"Alea, sini dulu nak," panggil David -papa Alea-
Alea keluar dari kamarnya dan berjalan menghampiri papanya dengan mata yang masih mengantuk.
"Kenapa pa?" tanya Alea lalu duduk di samping papanya.
"Maaa!! Sini dulu, ada yang perlu diomongin sama anak kita." panggil David kepada Mili -mama Alea-
Mili datang menghampiri Alea dan David, lalu ikut duduk bersama mereka.
"Ngomongin soal itu ya pa?" tanya Mili memastikan.
David mengangguk. Alea diam saja. Tidak terlalu peduli dengan apa yang akan dibicarakan kedua orangtuanya.
"Lea! Kamu dengerin nggak sih?" Mili kesal dan menepuk paha Alea keras.
"Ehhh iya maaa, Alea dengerin kok ini," Alea terkejut sambil mengusap- usap pahanya.
"Emang mama sama papa mau ngomongin apa? Kayaknya serius banget."
"Jadi gini, kami mau menjodohkan kamu dengan anak sahabat papa." jelas David.
Alea terkejut bukan main, kan dirinya masih SMA? Secepat itukah? Lagian, ia ingin memilih jodohnya sendiri, bukan dipilih-pilihkan seperti ini.
"Ma, pa, Alea masih SMA, masih sekolah, masa mama sama papa tega sih jodohin Alea kayak gini?" Alea mulai menangis.
"Lea, ini tuh demi kebaikan kamu, kami nggak mau kamu salah pergaulan nantinya." Mili mengusap puncak kepala Alea, mencoba menenangkan.
"Ma, ini nggak ada hubungannya sama pergaulan, Alea masih SMA dan Alea berhak dong memilih jodoh sendiri, bukan gini caranya ma. Pasti ada tujuannya kan kalian kayak gini?" Alea masih menangis tersedu-sedu.
David dan Mili kebingungan sekaligus iba melihat anaknya menangis seperti itu, tapi mereka tetap harus melakukan ini demi kemajuan perusahaan mereka.
"Iya nak, kami melakukan ini memang ada tujuannya." Mili menjelaskan sambil mencoba untuk menenangkan Alea.
"Apa tujuannya ma? Apa?"
"Untuk kemajuan perusahaan keluarga kita. Sahabat papa akan memberikan uang untuk membayar hutang perusahaan kita, dengan syarat menjodohkan kamu dengan putranya." jelas David.
Alea menunduk. Dia tak menyangka orangtuanya akan setega ini. Mereka sama saja seperti menjual Alea demi kepentingan mereka, dan mereka melakukan itu tanpa memikirkan bagaimana perasaan Alea.
"Ma, pa, kalian kok setega ini sih sama Alea? Kalian tega banget ngejual Alea demi perusahaan kalian itu, Alea bener bener nggak nyangka kalian bakal kayak gini." kata Alea sambil menangis.
David dan Mili memeluk Alea, namun Alea menjauhkan badannya dari pelukan mereka.
"Alea bener-bener kecewa sama kalian, nggak nyangka banget Alea." Alea berlari meninggalkan kedua orangtuanya dan memasuki kamarnya sambil membanting pintu kamarnya.
"Lea, jangan gitu dong nak, kami gini juga ada maksud baiknya kok," kata Mili sambil mengetuk-ngetuk pintu kamar Alea.
"Lea, buka pintunya dong sayang,"
Tak ada jawaban apapun dari Alea, ia tak mau membuka pintu kamarnya, ia tak mau berbicara dengan kedua orangtuanya. Ia benar-benar kecewa.
Di dalam kamar, Alea menangis sejadi-jadinya. Ia tak mau makan, dan melakukan aktivitas diluar kamar.
Gadis itu masih saja menangis hingga tengah malam, ia benar-benar sedih dengan perlakuan kedua orangtuanya. Dan, Alea memang tipikal yang kalau udah sedih tuh susah tenangnya, dan bakal terus berlarut dengan kesedihannya.
Alea bangkit dari kasurnya, berjalan menuju rak buku di kamarnya, lalu ia mengambil salah satu album yang didepannya bertuliskan 'Little Alea'
Sambil menangis, ia membolak balik album itu dan bergumam, "Ya tuhan, aku sangat rindu masa-masa seperti ini." gumamnya ketika melihat foto dirinya yang sedang bermain lari-larian dan ekspresi di foto itu ia tersenyum lebar.
"Mama, papa, tungguin Lea dong!" Alea berlari mengejar mama papanya yang sudah jauh di depannya.
Mili memutar badannya, "Kejar mama sini kalau bisa." kata Mili sambil menjulurkan lidahnya.
"Yeee bisa kok Lea! Liat aja!" Alea lalu berlari sekencang mungkin mengejar Mili.
BRUKKK!!
"Aduhhh sakitttt!!!" Alea terjatuh. Lutut dan sikunya berdarah.
Mili yang mendengar itu langsung berbalik dan menarik tangan David yang tadinya masih berlari mengikutinya.
"Lea sayang, kamu gapapa kan?" tanya Mili sambil membantu Alea berdiri.
"Huhuhuhu.. sakit papaaa!!" Alea menangis sambil memegangi lututnya.
"Sudah, jangan nangis lagi, yuk kita makan es krim!" ajak Mili.
Alea langsung tersenyum lebar, dan berlari lagi tanpa memikirkan lutut dan sikunya yang masih luka.
"Leaa!! Jangan lari-lari dong, masih luka loh itu." David mengejar Alea lalu menggapai badannya dan menggendongnya.
Alea sangat bahagia hari itu, kedua orangtuanya sangat menyayanginya. Hari itu mereka menghabiskan waktu seharian bersama.
Alea akhirnya bisa menenangkan dirinya, dan ia pun tertidur.
Maaf banget absurd awalnya :( agak bingung sih nulis part yang inii
Jangan lupa comment dan vote nya yaa jangan jadi silent reader 🥰
KAMU SEDANG MEMBACA
Unpredictable Relationship
أدب المراهقين"Ma, pokoknya Alvin nggak mau dijodohin sama dia!" seru Alvin sambil menunjuk Alea. "Nggak bisa Alvin! Pokoknya kamu harus turutin kemauan mama sama papa. Ini demi kebaikan kamu juga, kok." "Oh ya, satu lagi, kamu harus berpacaran sama Alea sebel...