"Eerrhhggg" dengan terus menggaruk-garuk kepala, kak Riko merengut oleh karena tumpukan berkas yang harus dikerjakan hari itu juga. Kepala rasanya mau pecah. Tingkahnya itu menaruh perhatian dari rekan sekerjanya yang memperhatikan dirinya terus mengeluh. Salah satu dari antara mereka berkata, "Hei, enggak usah pusing ngerjainnya. Tenang, nanti kami bantu kok." Dengan mukanya yang kusut kak Riko menjawabnya, "Apa-apaan ini. Kalian kok jadi sok perhatian gitu." Temannya berkata, "Loh, bukannya begitu. Kami mau nyenengin kamu dulu dong, sebelum kamu pindah kerjaan. Gimana kalau habis ini, kita makan-makan. Setuju gak?" Mendengarnya membuat kak Riko seketika sumringah. Tanpa mengeluh dia melanjutkan kembali pekerjaannya. Sesuai janji teman-temannya, mereka akhirnya makan bersama di salah satu restoran di pusat kota.
Seperti kebiasaan mereka, tidak ada yang boleh menggenggam ponsel di saat sedang berkumpul. Siapa pun yang pertama kali menggenggam ponsel sewaktu makan, dia harus membayar semua makanan teman-temannya. Sungguh bahagia perasaan kak Riko hari ini. Penatnya sirna seketika. Mereka kemudian melanjutkan senang-senangnya lagi dengan berkaraoke di tempat yang tidak jauh dari restoran itu. Karena terlalu asyik, tidak terasa waktu telah menunjukkan pukul 22.30, sehingga mereka menyudahi acaranya. Kak Riko buru-buru pulang agar dapat sampai ke rumah dengan cepat. Begitu tiba, dia mendapati Reno yang tampaknya sudah tertidur lelap di kamarnya. Kak Riko melangkahkan kakinya dengan lambat dan menutup pintu dengan perlahan agar adiknya tidak terbangun. Kemudian, dia pun tidur dengan pikiran yang tenang. Padahal, dia belum menyadari jika masalah baru akan terjadi!
..........
Reno terus memantau jam tangannya. Perasaannya mulai kesal, tapi dirinya terus berpikiran positif, siapa tahu kakaknya terkena macet di tengah perjalanan. Reno pun jongkok karena tak kuat berdiri lama. 1 jam telah berlalu, dan tidak ada tanda-tanda kakaknya akan menjemput. Dia masih terus berharap akan kedatangannya. "Ah, coba aku tunggu 15 menit lagi. Siapa tahu kakak datang." pikirnya lagi. Tapi tetap saja kakaknya tidak kunjung tiba. Akhirnya dia memutuskan untuk pulang. Dengan berjalan perlahan menuju stasiun, Reno berharap kak Riko akan menghampirinya dari belakang. 'Tin-tin.' Terdengar klakson mobil dari kejauhan. Mendengarnya membuatnya sangat antusias. Sayangnya, ternyata itu mobil orang lain. Reno terus menelpon kakaknya, tapi tidak kunjung diangkat. Pupuslah sudah harapan dan keinginannya hari ini untuk mengunjungi bukit kenangan itu lagi. Reno benar-benar kecewa terhadap kakaknya. Sungguh tega dia memperlakukan seperti itu padanya.
Murka, perasaan inilah yang kini telah merasukinya. Meski langit tidak mendung, dunia seakan tampak menggelap. Selama berada dalam kereta menuju arah pulang, bahkan seorang balita dalam pangkuan ibunya pun menangis saat memandang wajah Reno yang suram. "Ya sudah kalau begitu. Pergi saja dia dari sini. Aku enggak peduli!" merengutnya dalam batin. Karena suasana hati sangat kacau, Reno tidak dapat berkonsentrasi dalam mengerjakan PR di kamarnya. Mengapa kak Riko melupakan janjinya? apa yang dia lakukan, hingga malam begini belum pulang juga? pertanyaan tersebut selalu terngiang-ngiang dalam pikirannya, jiwa rasanya gelisah.
