5. Merepotkan

26 9 2
                                    


Rayya dan Farel sama sama kaget. Bagaimana Karin bisa tahu rencana Rayya.

Rayya menggeleng, tersenyum malu.

"Gimana mama bisa tau?"

"Mama sudah terlalu hafal dengan Rayya yang sering  meminta maaf karena sudah ngerjain kamu, dengan mengaitkan nama Pak Zulfi."

Farel mengangguk, ia sudah kebal menghadapi kelakuan sahabatnya yang sangat merugikan untuknya.

"Rel, Rayya nginep disini ya." Rayya memasang wajah imutnya, berusaha merayu pria di depannya.

"Nggak." Farel melipatkan kedua tangannya, bersikap angkuh. Ia tidak ingin direpotkan lagi oleh gadis rempong yang selalu mengusik kehidupannya.

"Tante, boleh kan?" Rayya tidak menyerah begitu saja, ia yakin kalau wanita yang berstatus sebagai ibunya Farel tidak akan menolaknya.

Sesuai dugaan Rayya, Karin mengangguk dengan senyumannya. Menunjukkan kasih sayang seorang ibu bagi putrinya.

"Makasih tante." Rayya memeluk Karin, lalu menjulurkan lidahnya untuk mengece Farel.

"Tante sudah sholat? Kita jamaah aja yuk. Dulu kata mama Rayya, pahala sholat jamaah lebih besar dibanding sholat sendiri." lanjut Rayya menarik tangan Karin dan Farel untuk wudhu.

Namun Karin berhenti, ia melihat wajah Rayya yang kelihatan bingung.

"Rayya, kamu tahu ucapan kak ros?"

Rayya mengerutkan keningnya, berusaha mengingat ingat kalimat kalimat kak ros ketika ia menonton kartun kesukaannya upin ipin.

"Perempuan kan istimewa." lanjut Karin tersenyum.

Rayya mengangguk paham, ia membalas senyuman Karin lalu menarik tangan Farel untuk mengambil air wudhu.

***

Rayya menangkupkan kedua tangan ke wajahnya, mengucapkan aamiin...

"Farel, tadi Farel doa apa?" tanya Rayya sambil melepaskan rukuhnya.

"Kepo lo."

Rayya merapikan rukuh lalu menyimpannya kembali. Ia berdiri sambil menatap Farel yang sedang duduk entah memikirkan apa.

"Kalo Rayya tadi doa supaya perasaan Rayya terbalaskan."

Tetap hening, tidak ada jawaban dari Farel. Rayya ikut duduk di sampingnya.

"Farel selalu kepoin hidup orang lain, tapi nggak pernah kepoin hidup Rayya."

Farel tetap diam, tanpa menoleh pada Rayya. Akhirnya gadis itu menyerah, ia pergi keluar dari ruang sholat.

***

"Assalamualaikum."

Seorang perempuan berdiri mengetuk pintu, dengan dua koper besar disampingnya.

Rayya membuka pintu, mulutnya terbuka sempurna melihat gadis berambut pendek dengan senyuman khasnya.

"Keisyaaaa."

Rayya segera menarik Keisya dalam pelukannya, saling melepas rindu. Mereka berdua pun masuk, menemui Karin yang sedang menyiapkan makan siang.

"Mama."

Karin menoleh ke sumber suara, ia mengenali suara itu. Karin segera berlari memeluk putri bungsunya yang telah lama tidak ia lihat secara langsung.

Karin menyuruh Keisya duduk, mengajak seluruh penghuni rumah untuk menghentikan cacing cacing yang sedang demo di dalam perut.

"Pulang dari London bukannya seneng malah cemberut gitu Kei." ucap Karin membuka pembicaraan.

"Capek ma, gara gara ada masalah disana jadi diundur pulangnya. Kei nggak masuk sekolah deh."

"Harusnya lo bersyukur bisa ke London gara gara menang olimpiade. Boro boro menang olim, masuk 10 besar di kelas aja gue udah seneng guling guling di lantai." Farel membandingkan dirinya dengan adik jeniusnya.

***
Manusia yang tinggal dalam rumah 2 lantai itu sedang seru menonton tv kesukaan keluarga mereka, Upin Ipin.

"Maaf semuanya, Rayya ngerepotin kalian ya." Rayya menunduk ketika acara Upin Ipin selesai. Ia sedikit sadar diri, takut jika kehadirannya hanya akan memberi beban dalam keluarga harmonis ini.

"Rayya bicara apa sih, sama sekali nggak merepotkan kok." Karin mengelus puncak kepala Rayya.

"Memangnya di rumah kak Rayya ada apanya sih?" Keisya ikut bicara.

Rayya menghela pelan, dapat dilihat dengan jelas saat ini Rayya sedang gelisah. Rayya menatap orang orang yang juga menatapnya. Manusia yang tidak ada ikatan keluarga dengannya, tapi selalu menghibur dan melindunginya.

"Akhir bulan ini, papa selalu bawa perempuan ke rumah. Rayya belum siap ada orang yang ingin menggantikan posisi mama, walaupun mama udah nggak ada."

Keempat manusia didekatnya merasa iba pada Rayya. Seorang Rayya yang selalu ceria, tidak disangka ia juga bisa bersedih. Manusia tetaplah manusia.

"Rayya jangan sedih, ada kita yang selalu siap jadi tempat curhat buat kamu."

"Rayya juga harus bisa terima perempuan pilihan papa Rayya, jika itu yang terbaik buat keluarga Rayya."

Karin menasehati dengan kata kata seorang ibu, memeluk Rayya dalam dekapannya.

"Setiap hari juga nggak papa kalo kak Rayya mau nginep disini, kita bisa sering main." Keisya ikut memeluk Rayya, ia sudah menganggapnya sebagai kakaknya sendiri.

"Mama jadi kangen sama Dian, gimana kalo besok kita ziarah ke makamnya."

"Papa setuju kok, sekalian kita bisa jalan jalan biar Rayya bahagia." Ajak Narendra semangat.

Ada yang baca nggak ya? Maaf ya kalau jelek atau apalah wqwq. Ini hanyalah fiksi atau maaf, halu aku ya.

Yang baca tolong dong, boleh like, boleh comment, boleh share, boleh subscribe juga kok.

Bener nggak? Ya nggak? Ya kan? Ya dong?

Salam sayang dari Farel dan Rayya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 02, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

FaRa KepompongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang