Taehyung meletakkan satu botol jus jeruk beserta tiga gelas di atas meja tamu. Ia menatap sinis satu dari dua tamunya saat ini—bukan tanpa sebab, Ia merasa lebih asing dibanding tamu rumah ini padahal jelas-jelas Ia tuan rumah. Mengingat bagaimana dirinya diomeli habis-habisan dari saat membuka pintu, itulah yang membuatnya merasa jengkel.
“Hei, berani-beraninya kau menatapku seperti itu?!” Jimin—yang menyadari itu sontak memberikan reaksi atas sikap Taehyung yang sedang kesal terhadap omelannya.
“Memangnya tidak boleh? Terserah denganku, dong.” Balas Taehyung tidak kalah sewot.
“Aku ini tamu, jika tidak menerimaku, seharusnya jangan membuka pintu tadinya!” Jimin berucap sok garang.
Taehyung memutar bola matanya malas, “Itu karena kau datang bersama Namjoon hyung, jika sendirian mana mau aku membukakan pintu, ck.”
“Ya sudah, aku mau pulang.” Jimin mengerinyit dan mengerucutkan bibirnya, bertingkah sok kesal dengan sahabatnya ini.
“Astaga, apa aku terlihat seperti seorang ‘paman’ disini?” keluh Namjoon, membuat Jimin tidak jadi berakting pulang.
“Ajussi, dia ini sangat cerewet seperti perempuan. Bahkan pacarnya saja mungkin tidak secerewet dia.” Kata Taehyung menirukan suara anak kecil berumur tujuh tahun, sementara Namjoon bersiap ingin muntah mendengarnya.
“Memangnya dia punya pacar? Hahaha.” Namjoon tertawa meledek.
Sudahlah—Jimin sudah kalah jika dua orang sudah menyerangnya bertubi-tubi seperti ini, lebih baik mengakhirinya.
“Jika aku disini untuk menjadi bahan perundungan kalian, aku mau pulang saja.”
“Dia seperti anak kecil yang mudah merajuk, iya tidak Namjoon hyung?”
Namjoon dan Taehyung terkekeh pelan, sementara Jimin yang merasa dikucilkan beranjak dari duduknya— menepis poni depan Taehyung yang tersisih ke samping.
“Kurang ajar.”
Sementara Taehyung sontak terdiam dengan tindakan spontan Jimin. Wajahnya menekuk, kesal dengan tindakan sahabat—atau bisa dibilang saudaranya itu.
“Ck dasar.” Gumam Taehyung sembari merapikan kembali rambutnya.
“Seokjin hyung kapan mentraktir kita lagi?” Tanya Jimin antusias.
“Ah iya, dia harus menambahkan porsiku karena ini.” Taehyung menunjuk ke plester penutup luka di tulang pipi kirinya.
“Tenanglah, dia bahkan bisa membeli restorannya—jadi tidak masalah tentang porsi makanmu.” Namjoon memperlihatkan smirk andalannya.
“Ckckck, lihatlah caranya menyombongkan diri.” Jimin memutar bola matanya malas, diikuti Taehyung.
“Tapi kapan?” Pertanyaan Taehyung ikut diangguki Jimin, “Iya, tapi kapan?”
“Bagaimana kalau setelah ujian?”
Ketiganya saling bertatap-tatapan, “Hmm ide bagus.” Ucap Taehyung.
“Nah malam ini, aku akan mentraktir. Ayo makan diluar, anggap saja saja sebagai perayaan karena salah satu anak buahku sudah melakukan kerja keras.”
Taehyung yang merasa tersenggol dengan ucapan Namjoon hanya bisa ber-oh ria.
“Anggap saja kau memenangkan olimpiadenya.” Kata Namjoon lagi, menepuk bahunya berulang. Namjoon hanya ingin menghibur Taehyung setelah beberapa hari lalu mengetahui betapa keras kepalanya Taehyung mengenai olimpiade itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nothing Last Forever
Fanfiction[Ft. Taehyung] ❝I need more time, I wanna live, please.❞ ©hleover, 2019.