"Kamu milikku aku milikmu. Hari ini, kita berdua saling memiliki"
Entah siapa yang memulai. Entah itu Kian atau Haryang, namun sepertinya itu keduanya. Saling menyalurkan hasrat yang selama ini tertunda. Sembari merealisasikan sebuah karya yang dari dulu Kian damba untuk dikerjakan.
Membuat tubuh Haryang menjadi kanvas kosong yang siap di warnai.
Kian tertawa, menatap wajah kesayangannya di bawah temaram lampu. Cantik. Hingga membuatnya memuja dari ujung kaki hingga ke ujung kepala.
"Kamu cantik. Yang paling cantik di antara semesta yang ingin ku milikki" pujinya membuat semburat merah di pipi Haryang.
"K-kak... milikki aku sekarang"
"Sesuai permintaanmu, sayang"
Tubuh polos Haryang memang cukup menggoda. Kian memulainya dari bibir tipis yang jadi candu ketika ia sesap. Perlahan turun ke leher jenjang dambaannya, melukis banyak kebiruan disana. Ya, ini akan selalu jadi tempat favorit Kian.
Geraman tertahan ketika keduanya bersenggama, menjadi lagu pengiring untuk sebuah kegiatan yang dilakukan keduanya. Malam ini akan panjang, sebab Kian sudah sangat lama menahan hasrat untuk tidak menerjang adik sahabatnya.
Hingga ke fajar, mereka merasa menjadi dua insan yang paling bahagia.
Sebelum sebuah derita menghampiri mereka...
Suara teko berbunyi, menyuruh kedua insan itu berhenti sejanak dari beberapa cumbuan yang dilakukan. Berhenti sejenak menautkan dua bibir yang tak ingin lepas.
Haryang tersenyum lebar, ia bahagia. Ia telah lengkap. Fikirnya begitu ketika Kian telah memilikinya tadi malam. Tanpa tau resiko, tentang apa yang mereka lakukan.
Pintu depan terbuka diikuti Langga yang masuk tergesa dengan amarah yang tertahan. Melewati sang adik yang panik dengan kakaknya yang sepertinya marah besar.
Dapat dipastikan, sang kakak menemui kekasihnya.
"Jancuk!! sampean apain adekku Yan?!" Satu bogem mentah, melayang begitu saja tepat sasaran mengenai pipi Kian.
"Mas Langga!" Pekik Haryang, menghampiri keduanya. Disini ia mencoba melindungi Kian. Ia tak ingin kedua orang kesayangannya terluka.
"Minggir kamu! biar mas hajar orang yang udah buat kamu lecet!"
"Udah mas! Udah! i-ini bukan sepenuhnya salah kak Kian mas!"
Mendengar pengakuan si adik, Langga hampir saja naik pitam.
Langga menarik kuat lengan adiknya dan menyeretnya keluar dari rumah Kian. Kemudian mendudukkannya di atas motor.
"Guoblok tenan koen! Utekmu ning endi sih dek?!" (bodoh sekali kamu! otakmu di mana sih dek?)
Haryang diam dengan air mata yang terus mengalir. Apakah salah, mereka berdua saling mencintai?
Langga menyerahkan jarik (kain panjang batik) yang entah dibawa dari mana kepada adiknya. Lalu meminta si adik untuk menutupi seluruh hickey yang tercetak jelas di leher.
Takut masalah semakin runyam, jika si ibunda tau.
Walau sang bunda sudah tau, dari jurnal yang dimiliki anaknya.
Haryang begitu memuja Kian."Dari mana aja kamu? Hampir satu malam tidak pulang?" Bunda bertanya dingin ketika keduanya baru memasuki rumah. Membuat suasana menjadi tegang seketika.
"A-anu bun,"
"Aku gak nanya sama kamu Ngga, yang kutanya adikmu. Dari mana kamu Dwi Haryang Prananda?!" sang Bunda membentak, membuat Haryang kembali menangis.
"Da-dari..."
Irene, wanita anggun itu habis kesabaran. Ia bangkit dari kursi kebesarannya, mendekati Haryang dan menarik jarik yang melingkar di leher Haryang.
"Ndoro!" , "Bunda!" Juno dan Langga mencoba memberhentikan langkah wanita tersebut. Namun apa daya, jarik itu lepas. Menampilkan banyak dosa yang tercipta di leher anak bungsunya.
"Siapa? Siapa wanita itu Haryang?!! Jawab Bunda!!"
Tangis Haryang pecah. Bunda sama sekali tak pernah membentaknya.
"Bu-bukan... hiks... bukan wa-wanita"
Irene hampir saja pingsan di tempat jika saja tak ada Juno yang siap membantunya berdiri tegak. Kepalanya seperti di timpa palu besar. Jantungnya nyeri tak karuan.
"Jadi siapa Haryang?! siapa?!!"
"K-kak.. k-kak Kian"
Seketika pening kepala makin melandanya.
"Menyesal... sumpah demi Tuhan aku menyesal melahirkanmu ke dunia, Haryang. Harusnya aku turuti Haris dulu, untuk membunuhmu sebelum kau lahir."
Kata-kata itu begitu menohok. Sakit mendengar hal tersebut keluar dari seorang ibu.
"BUNDA maafin Haryang Nda! maafin... hiks... maafin Haryang bunda!"
Hingga ia jatuh berlutut, Seorang Irene Damarwulan, tak pernah bisa memaafkan seseorang dengan mudah meskipun itu anaknya sendiri.
"Semesta... aku tak lagi ingin menangis.
kumohon, kabulkan permintaanku yang satu ini"
KAMU SEDANG MEMBACA
Arkian & Haryang || Kunyang ✅✅
Fanfictionー 🌙 L o k a l ! a u "Karena setiap orang mempunyai alasan sendiri untuk jatuh cinta." (hlm 240) The Sweet Sins - Rangga wirianto putra Arkian dan Haryang. Sebuah balada, tentang bagaimana caranya mereka dipertemukan kemudian sama-sama bertahan dian...