Karena tidak fokus belajar, tanpa sadar Reno hanya menyoret-nyoret buku tulisnya dan belakangan baru menyadarinya. 'Blek' dia tertidur dalam posisi masih berada di bangku dan meja belajarnya karena tidak kuat menahan kantuk menunggu kakaknya pulang. Dalam tidur nyenyaknya, Reno memimpikan dirinya yang masih kecil sedang asik bermain bersama kakaknya di bukit kenangan. Sontak hal itu membuatnya terbangun. Jam weker LEDnya menunjukan pukul 22.16, dan dia masih sendiri di kamar. Reno pun berpindah posisi ke kasurnya agar tidurnya lebih nyaman. Meski berusaha memejamkan mata, tapi sekarang rasanya sulit untuk tidur kembali. Tidak lama setelah itu terdengarlah suara mobil dari garasi depan rumah. Siapa lagi kalau bukan kakaknya. Dalam hati ingin segera mempersoalkan masalah ini pada kakaknya, tapi Reno menahannya. Dia buru-buru mematikan lampu kamar dan mengatur posisi berbaringnya, agar kak Riko mengira jika adiknya itu sudah tidur dari tadi.
Dan benar saja, ketika kak Riko memasuki kamar dia melangkahkan kaki dengan lambat dan menutup pintu dengan perlahan karena takut adiknya terbangun. Setelah mandi dan berganti baju, kak Riko masih meluangkan waktu untuk mengurus sisa pekerjaannya. Dia menggarapnya di meja yang sebelumnya digunakan Reno untuk belajar. "Iuh" kak Riko merasa jijik karena tidak sengaja menyentuh lendir dari tengah meja itu. Dia tidak tahu jika lendir itu adalah air liur Reno sewaktu tertidur di situ. Dengan cepat Kak Riko mengerjakan tugas-tugasnya. Tanpa sengaja dia memperhatikan kalender meja yang ada di hadapannya, dan barulah tersadar jika dirinya telah melupakan suatu rencana. Dengan ketakutan kak Riko memandang Reno yang tengah berbaring itu. Tapi, dia menyusun cara agar rencana tersebut dapat terpenuhi di hari berikutnya.
Hari telah berlalu, matahari mulai menampakan sinarnya. Reno terbangun dari tidurnya karena alarm dari ponselnya berbunyi dengan keras. Dengan sigap dia mempersiapkan kebutuhan sekolahnya. Tidak hanya itu saja, Reno juga harus mempersiapkan fisiknya dengan matang karena mulai menjelang akhir semester ini, dia akan pulang sekolah lebih lama oleh adanya pelajaran tambahan untuk mempersiapkan dirinya mengikuti ujian nantinya. Hal itu membuatnya sangat sibuk. Selain pulang hingga sore hari, di rumah juga harus belajar dengan ekstra pula. Kadang harus sempatkan waktu untuk les privat di hari tertentu, menyebabkan waktunya dengan keluarga semakin sedikit.
Kak Riko berupaya menyusun rencana untuk bisa bersenang-senang dengan adiknya demi memenuhi janjinya. Tapi semuanya itu sia-sia. Reno lebih mementingkan waktu belajarnya daripada meladeni ajakan kakaknya. Ini membuat kak Riko menyesal karena telah melupakan janjinya yang lalu, malah dia membuat acara sendiri bersama rekan kerjanya. Tidak terasa hari menuju perpisahan akan tiba, besok kak Riko akan pergi meninggalkan keluarganya. Di malam terakhir, mamanya memasak beberapa makanan kesukaan anaknya itu. Setelah dihidangkan di atas meja bundar, mereka pun kemudian duduk bersama. Tapi di antara empat kursi yang mengelilingi meja itu, ada satu kursi yang kosong.
Ternyata hingga pukul 19.30, Reno belum pulang juga. Awalnya mereka bermaksud untuk menunggu Reno terlebih dahulu, tapi karena terlalu lama menanti, belakangan mereka makan tanpa kehadirannya. Memang sebelumnya Reno belum diberi tahu jika mereka akan mengadakan makan malam bersama. Jadi dia tidak dapat disalahkan juga jika tidak mengikutinya. Akhirnya Reno pulang setelah 1 jam berlalu. Dia memandangi rumah dalam keadaan gelap sebab keluarganya telah beristirahat di kamarnya masing-masing. Perut rasanya keroncongan, maka dia ke dapur untuk mencari makanan yang tersisa. Saat hendak membuka tudung saji, Reno terkaget-kaget hingga melempar tudung sajinya itu. Karena tiba-tiba..
Bersambung....
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Lepas Genggamanku
Jugendliteratur"Aku kira hidupku akan baik-baik saja. Setelah lepas dari problem yang telah lama membelenggu jiwa, kali ini dihadapkan oleh problem yang menggelisahkan hati serta pikiran. Aku adalah anak muda labil yang segalanya selalu diarahkan orang tua. Tetapi...