Prolog

95 16 8
                                    

Jika tak mampu,
Apakah harus tetap
bertahan

✳ ✳ ✳

Saat ini keadaan XI IPA 1 jauh dari kata yang sering digambarkan oleh guru-guru di SMA Gempita, tenang dan damai. Katanya sih, isinya orang-orang pintar. Tapi kalau pintarnya malah kelihatan o'on ya gini jadinya.

Ada yang berlarian sana sini, lempar-lemparan penghapus, main kartu di pojokan kelas bahkan ada yang sampai menggelar konser dadakan.

Jhody sang ketua ketua kelas yang seharusnya melaksanakan tanggung jawabnya sebagai pemimpin, eh, malah ikut-ikutan manggung bareng band HCL.

Nia yang katanya murid paling kalem di XI IPA 1, nyatanya sekarang lagi kejar-kejaran sama Farid.

Lain halnya dengan seorang siswi bernama Asa tampaknya ia tidak merasa terganggu dengan keadaan kelasnya yang tak terkendali. Ia sibuk menghafalkan puisi yang akan ditampilkan di depan teman sekelasnya.

Namun perlahan kerusuhan itu mulai mereda ketika mendengar suara langkah kaki dari luar kelas.
Seisi kelas kompak menoleh ke arah pintu, lalu buru-buru kembali ke tempatnya masing-masing.

"Selamat pagi anak-anak" sapa bu Ana, seorang kritikus yang menjelma menjadi guru bahasa indonesia.

"PAGIII...BUK..."

"Hari ini kita masuk materi puisi. Minggu lalu ibu ada menyuruh kalian untuk menyiapkan sebuah puisi. Apa sudah selesai ?"

"SUDAH...BUK"

"Baik, saya akan panggilkan berdasarkan nomor absen untuk tampil ke depan"

Bu ana pun mulai memanggil satu persatu murid berdasarkan absen.

"Adam Al-farizy"

"Anastasya Widia"

"Asa Kayla Darendra"

Ketika mendengar namanya dipanggil Asa pun segera maju ke depan. Dan mulai membacakan puisinya dengan ekspresi yang sulit dijelaskan.

"Tentang angkasa dan isinya.
Tentang semesta dan kelebihannya.
Jika kita benda langit,
Aku adalah bintang, kau juga bintang.

Kita sama sama berkilau, kita sama sama berada di angkasa.
Kita berada di tempat yang sejajar.

Tapi tak ada yang tahu bahwa kau lebih bersinar dari ku.

Aku ingin meraihmu tapi aku tak mampu.

Kita ibarat dua bintang yang terlihat berdekatan, nyatanya kita harus melewati ribuan kilometer untuk saling menggapai.

Namun jika bisa memilih, bolehkah aku menjadi malam mu?"


Tepukan riuh ramai terdengar, sorak-sorakan mengisi kekosongan kelas. Namun gadis itu tak mempedulikannya. Tatapannya hanya terpaku pada satu titik, seseorang yang duduk di bangku terdepan. Dengan tatapan tak terbaca ia memandangi lekat-lekat sosok itu, Seolah olah puisi yang baru saja dibacakannya memang ditujukan untuk laki-laki itu.

✳✳✳

Ini projects pertama ku yang bertema HSS. Kalau ada kesalahan jangan lupa kasih tau aku ya.

Oh, iya, yang baca cerita aku jangan lupa makan ya karena rebahan juga butuh tenaga wkwkwk.

Rumah
30/12/2019

Regard
yunda♥

ASA [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang