Chapter 3

38.1K 159 6
                                    

Yap, tidak salah lagi John pun langsung beraksi! Kali ini ia memulai dengan menarik badan ku ke badannya dan badan kami pun bersentuhan. Dengan cepat, John langsung menempelkan bibirnya ke arah bibirku. Aku tak bisa berbuat banyak karena memang aku juga menginginkan hal ini, dan sudah pasti secara tiba tiba tangannya menyentuh bagian dadaku. Aku tersentak dan secara refleks langsung menepak tangan John dari dadaku.

"John! Ngapain sih sentuh bagian situ?"

"Loh, Sha? Bukannya kita udah sering kayak gini ya? Kok kamu jadi gamau sih?" ucapnya.

"Duh bukannya gamau lagi John, tapi aku ga pengen aja terus terusan kayak gini. Kamu ga pernah ngerasa bersalah apa?"

"Ya enggaklah! Aku pacar kamu masa aku merasa bersalah?"

"Ya tetep aja! Aku kan belom sah nikah sama kamu, aku juga ngerasa bersalah pernah ngelakuin sesering ini sama kamu!"

"Kita juga udah hampir setiap hari ngelakuin kok, emangnya kenapa? Lu udah bosen? Udah ngerasa ga nikmat? Apa udah di pake sama orang lain kali ya?" ucapnya dengan kesal.

Mendengar hal itu aku tak habis sangka, mengapa John bisa mengatakan hal seperti itu? Aku benar benar merasa seolah olah yang ia mau dari ku hanya tubuhku saja. Kurang ajar! Berani beraninya dia merendahkan ku, ini adalah pertama kalinya ia berbicara padaku seperti ini. Bukan maksudku menolak karena aku sudah bosan, tapi semua juga karena mimpi yang aku rasakan tadi malam. Mimpi itu yang menyadarkanku bahwa sekarang aku sudah harus menjaga jarak dengan John dalam berpacaran, dan harus mengurangi bahkan tidak melakukannya sama sekali.

"John! Lo udah gila? Gue pacaran sama lo juga udah 2 tahun 6 bulan mana mungkin gue selingkuh sama orang lain kalo cuma nyari kenikmatan? Gue juga udah sering malah terlalu sering kan ngelakuin sama lo? Apa gue ngerasa belom puas gitu? Hah?! Lo aja kali yang gapernah puas dan selama ini gue jadi pelampiasan lo doang kan?" ucapku dengan nada yang tinggi.

John hanya bengong melihatku dan tidak mengatakan sepeser kata pun. Aku yang sudah menebak hal ini akan terjadi bertanya,

"Kan, gue udah tau lo gabakalan bisa bilang apa apa."

Tiba tiba ada suara perempuan yang terdengar familiar berkata dari belakangku,

"Hai, Sha John. Hmm... Yaudah kalian ngobrol dulu ya gue tunggu di luar. Kalo udah selesai ngobrol panggil gue aja."

Gotcha!!!

Tertangkap basah ditengah pembicaraan seperti itu. Itu adalah suara sahabatku, Rani. Tentu saja John melihat kepadaku dengan tatapan yang panik dan bengong. Ternyata ia melihat kebelakangku dan ada Rani yang sedang berdiri di depan pintu mendengarkan pembicaraanku dengan John. Aku tidak tau pasti apakah ia mendengar semua pembicaraanku dengan John, atau hanya pembicaraan terakhirku saja. Aku tidak mau membahasnya saat itu dengan John karena aku merasa malu. Aku takut Rani mendengar semua hal yang aku bicarakan dengan John, apalagi jika ia melihat semuanya dari awal. Fvck you John!

"Emm... Sha, aku balik ke kelas dulu ya. Baru inget nih ada pr hehe." ucap John.

Aku hanya mengangguk, dan membiarkan John keluar kelasku. Lalu aku memanggil Rani untuk masuk ke dalam kelas. Aku tetap bersikap seolah olah tidak panik karena Rani tidak mendengar semua perbincanganku dengan John.

"Ran, John udah keluar tuh. Masuk yuk!"

"Iya, Sha. Eh iya tolong bawain tas gue dong, gue mau ke toilet dulu nih." ucapnya.

"Yaudah sini gue taro meja lo, sana ke toilet dulu gih!"

Rani pun pergi menuju toilet, aku tau seperti Rani memang mendengar percakapanku dengan John. Tapi sepertinya ia juga tidak mau membahas itu. Setelah sampai ke kelas pun ia tidak membicarakan hal itu lagi. Itulah sahabat, dia yang tidak akan mengunggah rahasia sahabatnya walau dia tahu bahwa sahabatnya salah, dia juga yang akan mencari jalan keluar tanpa membuat sahabatnya merasa bersalah. Mungkin memang aku beruntung mendapat sahabat seperti Rani. Akhirnya Rani pun kembali ke kelas.

"emmm... Ran, gue boleh nanya ga sama lo?" Tanyaku kepadanya dengan sedikit panik dan berkeringat.

" Tanya aja. Emang mau nanya apa, Sha?" Jawabnya dengan enteng.

"Eh... Nanti aja deh pas pelajaran." Balasku karena masih belum siap untuk bertanya kepadanya.

"Yeh elo, yaudah kalo mau nanya santai aja gausah ngerasa gugup kali. Gue bukan polisi haha."

"Haha iyedah."

tettt....

bel sekolah pun berbunyi menandakan mulainya jam pelajaran sekolah. Pelajaran pertama di kelasku adalah kimia. Membosankan benar udah hari senin jam pertamanya kimia lagi. Guru kimiaku juga merupakan salah satu guru yang 'bawel'nya bukan main. Sudah setiap kali berkeliling sekolah seperti grim reaper mencari tumbal yang keluar dari tempat persembunyiannya (kelas ataupun tempat untuk cabut pelajaran) jika ada yang tertangkap ya you know lah, dibacok bahunya dan ditarik ke neraka (ruang bk). Dan yang terparahnya adalah, dia walikelasku...

"Ya siapkan anak anak." suara iblis tersebut tiba tiba terdengar oleh anak satu kelasku.

"Be...ber...bersiap, be...ber...berdoa mu..." belum selesai ketua kelasku, Yaldi berbicara, guru kimiaku (sebut saja bunga) sudah memotong.

"Heh, Yaldi! Kamu tuh kalo baca doa yang bener! Udah kayak ketemu setan aja" bentaknya.

Sekelaspun tertawa tapi dalam diriku aku berbicara, "Bukan setan lagi bu, Ratu iblis!" Lalu Yaldi melanjutkan membaca doanya, dan setelah itu pelajaran pun dimulai.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 19, 2014 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

NafsuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang