30

1K 172 54
                                    

Kemarin sempat ketekan publikasikan! Maaf, wkkwkwkw
Padahal belum siap ngetik akuhhh😣

Dua puluh menit kemudian, mereka tiba di apertemen Arian. Begitu masuk, mereka di sambut dengan ruangan bergaya minimalis bernuansa biru laut. Lantainya mengilap dan semua furniture-nya tertata rapi. Melihat itu, Aby mulai berpikir kalau ajakan Arian untuk mengajak Meta membersihkan apertemennya hanya untuk modus semata.

"Udah rapi gini, apa yang harus diberesin coba?" seru Meta, ketika memandang berkeliling. Ruangan itu bersih, bahkan tak berdebu sama sekali.

"Hmmm, ini lantainya belum dipel. Terus, ada beberapa barang yang harus diambil. Saya juga mau gorden jendelanya ditukar sama yang baru." Arian menunjuk ke sana kemari dengan santainya, tak peduli dengan tampang kesal kedua orang di depannya.

"Ya udah buruan dikerjain, entar kemalaman lagi!" Meta menaruh tasnya ke dekat sofa, menatap Aby dengan senyum manis. "Lo duduk aja. Gue bentar kok."

Aby mengangguk lantas duduk di sofa. Diliriknya Arian sesaat yang ternyata juga meliriknya.

"Itu cowok lo, suruh pulang aja kalo nggak mau bantuin," ucap Arian saat melintasi Meta.

"Nggak usah nyinyir gitu deh jadi cowok."

"Heran saya sama kamu. Masa mau dijadikan bucin sama anak SMA?"

"Biarin dong, kan nggak ngerugiin situ!"

Arian mendengus. "Saya ngomong gini karena saya peduli sama masa depan kamu. Di usia kamu yang sekarang, nggak ada gunanya lagi main-main sama perasaan."

Meta menatap mata Arian yang menyiratkan kepedulian. Ini kali pertama Meta melihat ketulusan dari seorang Arian. Tapi, kemudian Meta ragu, apa itu yang tadi ngomong Arian? Atau jangan-jangan otaknya sudah berpindah ke tempat yang seharusnya? Tumben.

"Masa depan gue kan bukan urusan lo," timpal Meta, pedas.

Arian menganggukkan kepalanya. "Kamu benar sih. Itu bukan urusan saya."

Aby menoleh ke belakang, melihat Meta dan Arian yang sedang mengobrol. Mereka tampak serius, bahkan tak hanya bibir, mata mereka pun ikut berbicara.

Aby jadi ingat soal rencananya untuk memutuskan Meta tadi. Jika dulu kata putus dengan mudahnya dia ucapkan ke cewek-cewek yang pernah jadi pacarnya, sekarang justru kata itu seperti haram melewati tenggorokannya. Apalagi ketika mata Meta yang setiap menatapnya seperti sedang berbinar-binar, membuat Aby ragu untuk mengakhiri hubungan itu.

Ditambah lagi saat melihat Meta bersama laki-laki lain. Aby merasa tak nyaman. Lebih-lebih lagi jika orang itu adalah Arian, perasaan Aby makin tak keruan dibuatnya.

Apakah ini yang dinamakan cinta?

"Anjir, bahasa apaan tuh?" Aby mencibir dirinya sendiri.

Selama ini kan Aby terkenal paling bisa mem-bucin-kan para gadis, kenapa justru dia yang lebih dulu jadi bucin?

"Ehem!" Aby sengaja berdeham agak keras untuk mencuri perhatian keduanya.

Meta dan Arian menoleh bersamaan, sebelum akhirnya bubar. Meta pergi ke kamar mandi untuk mengambil peralatan untuk mengepel lantai, sementara Arian pergi ke ruangan lain.

Saat Meta sedang menggosok-gosok lantai, Aby berjalan melewatinya.

"Mau ke mana?" tanya Meta.

"Ke toilet."

"Awas jatuh, lantainya licin!" Meta mengingatkan.

Aby tak mengubris, ia berjalan dengan angkuhnya melewati Meta. Tak disangka-sangka, dia terpeleset lalu jatuh ke lantai dengan posisi telungkup. Meta kontan tertawa terbahak-bahak, tak peduli dengan ekspresi Aby yang malu dan kesal dalam waktu bersamaan.

MetaForATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang