↪P a p a t

2.1K 463 69
                                    

"Bila saja kau tau, aku selalu menyebut namamu dalam doaku"


"Dek, ayo cepetan!"

Haryang terkejut mendapati mantan kakak tingkatnya sudah ada di depan rumah. Suara motor menderu miliknya selalu Haryang ingat jikala kakak tingkatnya ini datang. Sudah dipastikan satu tujuannya, ingin mengantar jemput Haryang kesekolah.

"Kak Juno, adek pergi naik angkot aja kak" tolak Haryang halus. Takut merepotkan.

Herjuno Apriandi, hanya tersenyum di atas motornya. Menatap adik kelasnya dengan pandangan jenaka. Haryang itu sikapnya tak ada yang berubah. Selalu menolak akan bantuan yang ia tawarkan secara percuma.

"Tapi ini permintaannya Ndoro Irene loh. Kakak hanya menjalankan tugas" Tukas Juno kemudian. Membuat si adik tingkatnya nampak pasrah. Naik ke boncengan motor dengan terpaksa.

Perlahan, motor berjalan meninggalkan tempat. Menuju kemana arah tujuan Haryang hari ini.

Sekolahnya.

Setelah beberapa menit mereka berdua berada di keheningan, motor itu berhenti. Tepat di depan gerbang hitam sekolah sma swasta. Haryang turun sembari mengucap terima kasih yang dibalas Juno dengan anggukan.

Juno dan Haryang memang hanya sebatas itu. Kakak dan adik tingkat, supir dan majikan. Setidaknya itu yang Haryang tau.

Namun berbeda cerita, jika itu melalui pandangan seorang Herjuno.

"Andai kamu tau, yang..."


Ya, andai...



Langga menatap pergelangan tangan kiri milik Kian yang kini sudah melingkar sebuah jam tangan dengan merek yang agak mahal. Bukan Langga ingin merendahkan seorang Kian, hanya saja Langga tau bagaimana ekonomi sahabat kentalnya itu. Kantin yang ramai, namun pikiran Langga masih berfokus pada lengan seorang Kian.

Membuatnya memandang heran tentang bagaimana seorang Kian mampu mendapatkan jam tangan itu.

"Yan, ojo marah ya Yan. Iku koe tuku ndewe?" [yan, jangan marah ya yan. Itu kamu beli sendiri?]

Kian, yang sedari tadi hanya fokus ke buku yang ia baca memandang Langga heran. Apanya?

"Opone ngga?" [apanya ngga?]

"Jam tangan. Baru tuh aku liatnya." Ujar Langga yang langsung buat Kian mengangguk.

"Dari Haryang nih. Kado ultah katanya" membuat Langga hampir menjatuhkan ponsel yang tengah ia genggam.

"Adikku?!"

Kian mengangguk lagi kini sembari tersenyum tipis. Apalagi ketika mengingat kejadian tempo hari.

Dimana seorang Haryang berani mencuri satu kecupan di bibirnya.







Erlangga Prananda dengan mata khasnya menatap adiknya yang kini tengah belajar bersama Kian di ruang tamu rumahnya. Memandang rupa yang hampir mirip duplikatnya, tengah serius menatapi wajah Arkian daripada buku.

Mata adiknya penuh minat melihat sahabatnya. Aura nampak berbeda di sekitar mereka. Warna pink imajiner terlihat memancar dari Haryang. Membuat Langga mengehela nafas kasar.

"Semoga bukan yang aku takutkan" monolognya kemudian.

Arkian & Haryang || Kunyang ✅✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang