sedikit ngeri yang tiba-tiba menghampiri. Di detik berikutnya, aku masih memperhatikan seluruh bentuk bangunan panjang dengan banyak pintu tersebut.

"Di mana ruangan, Bu Asti ya?"

Aku bermonolog, tapi kali ini sambil melangkah mencari pintu bertuliskan Ruang Kepala Asrama.

Satu per satu kuperhatikan pintu tersebut dengan seksama. Tiap pintu diberi nomer dan nama-nama penghuni kamar. Tapi aku belum menemukan namaku di beberapa pintu pertama, hingga tiba-tiba saja muncul sesosok gadis cantik bergaun putih selulut muncul di hadapanku membuat aku terkejut.

"Astaghfirullah!" seruku sambil mengelus dada.

Untung saja aku bukanlah tipe orang penakut, mungkin jika aku adalah seorang penakut, pasti aku sudah berteriak sejak tadi.

Gadis itu menatapku dengan tatapan datar. Wajahnya pucat pasi, garis hitam di bawah matanya tampak begitu jelas, serta rambut panjang sebahunya yang sedikit berantakan, membuatku berfikir apakah dia baru saja bangun tidur?

Tak ingin berlama-lama dalam kebingungan mencari ruang kepala asrama, aku pun segera mengajukan pertanyaan padanya. "Mau tanya, Kak. Ruang Bu Asti di mana ya?"

Dan tanpa berlama-lama pula, gadis itu menunjuk ke arah timur, sebuah pintu berwarna putih yang ada di samping tangga evakuasi.

"Oh ... di sana. Terima kasih, Kak."

ILY STORIAL Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang