'Hhhhuuuhhhh' Mata pelajaran terakhir hari ini adalah matematika, buat Reno jadi malas. Lagi-lagi dia mendapat nilai jelek. Sontak teman kelas menertawakannya, bahkan ada yang menghinanya. Reno bukanlah orang yang berkarakter keras, sehingga dirinya tidak membalasnya ketika di perlakukan jahat. Di waktu yang sama, kak Riko berjanji akan menjemputnya dan kini dia telah menunggu lama di luar gerbang sekolah. Kak Riko terus memperhatikan setiap siswa yang berhamburan keluar gerbang, tapi tidak kunjung menemukan adiknya. Sesekali dia menanyakan keberadaan Reno kepada teman kelasnya yang ditemui. Mereka memberi tahu jika Reno masih berada dalam kelas.
"Astaga, gitu saja gak bisa kerjakan? payah! ; nilainya bikin malu saja ; dih, gak level temenan sama dia kalau kaya gini ceritanya." Reno hanya tertunduk malu bagaikan tersangka kejahatan saat di permalukan oleh sekumpulan teman kelasnya. "Apa-apaan nih?" salah satu siswa mendekat, lalu mendapati nilai bertinta merah yang tercantum di buku tulis Reno. Dia mencengkramnya dan berniat melemparkannya pada wajah Reno. Tetapi, tiba-tiba mereka mundur perlahan meninggalkan Reno. Setelah menegakkan kepala, Reno kaget sejadi-jadinya karena memandang ruang kelas yang mendadak sepi. Entah kemanakah para pengganggu itu kabur. Saat menoleh ke belakang, terdapat sosok kakak yang berdiri di baliknya.
Kak Riko mengambil buku tulisnya yang tergeletak di lantai seraya mengamati nilai yang jelek, "Pulang sekarang!" perintahnya lalu pergi meninggalkan adiknya di kelas tanpa menunggu lama. Reno sungkan saat memasuki mobilnya. Dia was-was kalau saja kak Riko akan memarahinya karena berulang kali mendapatkan nilai matematika yang jelek. Menelan air ludah saja rasanya sungguh berat. Dalam perjalanan itu, kak Riko sama sekali tidak berbicara sepatah kata pun. "Waduh gawat nih kalau kakak diam terus. Pasti dia marah banget. Bisa bahaya nih di rumah." Reno menjadi gelisah. Sesampainya di rumah, kak Riko langsung mendekati orang tuanya di ruang keluarga. Benak Reno dengan keringat dingin yang terus bercucuran, "Waduh, gawat nih kalau di laporin sama mama-papa, aku bisa di marahin. Aduh gimana dong."
Reno yang sedang menguping dari balik pintu itu mendengar semua perkataan kakaknya. "Jadi mama-papa, barusan aku ( bla-bla-bla ). Nah seperti itu jadinya." Reno yang sangat khawatir sambil menyipitkan mata serta menutup telinganya sontak terperangah. Ternyata, kak Riko tidak mengadukan masalah tadi di sekolah, melainkan menceritakan urusan pekerjaannya. Meski begitu, Reno terus menunggu kakaknya hingga selesai bicara, tapi tidak ada satu kata pun yang mengungkit-ungkit dirinya. Reno pun akhirnya bisa bernafas lega.
"Kak, aku minta maaf ya kalau nilai matematikaku jelek lagi," kata Reno kepada kakaknya di saat sedang mengerjakan PR di dalam kamar. Kak Riko tidak menjawab. "Soalnya tadi bu guru kasih rumus baru, kan aku belum paham. Mungkin aku baru bisa paham kalau di pelajari lagi di rumah." lanjutnya. Kak Riko yang tengah rebahan di kasur sambil stalking instagram, malas menanggapi penjelasan adiknya. Selama satu jam lamanya, akhirnya Reno menyudahi belajarnya karena tidak kuat lagi menghitung rumus-rumus matematika yang memusingkan pikirannya. Dia segera beranjak ke kasur untuk istirahat, agar dapat menenangkan otak dan pikirannya yang mumet. "Reno.." kak Riko memanggilnya. "Hhhmm.." sahutnya.
"Seandainya kalau tadi aku gak ada di kelas, apa yang terjadi ya?" Reno menjawab, "Ya mungkin buku tulis ku di robek, atau di banting, atau mungkin di lempar ke muka aku, kak." Kak Riko bertanya, "Masa? apa mereka masih tega berbuat begitu, Ren?" Reno berkata, "Ya kakak kan sudah lihat sendiri tadi di kelas." Kak Riko menjelaskan, "Dari tadi aku diam bukannya marah karena kamu dapat nilai jelek. Tapi aku khawatir, gimana ya nantinya kalau kamu sendiri tanpa aku? bisa gak kamu atasi pembullyan?" Reno terdiam. Dia tidak yakin bisa menjawabnya. Malam itu, mereka saling bercerita dan Reno mendapat saran dari kakaknya mengenai pembullyan yang dialaminya.
Ya, kurang dari dua minggu lagi, kak Riko akan meninggalkan rumahnya. Reno mulai berlatih membiasakan diri hidup mandiri tanpa kakaknya. Contohnya, dia mengatasi sendiri pembullyan di sekolah tanpa bantuan atau belaan dari sang kakak seperti biasanya. Reno juga tidak pernah mengeluh tentang masalahnya di sekolah. Dia tidak ambil pusing jika ada yang mengejeknya, karena menganggap orang-orang seperti itu bagaikan tembok saja. Ini membuat kak Riko berpikir jika adiknya siap hidup tanpa dirinya. Tak terasa waktu terus berjalan menuju hari perpisahan. Kak Riko semakin sibuk bekerja untuk menyelesaikan tanggung jawab pekerjaan sebelum akan pindah. Bahkan dia beberapa hari lembur atau pulang hingga larut malam. Reno berupaya mencari kesempatan untuk jalan bersama. Dia sering mengajak kakaknya pergi ke mall, olahraga di GOR, dan jalan-jalan ke taman kota. Tetapi semua ajakannya ditolak.
Segala kesibukan membuat kak Riko jenuh. Kak Riko pun berpikir bahwa setidaknya dirinya harus menyediakan waktu untuk keluarganya sebelum pergi meninggalkan mereka. Karena kalau terus menuruti pekerjaan tidak akan pernah habisnya. Setelah perenungan itu, kak Riko segera meminta izin untuk pulang lebih awal. Dia berniat untuk mengajak keluarganya jalan-jalan ke mall. Dia juga membelikan barang apa saja yang diinginkan mereka di sana. Papa meminta jam tangan sedangkan mama menginginkan tas. "Ren, kamu mau aku belikan apa?" tanya kak Riko pada Reno. "Hhmm, nggak ada kak." jawabnya dengan ketus. Kak Riko menawarinya lagi, "Yakin? mumpung aku di sini loh." Reno bersikeras, "Nggak. Semua kebutuhanku sudah terpenuhi kok, gak ada kekurangan. Jadi gak perlu belikan apa-apa lagi kak."
Sambil memegang pundak adiknya kak Riko berkata, "Ini bukan soal barangnya, tapi kenangannya Ren." Reno melepaskan sentuhan kakaknya, "Memangnya kakak mau pergi selamanya, sampai mau beri barang untuk kenang-kenangan?" Kak Riko terbelalak, "Loh, maksudku bukan begitu Ren," Reno bereaksi, "Gak usah belikan aku apa-apa. Kakak sudah ajak kami kesini saja, aku sudah senang, soalnya dari kemarin-kemarin kakak gak bisa diajak jalan-jalan terus kan?" Kak Riko hanya terdiam mendengarnya.
Bersambung..
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Lepas Genggamanku
Novela Juvenil"Aku kira hidupku akan baik-baik saja. Setelah lepas dari problem yang telah lama membelenggu jiwa, kali ini dihadapkan oleh problem yang menggelisahkan hati serta pikiran. Aku adalah anak muda labil yang segalanya selalu diarahkan orang tua. Tetapi...