Terbatas

418 14 0
                                    

Tidak. Tidak semudah itu. Jarak kampus dengan rumahku terbilang tidak terlalu jauh. Hanya saja, dari arah jalan raya untuk masuk ke dalam tidak ada akses kendaraan umum. Sedangkan aku, tidak bisa mengendarai sepeda motor. Ya, padahal anak-anak seusiaku sudah pandai menjelajah kota dengan motornya. Tetapi aku masih saja menggantungkan langkah pada kaki dan angkutan umum.

Di kampus, aku belum mengenal siapapun. Sahabatku berada di kelas malam, sedang aku di kelas pagi. Aku juga tidak bisa seterusnya mengandalkan Bapak. Memintanya terus mengantarkan aku.

Sehingga pulang kuliah aku memutuskan untuk berjalan kaki menuju jalan utama, di mana akses angkutan umum berada. Jarak yang kutempuh terbilang agak lumayan sekitar kurang lebih 1.2 kilo meter, dengan jalan yang berliku dan naik-turun gunung. Maklumlah, kotaku terkenal memiliki kontur tanah yang tidak merata. Hampir seluruh jalan ada naik dan turunnya. Sebenarnya, bukan jarak yang cukup jauh bila dibandingkan dengan perjuangan orang-orang dulu yang ke mana-mana dengan berjalan kaki. Atau mungkin siapapun yang berkuliah di wilayah yang agak jauh dari kota. Namun, pemandangan orang-orang berjalan kaki di kotaku agaknya amat jarang, terlebih mahasiswa. Kebanyakan dari mereka mengendarai sepeda motor bahkan mobil. Dan aku, seperti seorang yang berjalan sendirian.

Tak dapat kupungkiri, sesekali aku mengeluh. Melenguh kakiku kesakitan, karena sepatu yang kukenakan tak nyaman. Tiap pagi, aku harus berangkat lebih awal untuk mencari angkutan umum, kemudian berjalan lagi menuju kampus sekitar 20-30 menit. Sehingga sesekali aku juga terlambat dengan baju bercucuran keringat. Di lubuk hati terdalam, aku juga ingin seperti mereka bisa mudah mau ke mana-mana.

***

Hal ini kulalui beberapa waktu. Hingga suatu ketika salah seorang teman kelasku bertanya-tanya padaku soal keseharianku. Sontak ia terkejut, ketika kuberitahu bahwa aku berjalan kaki. Saat pulang kuliah, dengan semangat ia menawariku tumpangan sampai ke jalan utama. Aku menanggapinya dengan penuh rasa syukur dan haru. Dan saat itulah aku merasa memiliki teman.


Semasa KuliahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang