• PART 6 : LAST •

123 63 28
                                    

Bandung, Desember 2019

Genap satu bulan sudah sejak kepergian Ferrish. Sampai sekarang aku masih merasakan kehadirannya walaupun sebenarnya dia benar-benar sudah tidak ada lagi. Aku juga masih merasakan pelukan terakhirku bersamanya.

Waktu berlalu begitu cepat, tapi untuk kali ini saja aku ingin kembali ke waktu di mana aku masih kelas sebelas. Di hari pertama aku dan Ferrish bertemu.

"Shey, gue sama Maura duluan, ya? Kalau lo udah selesai, kita ada di luar," ucap Kris yang aku jawab dengan sebuah anggukan.

Sepeninggalan mereka, aku kembali menatap sebuah gundukan tanah yang masih basah karena kami baru saja menyiramnya dan sudah ditaburi bunga kembang dengan sebuah batu nisan yang ditancap di atasnya.

Ferrish Kailangga
Lahir : 1 Mei 2002
Wafat : 2 Mei 2019

Membaca namanya saja, membuatku tidak sadar bahwa air mataku lagi-lagi mengalir untuk kesekian kalinya dalam sebulan ini. Hari ini adalah hari ketiga puluh aku, Kris, dan Maura mengunjungi makam Ferrish. Sejak hari itu, kami menjadi teman baik. Dan aku juga mengenalkan Caya pada mereka.

"Fer, gak terasa, ya, udah tiga puluh hari sejak terakhir kali gue lihat lo." Aku tersenyum pedih. "Lo tau, tinggal beberapa bulan lagi gue, Caya, Kris, dan Maura bakal lulus dari SMA. Gue senang banget kita bakal jadi mahasiswa, tapi sayangnya rasa senang gue cuma sementara karena kita lulus gak bareng sama lo. Lo lebih memilih meninggalkan kita dengan begitu banyak kenangan yang sulit untuk kita lupakan.

"Gue sempat berpikir lo itu egois, Fer. Setelah lo tau perasaan gue, lo gak mau ada di sisi gue lagi, tapi gue mencoba untuk mengerti. Dunia lo udah berbeda dengan dunia kita. Lo gak boleh mengambil keputusan untuk terus ada di dunia ini. Karena mungkin Tuhan udah menyiapkan tempat yang terbaik buat lo. Jadi, gue mencoba buat ikhlas. Karena kalau gue gak ikhlas, pasti lo gak tenang, 'kan, di atas sana?" Aku terus berbicara sendiri pada makam di depanku ini. Karena aku yakin, Ferrish pasti mendengarku dari atas sana.

"Fer, makasih, ya, lo udah mau kenalan sama gue selama satu bulan yang kemarin. Gue senang banget. Semoga lo gak lupa sama apa yang gue suka." Aku mengusap batu nisan yang bertuliskan namanya. "Yang gue suka itu ... lo, Ferrish. Lebih dari apapun."

Aku menatap langit siang yang begitu terang. Tidak ada lagi sosoknya yang selalu menghalau cahaya terangnya untukku. Seperti satu bulan kemarin.

"Makasih banyak, ya, Fer, untuk semuanya. Sekarang gue mau pergi dulu. Besok gue ke sini lagi, kok." Aku berdiri dan tersenyum menatap batu nisannya. "Oh, iya, gue mau bilang. Kalau lo itu adalah ... cinta pertama gue, Ferrish Kailangga."

Setelah mengucapkannya, aku pergi dari tempat itu. Semakin aku berjalan menjauh dari makamnya, semakin aku belajar bahwa 'cinta itu tidak harus memiliki'. Karena aku pernah mendengar sebuah lirik lagu yang mengatakan 'if you love someone you got to learn to let them go'. Dan aku sudah menerapkannya dalam hatiku.

Ferrish, sekarang aku udah ikhlas sama perasaanku. Karena kamu yang udah mengajariku. Terimakasih, Fer.

Ingatlah, bahwa kamu pernah menjadi ... orang yang kucinta.

Selamat tinggal, Ferrish.

THE END

-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_

Terimakasih untuk kalian yg udah mau berjuang bersama-sama 😭
Dan ini memang udah endingnya.. Kalian pasti dengan mudah bisa menebak :")
Sampai jumpa di info selanjutnya :*
Jangan lupa untuk vote, comment, and share 💙

Metafora : Without Saying Goodbye ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang