Sendiri dan Sepi

11 2 0
                                    

Tepat jam 6.30 WIB mamang angkot yang senantiasa menjemput aku dan teman-teman satu kompleks sudah menampakan batang hidungnya, tak butuh waktu lama untuk mengumpulkan rombongan anak kompleks yang didominasi perempuan ini, karena yang laki-laki kebanyakan memilih naik ojek atau membawa motor sendiri.

Tarif yang dikenakan sekali naik hanya Rp 3.000, sangat murah bukan?. Aman dan nyaman namun jika belum terbiasa dengan duduk miring dengan arah mobil bergerak lurus kedapan, mungkin kalian akan merasakan sedikit pusing atau bahkan mual. Tapi bagi kami yang sudah setiap hari menaiki mobil angkot itu sudah menjadi hal yang biasa.

Sekitar 15 menit kami sampai ditempat tujuan, jam masih menunjukan pukul 6.45 WIB. Semua siswa bergegas dengat cepat karena hari ini adalah hari senin dan bukan rahasia lagi jika disetiap hari itu kami selalu berkumpul dilapangan untuk melaksanakan upacara bendera.

Aku berjalan seperti biasa saja tidak berlarian kecil seperti yang lain. Kelas ku berada disebelah kanan saat memasuki gerbang, tidak butuh waktu lama untuk tiba dikelas yang bertuliskan IX.9 itu. Setibanya disana tidak ada yang kulakukan, hanya duduk dibangku yang bertempat dibarisan nomor satu tetapi paling ujung didekat pintu kelas.

"huffft...", aku mendengus kecil.

Hari-hari yang monoton ini sudah aku alami kurang lebih setahun belakangan. Padahal tinggal menghitung bulan untuk perpisahan tetapi rasanya tak ada sedikitpun rasa aku akan rindu masa SMP ini. Pikiran ku hanya ingin melanjutkan belajar ku ke SMA dan melewati masa putih abu-abu dengan menyenangkan dan tidak membosankan seperti sekarang. Saat sepi seperti ini aku hanya mengandalkan hp atau buku dan benda lainnya yang bisa kuajak interaksi. Wattpad menjadi aplikasi yang sering kubuka ketika sepi ini melanda.

Kulirik jam ditanganku "3 menit lagi upacara", batinku. Aku langsung mengambil topi biru berlogo Tut Wuri Handayani dengan warna emas itu didalam tas ku.

"ayo sel kita kelapangan" ujar gadis yang duduk disebelahku.

Biarku perkenalkan namanya Ira Anggara, biasa dipanggil Ira, dia memakai jilbab, bertubuh tinggi, dan matanya sipit.

"hmm.. ayo", jawab ku. Aku segera memasang topi dan memasukkan rambut panjang ku yang ku kuncir satu dicelah yang ada dibelakang topi. Caca dan Selvi pun menyusul, mereka duduk tepat dibelakan kursi ku dan Ira.

Kriiingg......

Bel panjang barusan menandakan jam masuk sekolah sekaligus untuk memulai upacara bendera dipagi hari ini. Aku baris ditengah-tengah, tidak paling belakang juga tidak paling depan. Upacara berlansung khidmat seperti biasa, dan diakhir upacara selalu ada acara tambahan yang akan mengumumkan siapa kelas terbersih dan terkotor.

Kelas terbersih akan mendapatkan trophy dan yang kotor akan menjadi juru kunci yang akan dikalungkan khusus kepada perwakilan kelas dari guru atau yang lebih parahnya lagi dari kepala sekolah langsung.

"dan untuk kelas yang terkotor minggu ini adalah...", ujar bu Sasi sengaja menggantung kalimatnya, tujuannya untuk membuat semua kelas memperhatikannya dan merasa penasaran sekaligus was-was, tapi berbeda dengan kelasku yang sekarang tampak tak acuh akan pengumaman tersebut. Bu Sasi seperti mengambil ancang-ancang untuk melanjutkan kalimatnya yang ia gantung barusan.

"kelas IX.9!", ujarnya dengan sangat lantang. Sontak aku dan teman-teman kelas ku langsung bertolehan satu sama lain.

"haduhh mampus kita!".

"duhh gimana nih? Nanti pasti kena marah", begitulah cuap-cuap kegaduhan yang terjadi.

"untuk kelas IX.9 silahkan perakilannya maju kedepan!" , titah bu Sasi. Dalam keadaan seperti inilah ketua kelas sangat dibutuhkan sebagai perwakilan kelas, dan Raffa sudah pasrah jika dirinya yang akan ditumbalkan dalam keadaan genting seperti sekarang.

Abu-Abu menjadi PelangiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang