Negeri Perubahan

23 4 0
                                    

Masih dalam keadaan sebelumnya. Ketika Bandung masih berserakan dengan pecahan kaca-kaca

Kota ini masih luluh lantah. Kerusakan terjadi di mana-mana. Para warga kota saling berjatuhan; tak berdaya.

"Ini semua adalah akibat karena kita semua tidak mengindahkan ultimatum pertama di tempo November lalu. Ini semua salah para TRI. Ini semua juga salah pemerintah."

Suara itu terdengar tertatih-tatih. Menyalahkan TRI dan pemerintah akan semua yang terjadi di hari ini. Kalimat itu membuat siapa saja yang dengar merasa geram. Kenapa dalam keadaaan seperti masih saja ada orang yang hanya bisa menyalahkan kelompok lain? Seperti itu kah orang-orang di negeri ini? Tak bisa apa-apa; hanya bisa menyalahkan.

                                  *****

~Kala itu, Bandung, Agustus '45

Indonesia. Revolusi [6] kian merebak di tanah Persada Nusantara ini. Proklamasi dikumandangkan bukan berarti perjuangan telah usai.

~Yoo ayoo, Indonesia tanah airku! Indonesia kebanggaanku. Kita bisa karena kita percaya. Bersatu bertahan membela sang saka merah putih. Indonesia merdeka. Merdeka!!!~

Senandung lagu itu kian menggema di atas tanah Pasundan ini. Bandung, dengan sejuta sejarahnya. Lagu itu mulai menggema mengelilingi kota ini, dengan berbekal rasa cinta tanah air, mereka, BKR [7] mulai menapakkan kaki; merebut penuh apa yang jadi hak negara ini. Sebuah kemerdekaan yang sejati.

"Yang harus kita lakukan adalah memburu tentara Jepang. Kita harus lucuti mereka. Tak ada satupun kelapa Jepang yang ikut mendiami negeri ini. Kita sudah merdeka, proklamasi sudah dikumandangkangkan. Tapi ingat semua itu belum berakhir. Ini semua justru awal dari cerita. Ingat itu!"

"Siap, Ndan!"

Semangat itu kian berkobar-kobar. Revolusi benar-benar terjadi di negeri ini. Di Jakarta,
Depok, bahkan Bandung revolusi kian membabi buta, semua hal yang berhubungan dengan negeri kincir angin dan negeri sakura menjadi bahan amuk massa. Tak bisa dipungkiri. Rasa dendam pasti ada di setiap hati warga pribumi atas penjajahan yang dilakukan Belanda dan Jepang selama ini.

-Revolusi di Indonesia tak lepas dari anarkisme. Tak ada yang benar-benar suci dalam revolusi.-

Itulah kata-kata dari Lembert Giebels, seorang sejarawan, penulis biografi Soekarno 1902-1950.

"Kak, bukannya negeri ini sudah merdeka? Mengapa kekacauan kembali terjadi?"

"Iya, Cahya, negara ini sudah merdeka. Kekacauan yang kini terjadi hanyalah bagian dari akhir sejarah penjajahan di negeri ini. Semua akan berlalu, Cahya. Tenang saja."

Percakapan itu ada. Suara Cahya. Ia selamat dari hancurnya kota ini. Anak kelas 2 SR itu sama sekali tak mengeluh kesakitan dengan semua hal yang pernah menimpanya selama ia berada di tanah ini. Tak juga menangis atas apa yang terjadi. Ia hanya menanyakan mengapa negerinya selalu mengalami kekacauan. Mengapa tak ada ketrentaman di sini. Ya, di sini, Bumi Persada Nusantara. Sedangkan aku? Aku tak mengerti lagi dengan semua ini. Bahkan, sering kali aku berpikir, mengapa aku ditakdirkan hidup di negara seperti Indonesia, negara yang tak pernah tentram, selalu ada kekacauan, negara yang selalu terpuruk, tak bisa bangkit, tak berdaya. Mengapa? Itu yang sering kutanyakan. Tapi, kini aku sadar hidup adalah roda yang terus berputar. Negeri ini bukanlah kayu yang rapuh. Negeri ini adalah gubuk yang  kini kayu penyangganya sedang jatuh, hanya itu saja. Jika kayu penyangga itu kembali ditegakkan tentu gubuk itu akan kembali kokoh berdiri. Itulah negara ini, Indonesia. Dan itu semua, kini sudah dimulai.

~Ini adalah bagian akhir dari sejarah. Semua akan berlalu,~

Itulah yang dikatakan figur di samping Cahya atas semua yang terjadi di hari ini. Tapi, siapa dia?

Rumput masih nyaman dengan tempat tinggalnya kini. Ayun-ayunan di dahan pohon cemara pinggir jalan itu masih berayun. Kini, semua akan berakhir. Mungkin saja. TKR dengan langkah pasti menapak pijakkan kaki, menyusuri setiap penjuru kota; mencari tentara Jepang yang tersisa. Ini adalah sebuah revolusi besar-besaran. Semua harus berubah!

~Negeri Perubahan~
Kala bayangan semu menyinggahi negeri ini
Bayangannya akan menampakan sebuah rasa gulita
Kala gumpalan awan hitam mulai menaungi negeri ini
Gumpalannya akan bermetamorfosis menjadi gumpalan semangat anak-anak bangsa
Kala sejarah mulai kembali terukir
Ukirannya akan menjadi sebuah prasasti
Kala pemuda gencar mencari jati diri bangsa ini
Rasa gencar itu akan menggema menciptakan satu alunan melodi
Alunan Melodi Perjuangan
Inilah Bumi Persada Nusantara
Negeri yang penuh akan perubahan

Brak!!! Brak!!! Brak!!!

Dobrakan pintu mulai terdengar dari buah gudang tua di Jalan Aceh. Semua yang ada di dalamnya terkejut.

"Mau apa kalian?"

"Mau apa? Coba ulangi sekali lagi! Kami yang seharusnya tanya, mau apa kalian masih di tanah kami? Untuk apa kalian masih ada di sini. Ingat! Negeri ini sudah merdeka. Jepang sudah menyerah kalah dengan sekutu. Tidak ada hak bagi kalian lagi untuk mendiami atau bahkan menjajah kami! Semua telah berakhir. Sekarang kalian yang pilih, pergi tinggalkan tanah kami dengan baik-baik atau...."

"Kami tidak akan pergi. Kami tidak takut dengan kalian-kalian semua. Selamanya kalian adalah bawahan kami. Budak kami!"

Crussss......

Darah mengalir dari punggung Tentara Jepang itu. Bambu yang sangat runcing menusuk punggung Tentara Jepang itu. Pertempuran terjadi. "Satu sirna, semua juga harus sirna." Begitu kata Laskar, Pemimpin Prajurit TRI, kala itu.

Pertempuran antara Tentara Jepang dan TRI meledak. Buyah. Gudang ini riuh, ricuh. Tak kurun dari setengah jam, gudang ini sudah bersimbah darah. Darah yang bercampur antara darah putra kusuma bangsa, dan para penjajah.

Beberapa anggota TRI gugur. TRI kembali kehilangan bagian darinya. Namun, tak ada yang memperhatikan, siapa orang yang tadi menusuk salah satu Tentara Jepang? Mengapa ia begitu berani? Semua pun tak mengetahuinya.

Indonesia bukanlah negeri yang pendendam, Indonesia adalah negeri yang penuh akan kedamaian. Para TRI yang tersisa membawa jasad-jasad anggota TRI yang gugur peperangan tadi ke lapangan, begitu juga dengan para Tentara Jepang yang juga tewas akibat peperangan tadi untuk dishalatkan kemudian disemayamkan. Inilah Indonesia, negeri yang penuh akan toleransi, meski sudah disakiti selama beberapa waktu. Negeri yang sedang berusaha mengubah nasibnya. Negeri yang akan selalu berubah. Negeri perubahan.

~Semuanya akan berlalu. Semuanya akan berhenti. Semuanya akan selesai. Semuanya akan berubah. Tidak sekarang, tapi nanti. Ingat kalimat itu.~

*****

[6] Revolusi adalah Perubahan Sosial, Politik, dan Kebudayaan di suatu negara yang dalam proses perubahannya berlangsung cepat.

[7] BKR merupakan kepanjangan dari Badan Keamanan Rakyat, sebuah badan yang dibentuk oleh angkatan perang Indonesia. Di tahun 1946, badan ini berubah nama menjadi TRI.

Lembayung Dalam Sejarah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang