Ani terbangun dari tidurnya dengan nafas memburu. Tubuhnya sudah basah karena keringat dingin. Huft. Gadis itu menghela nafas sejenak. Mimpi buruk itu datang lagi.
Ani melirik kearah jam yang terletak di atas nakas. Pukul tujuh pagi.
Ani bergegas menuju kamar mandi untuk membersihkan diri, setelah itu menuju keruang makan. Di sana sudah ada papa dan koran paginya. Dan dimeja makan sudah tersaji menu sarapan lengkap. Ada nasi goreng dan roti.
"Pagi, pa". Sapa Ani sembari duduk di kursi sebelah sang kepala keluarga.
"Pagi, sayang". Balas papa.
"Ck. Kebiasaan banget sih, pa. Kalau mau baca koran itu jangan di meja makan donk". Grutu Ani sambil menyendok nasi goreng yang ada di hadapannya.
"Baiklah putriku yang cerewet". Balas papa sambil melipat kembali koran paginya. Mungkin sepulang kerja baru bisa melanjutkan kembali.
Mereka melanjutkan sarapan dengan hening.
"Ani, apa kamu masih sering mimpi buruk?". Tanya papa tiba-tiba. Setelah beliau menyelesaikan sarapan paginya.
Ani terdiam. Enggan menjawab.
"Ayolah Ani, ini sudah lewat satu tahun lebih dan kamu belum bisa melupakan kejadian malam itu?".
Ani semakin menunduk. Sendok yang berada di tangannya diletakkan begitu saja di atas piring. Nafsu makannya hilang entah kemana.
"Maaf, pa". Lirihnya.
"Ani ...".
"Mana mungkin Ani melupakan malam dimana papa harus kehilangan keluarga papa". Potong Ani cepat. Menatap sendu kearah papa.
"Kamu ini bicara apa, Ani? Kamu juga keluarga papa. Kamu anak papa".
Ani menggeleng. Selalu seperti ini. Papa selalu mengelak tapi Ani tahu, papa sangat kehilangan mama dan kak Ratna.
"Pa, aku mohon. Bawa mama kembali ke rumah ini". Pinta Ani.
"Ani. Kamu tahu itu tidak mungkin". Papa menghela nafas panjang.
"Ani mohon".
"Sudahlah. Papa harus berangkat ke kantor". Putus papa cepat.
Ani hanya mengangguk pasrah.
"Hari ini kamu berangkat siang kan?". Lagi-lagi Ani hanya mengangguk. "Papa berangkat". Pamitnya sembari mencium kening putri bungsunya sebelum bergegas keluar rumah.
Ani menghela nafas lagi. "Maafin Ani, pa. Ani tahu, meskipun papa terus mengelak, tapi Ani tahu kalau selama ini papa merasa kesepian semenjak mama dan kak Ratna pergi dari rumah ini. Dan Ani janji, Ani yang akan membuat papa membawa kembali mama dan kak Ratna ke rumah ini. Karena merekalah keluarga papa yang sebenarnya". Desis Ani dalam hati.
Sekali lagi Ani menghela nafas. Papa benar. Sudah satu tahun berlalu sejak kecelakaan itu. Dia tidak tahu apa yang terjadi setelah itu, karena saat ia membuka kedua matanya, hanya papa yang ada di sampingnya. Mama dan kak Ratna pergi entah kemana. Bahkan saat Ani bertanya ke papa, laki-laki paruh baya itu hanya membisu dan berkali-kali mengalihkan pembicaraan.
Tapi Ani tahu, jauh di lubuk hati papa yang terdalam. Papa pasti sangat kehilangan mama dan kak Ratna. Dan Ani berjanji karena itu tidak akan lama lagi, Ani pasti akan menemukan kan mereka dan membuat mereka kembali kedalam rumah ini.
***
Satukan berlalu begitu saja. Selama itu pula Ani tidak melakukan apapun atau bahkan tidak turun dari dalam mobilnya. Gadis itu hanya diam sembari memandang rumah mamanya seolah berharap ada salah seorang yang keluar dari dalam rumah itu. Rumah minimalis yang sudah jadi hunian baru mereka -mama dan kak Ratna - sejak satu tahun lalu.
Baru kemaren Ani mendapatkan informasi tentang keberadaan mama dan kak Ratna dari teman kakaknya. Dan Ani sangat berterima kasih soal itu. Dan disinilah ia sekarang.
Sebenarnya Ani sangat ingin keluar dari dalam mobil dan mengetuk rumah itu, tapi tiba-tiba saja rasa takut menyelimuti perasaannya. Ani takut menerima penolakan dari mama.
Terlintas dipikirannya seorang Ratna, kakak perempuannya. Kak Ratna apa kabar ya? . Guman Ani dalam hati. Mengingat nama itu, dia jadi tambah merindukan kakaknya.
"Mau sampai kapan kita berada disini?". Tegur Mala yang duduk di kursi sebelah Ani. Kursi kemudi.
Ani menoleh kearah Mala, hampir saja dia melupakan kehadiran Mala didalam mobil itu. Dia terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri hingga mengabaikan kehadiran Mala, sahabatnya didalam mobil.
"Kalau cuma dipandangi terus, kapan masalahnya akan selesai? Yang ada hanya membuat waktumu terbuang sia-sia". Oceh Mala.
Ani mengalihkan pandangannya kembali kearah rumah mama. "Aku hanya takut, Mala. Aku tahu ini pasti gak bakal mudah".
"Memulai saja belum, bagaimana kita bisa tahu". Dengus Mala sambil melipat kedua tangannya didepan dada. "Ingat an, waktumu sudah tidak banyak lagi. Kita harus segera menemui profesor setelah ini atau aku akan memberitahu papamu yang sebenarnya".
"Apa itu sebuah ancaman?". Ani menoleh kearah Mala.
"Aku tidak pernah bercanda dengan perkataan ku sendiri". Tegas Mala yang dibalas dengan tawa oleh Ani.
Ani tahu, Mala gadis yang baik. Gadis tombol dan keras kepala ini sudah menjadi sahabatnya sejak tujuh tahun yang lalu. Tidak ada rahasia diantara mereka. Bahkan Mala tau rahasia terbesarnya, rahasia yang ia sembunyikan dengan apik dari papanya.
Ani menghela nafas kasar. "Baiklah, aku akan segera turun".
Gerakan Ani membuka pintu mobil terhenti saat pintu rumah mama yang bisa mereka lihat dari dalam mobil terbuka. Mama keluar dan disusul Ratna dibelakang nya.
Baik Ani ataupun Mala sama tidak bisa menyembunyikan keterkejutan mereka setelah melihat bagaimana keadaan Ratna pasca kecelakaan itu.
Setelah kecelakaan yang menimpa Ani dan Ratna, Ani memang tidak tahu bagaimana keadaan kakak perempuannya. Begitu Ani bangun dari tidurnya, papa hanya menjelaskan bahwa mama pergi dari rumah dan membawa serta Ratna. Tanpa menjelaskan bahwa akibat dari kecelakaan itu membuat seorang Ratna kehilangan penglihatannya.
Ratna dalam keadaan buta sekarang.
****
Happy reading 😊😊
Maaf typo bertebaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kenangan Terakhir
Short Story".... Jangan pernah berpisah tanpa ungkapan kasih sayang untuk dikenang. Mungkin saja perpisahan itu ternyata untuk selamanya". -Jean Paul Reatcher- Note: Hanya kumpulan cerita