[3] Departure

3.2K 399 26
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Mungkin sudah hampir satu menit lamanya kamu bungkam dengan mata yang sedikit melebar dan tersorot keterkejutan pasca mendengar kabar yang diberikan oleh ayahmu beberapa detik lalu. Netra milikmu menelisik ke dalam netra ayahmu, berusaha mencari titik jelas serta jawaban mengenai pertanyaan yang sejak tadi terus berputar-putar di dalam kepalamu.

"Jerman?"

Pada akhirnya, kamu kembali mengeluarkan suara dengan membeo perkataan ayahmu lengkap dengan ekspresi tidak percaya. Mendengarnya memang tidak membuatmu runtuh dan hancur berantakan, tapi kabar itu menggores kekecewaan besar di dalam hati kecilmu.

Ayahmu berusaha memberi senyuman, tapi kamu dapat menangkap kesedihan yang terpancar dari dalam matanya. Dia beralih untuk membawa tubuh mungilmu ke dalam pelukan hangatnya yang nyaman. Kamu ingin menolak dengan cara mendorongnya agar pelukan itu terlepas, tapi kamu tidak bisa melakukan itu karena dirimu sendiri membutuhkan sandaran langsung darinya.

Matamu mulai memanas diikuti oleh air mata yang ke luar dari sana. Kamu tidak sanggup lagi menahan semua keinginanmu untuk meluangkan waktu bersamanya. Sekuat apa pun dirimu berusaha untuk sabar dan mengerti kondisi ayahmu, tetap saja dari lubuk hatimu yang terdalam, kamu sangat ingin agar ayahmu meluangkan waktunya mengingat yang kamu miliki sekarang hanyalah sosok ayah.

Biar bagaimanapun, kamu hanyalah anak kecil berusia sembilan tahun yang masih duduk di sekolah dasar. Kamu selalu iri jika melihat orang asing yang kamu temui di jalanan terlihat sangat akrab dengan ayah dan ibunya. Dulu dirimu bisa melakukan hal tersebut, tapi tidak lagi dengan sekarang.

Dari luar dirimu memang terlihat baik-baik saja, tapi dari dalam dirimu sangatlah rapuh karena merasa kekurangan perhatian serta kasih sayang orang tua. Kamu selalu belajar agar tidak ingin egois, tapi hatimu meronta-ronta karena sejatinya dirimu haus kasih sayang orang tua.

"Ayah minta maaf, Sayang... Ayah benar-benar minta maaf." Ayahmu menyesal, suaranya bahkan terdengar sangat parau di telingamu. Dia mengelus lembut kepalamu sebagai usaha untuk menenangkan tangisanmu.

Kamu tidak tahan lagi. Bukannya tenang, tangisanmu justru semakin keras. Kamu meraung penuh kesedihan serta kekecewaan di dalam pelukan ayahmu seraya meremas kuat bajunya. "Ayah...." Meski baju ayahmu sudah basah oleh air mata, kamu tetap menangis guna meluapkan emosi yang selama ini terpendam.

"Ayah janji akan segera pulang begitu pekerjaan Ayah di Jerman sudah selesai dan meluangkan waktu lebih banyak untukmu."

Kamu menggeleng lemah, tidak ingin mendengar hal tersebut karena takut jika janji-janji yang diucapkannya hanyalah kebohongan belaka yang tidak akan pernah ditepati karena urusan pekerjaan yang lagi-lagi pasti menghalangi.

"Ayah bersumpah akan menepati janji Ayah untuk meluangkan waktu lebih banyak denganmu setelah pekerjaan Ayah di Jerman selesai." Ayahmu bersumpah dengan kalimat yang terdengar sangat meyakinkan seraya melepaskan pelukan. Tangan besarnya menangkup wajah mungilmu dan membuat matamu bertemu pandang dengannya. Jemarinya yang besar ikut bergerak lembut untuk menghapus air matamu yang masih mengalir. "Ayah sangat menyayangimu."

𝗕𝗟𝗨𝗘 𝗥𝗢𝗦𝗘 || 𝐌𝐢𝐜𝐡𝐚𝐞𝐥 𝐊𝐚𝐢𝐬𝐞𝐫Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang