2. Lily

2.6K 234 5
                                    



Taehyung membersihkan noda merah yang telah mengering di wajahnya, bau darah sedikit berkurang saaat bercak itu mulai luntur terkena air, namun terlihat wajahnya yang agak pucat.

Remaja laki-laki itu tak ambil pusing, jika sedang sakit, wajah mana yang tidak pucat dan lesu. Itu juga terjadi padanya karena Taehyung juga manusia.

Ia bergegas mandi dan ingin sarapan. Benar, perutnya sudah berbunyi minta diisi.

Seperti biasa, ramyeon. Itu tentu tidak sehat, tapi Taehyung merasa cocok dan terbiasa. Tidak ada yang tau kebiasaan buruknya itu, sahabat dekatnya bahkan tidak tau menahu.

Baguslah. Taehyung sadar mereka tidak harus selalu peduli. Apalagi jika Jimin tau, remaja laki-laki yang tua dua bulan darinya itu benar-benar cerewet. Terkadang itu memancing emosi Taehyung.

Mungkin, jika saja Jimin tau Ia membolos hari ini bisa bisa Taehyung akan diceramahi dua jam tanpa henti.

"Ah, aku harus melakukan sesuatu setidaknya."

Terlintas ide di otaknya, "Benar, aku harus datang ke pemakaman. Appa akan marah jika aku berkata ingin menemuinya tapi berbohong."

Remaja itu mempercepat mengunyah makanannya, ada misi baru setelah ini.




Nothing Last Forever




Jalanan Seoul benar-benar lengang karena jam masuk sekolah dan kantor sudah berlalu sejam lalu dan juga jam istirahat siang masih ada empat jam.

Taehyung memasuki toko bunga di sudut kota dan berniat membeli seikat bunga Lily untuk dibawa ke pemakaman.

"Hai, selamat pagi." Pemilik toko menyapa Taehyung ramah, remaja itu juga menunduk memberi salam.

"Kau mencari bunga Lily?"

Taehyung menoleh pada wanita yang berjalan ke arahnya.

"Ah iya, bagaimana kau bisa tau?"

"Aku mengingatmu, terakhir kau berkunjung dua bulan lalu."

Taehyung diam, padahal Ia selalu datang di saat toko ramai kecuali sekarang, tapi pemilik toko ini mengingatnya dengan baik

"Ayo kesini, aku merubah susunan raknya sesuai abjad."

Taehyung hanya mengekori tanpa bicara apapun lagi.

"Untuk siapa kau membeli ini?" kata wanita itu mencoba berkomunikasi dengan remaja di depannya sambil merangkai bunga.

"Itu, uhm. Appa."

"Ah, seseorang yang sangat istimewa." Katanya sambil mengangguk paham.

Taehyung menunggu sambil menjawab beberapa pertanyaan yang dilontarkan untuknya, sesekali wanita itu tertawa gemas karena Taehyung tidak fokus.

"Ini, sudah aku ikat dan rangkai dengan istimewa. Bilang pada appamu, bahwa aku bekerja keras untuk ini." Wanita itu tertawa diikuti Taehyung.

"Ah, terimakasih noona. Akan aku sampaikan." Taehyung membungkuk sopan dan lekas keluar dari toko.

Seikat bunga telah Ia dapatkan, Taehyung bergegas menuju halte dan menunggu bus kota. Ia harus menunggu agak lama berhubung ini bukan jam sibuk dan bus akan datang dengan jarak puluhan menit.

Tak masalah, Taehyung menikmati setiap detiknya merasakan hembusan angin terasa agak menghangat dibanding hari-hari sebelumnya. Pemandangan kota juga tidak terlalu membosankan baginya.

Mengenai demamnya, itu masih belum reda. Tapi Taehyung menganggap itu hal sepele, lagipula diam di kamar membuatnya sangat bosan.

"Ah, bisnya datang."

Laki-laki itu menegakkan tubuhnya dan menjauhkan tubuhnya dari sandaran kepalanya barusan, Ia mempercepat langkah saat beberapa orang yang berada di dalam bus keluar.

"Appa, aku datang. Tunggulah."

Tujuh detik, Taehyung masih setia di posisinya—tepat di depan pintu masuk pemakaman

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tujuh detik, Taehyung masih setia di posisinya—tepat di depan pintu masuk pemakaman. Ia sudah berjalan seratus meter dari pemberhentian sebelumnya.

Tujuh tangkai bunga lily masih setia dipegangannya, sesaat Ia menghela nafas, menguatkan diri untuk berjalan ke tujuannya, kepalanya mendadak pening dan perasaan gelisah menguasainya.

Anxiety disorder, Taehyung mengalami itu semenjak setahun lalu setelah ibunya pergi meninggalkannya, entah kemana wanita yang tega meninggalkan anak tunggalnya itu, yang Taehyung tau bahwa ibunya mungkin menikah lagi.

Tidak tidak, Taehyung ada di sini untuk appanya—lupakan sejenak tentang itu.

Ia melangkahkan kaki dengan sedikit ragu, memasuki barisan pemakaman yang rapi dan berjalan di bawah pepohonan yang teduh.

Sesekali Taehyung mengeratkan jaketnya, tubuhnya menggigil karena pagi ini tak lagi meminum obatnya, seharusnya itu tak dihentikan karena kondisinya belum fit kembali.

"Bodoh."

Pada akhirnya anak itu menyalahkan dirinya sendiri.

"Ah." Taehyung menghentikan langkahnya, Ia menyunggingkan senyumnya, "Appa, aku datang."

Taehyung merapikan bunga yang sedikit rusak karena genggamannya yang sesekali mengeras, efek menahan sakitnya tadi. Lalu meletakkan tepat di depan nisan.

Taehyung ingat betul, setahun lalu di musim dingin, salju turun begitu lebatnya di tempat yang sama di waktu yang berbeda, Ia mengingat itu setiap kali mengunjungi tempat ini.

"Appa senang kan aku datang? Appa menyukai topik sekolahku, nah berbicara tentang sekolahku, aku melakukannya dengan baik, dan aku akan mengikuti olimpiade terakhir sebelum aku di tingkat tertinggi dan fokus pada ujian kelulusan."

"Jangan khawatir, aku baik-baik saja walupun appa dan eomma tidak di sampingku, aku pintar kan ya? Hehe, aku menurun dari kalian tentunya."

"Ah iya, appa menemukan eomma?"
Tepat saat itu juga sebuah daun jatuh tertiup angin, mengenai bagian bawah matanya, "Aku anggap itu jawaban iya, hah tentu saja appa bisa kemana saja bahkan pergi ke mars."

Taehyung tersenyum miris. Wajahnya mendadak sedih dan murung.

"Eomma—hiks."

Taehyung berjongkok perlahan dan memeluk lutunya, menangis sesenggukan sambil menyembunyikan wajahnya.

"Dia jahat, aku harap ada pengecualian menyayangi seorang ibu sepertinya."

"Dibanding dia meninggalkanku seperti itu harusnya dia lebih dulu membunuhku, aku rasa itu lebih baik daripada aku merasakan sakit yang sama saat mengenang kembali caranya menabur garam di lukaku, dengan pergi—di saat—aku masih berduka—karena kehilangan appa."



-tbc-

Nothing Last ForeverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang