Kutatap mahad tersebut lekat-lekat. Ngga terlalu besar memang. Bahkan mungkin, luasnya ngga mencapai seperempat dari mahadku. Mengingat, mahadku adalah mahad terluas se-Mojokerto.
Sekarang masih pukul 7 pagi, Padahal acara baru mulai jam 8. Namun, sudah banyak undangan yang datang. Didepan mahad terdapat poster besar, bertuliskan 'Ahlan Wa Sahlan Bihudurikum. Wisuda Tahfidz Mahad Hasan Al Bashri Angkatan XII.' Disertai foto para wisudawan tersebut. Kuhitung jumlah wisudawan tersebut, ada 9 orang. Tersungging senyum dari wajah setiap wisudawan. Senyum bahagia. Mereka seakan mengatakan, 'Alhamdulillah ya Allah, kami terdaftar sebagai keluargamu.' Sungguh, aku iri.
Makin lama, makin banyak undangan yang datang. Kalau perkiraanku, mungkin tamu undangan ini mencapai 2000 orang. Kulirik jam tanganku. 20 menit lagi. Aku harus segera masuk agar bisa di shaf depan. Kuisi buku daftar masuk, kemudian bergegas masuk masjid. Sudah sesak. Ramai. Untung, masih ada tempat duduk. Di depan, terdapat panggung. Lumayan besar, dengan banner 'Wisuda Tahfidz Mahad Hasan Al Bashri Angkatan XII'. Mewah memang. Dengan hiasan kolam didepan panggung, lengkap dengan air mancur dan ikannya. Aku yakin, ide sebagus ini keluar dari pemikiran seorang designer.
Hingga tibalah waktu acara. Selepas MC membacakan susunan acara, kemudian langsung pemanggilan para wisudawan. Satu persatu wisudawan mulai dipanggil, lengkap dengan nama bapaknya.
'Ahmad Fatih Hudzaifi bin Hudzaifi'.
Jeng jeng jeng. Ini dia. Pria tinggi kurus dengan mata tajam dan alis tebal. Dengan jubah putih seragam dengan wisudawan lain, ditambah janggut tipis di dagu. Sungguh kombinasi yang perfect bagiku. Segera kubuka hp ku. Kuvideo sedikit diacara pembukaan ini.
Acara dibuka dengan murottal beberapa surah di juz 30, yang dimulai dari surah Qurays. Satu wisudawan membacakan satu surah. Hingga tiba giliran si Fatih. Dia mendapat porsi di surah Al Maun. Dibacanya surah Al Maun dengan khusyu, tartil dan penuh penghayatan, seperti halnya wisudawan lain.
Setelah murottal setiap peserta selesai dibacakan, kemudian disambung dengan sambutan dari beberapa petinggi Mahad Hasan Al Bashri. Sambutan disampaikan oleh mudir, musyrif, kemudian perwakilan walisantri, hingga yang terakhir adalah perwakilan dari wisudawan. Dan disinilah yang membuatku tertarik.
"Saya lulusan S1 Universitas Gadjah Mada, Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Fisika. Lulus dengan predikat cumlaude, tidak menjadikan saya puas. Sisi rohani saya masih terasa hampa, kendati saya ikut dalam organisasi masjid kampus. Ceramah ustadz - ustadz kondang memang menambah semangat saya dalam beribadah, namun tidak dengan kekosongan hati saya. Dan sekarang, saya temukan sang pengisi hati....."
Dia berhenti. Terisak. Air mata dibalik kacamatanya, ia usap dengan jemarinya. Sungguh, aku merinding.
"......Sungguh berulang kali saya ucap rasa syukur, kepada Allah, juga ungkapan terima kasih kepada Abah saya, Ustadz saya, hingga rekan - rekan seperjuangan saya, atas segala nasihat dan motivasinya, saya bisa bergabung bersama kawan - kawan calon ahli surga, di panggung ini. Sekaligus bentuk pembuktian kepada para donatur, bahwa amanah yang kalian berikan berupa sisihan harta, setiap rupiahnya, tidak kami sia-siakan. Inilah buah dari perjuangan kami selama di mahad. Semoga Allah kumpulkan kita semua di surganya kelak, bersama para Nabi dan Rasul, dan juga Para Sahabatnya. Amiiin. Demikian, wassalamualaikum warahmatullah wabarakatuh."
Ibrahim Yazid Fathoni, ketua wisudawan tahun ini. Asal Bandung. Umur 25 tahun. Dengan hidung mancung, kulit putih, dan ditambah wibawa yang membuat semua orang pasti segan jika menjadi lawan bicaranya, tak menjadikan ia angkuh. Bahkan ketika memberikan sambutan, ia cenderung sering menunduk. Juga tak kutemukan sekalipun, momen ketika ia melirik area akhwat. Ketawadhu'an yang begitu membuat orang terpukau. Sungguh, pemandangan yang amat langka.
Hingga tibalah di acara inti. Sambung ayat, yang dipimpin oleh mudir ma'had. Beliau adalah Ustadz Utsman Abdurrahman, pemegang sanad qiroah hafs dari Suriah. Bukan beliau yang orang Suriah, melainkan sanadnya. Disaat orang-orang Indonesia mengambil sanad dari orang Indonesia sendiri, beliau memilih untuk mengambil langsung dari sumbernya, yaitu Suriah. Tentunya, beliau mengambil sanad tersebut sebelum Suriah mengalami konflik seperti sekarang. Melalui proses talaqqi kepada syaikh nya, Syaikh Samir An Nash. Dengan kurun waktu 2 tahun -waktu yang relatif lama jika dibandingkan pengambil sanad lainnya, beliau telah menyelesaikan setoran sanadnya.
"Coba itu siapa itu, yang ketiga dari utara" Lanjut Ustadz Utsman usai memberikan muqaddimah.
"Fatih, ustadz" kata wisudawan serentak dengan suara pelan, bentuk adab kepada ustadz dengan tidak melebihi tinggi suara ustadznya.
"Oke, Syekh Fatih. Saya mulai pertanyaan pertama ya, nanti setelah yang paling kurus, langsung yang paling gemuk" ujar Ustadz Utsman yang kemudian diiringi tawa dari para jamaah. Tentunya tawa yang tidak berlebihan.
Dibacakanlah pertanyaan pertama. Moderator membuka aplikasi Al Quran melalui proyektor yang telah disediakan, agar para jamah juga bisa menyimak. Surah Al A'raf, di Juz ke 8. Tidak begitu terlihat ayat berapa, karena proyektornya berada di area akhwat. Fatih kemudian mengambil mic, dan mulai menjawab. Pelan, tartil, tanpa nada yang begitu berlebihan, namun dengan makhraj yang -menurutku- begitu sempurna. 1, 2, 3 hingga 4 ayat telah dibaca Fatih, hingga Ustadz Utsman memberikan aba-aba 'yakfi', artinya 'cukup' dalam bahasa arab.
"Subhanallah. Takbiiirr" kata Ustadz Utsman kepada jamaah, yang kemudian diiringi gema takbir sesuai aba-aba.
"Syekh Fatih, apakah tadi sebelum naik panggung, saya kasih tau antum kalau saya mau memberi pertanyaan ini?" Tanya Ustadz Utsman
"Mboten, ustadz." Jawab Fatih sopan.
"Apa? Mboten? Jangan pakai bahasa jawa ya Syekh Fatih. Disini banyak yang dari luar jawa soalnya." Kata Ustadz Utsman sambil tersenyum.
Jujur, sebenarnya aku sendiri heran. Dulu, mana bisa Fatih ngomong baik. Setiap kalimat pasti ada omongan kotornya. Kalau kata orang jawa, 'mesti ono syahadat jowone.'
"Jadi jelas ya para hadirin sekalian, bahwa wisuda ini terlaksana, dengan murni. Tanpa ada settingan. Wisudawan telah mempersiapkan hafalan sedemikian rupanya hingga sampai ke titik ini." Lanjut Ustadz Utsman. Para jamah terlihat mengangguk.
Hingga kemudian sesuai yang disampaikan di awal, setelah yang paling kurus, ke yang paling gemuk. Namanya Riswanto. Ustadz Utsman memanggilnya Syekh Riswan. Asal Kendari, Sulawesi Tenggara. Umurnya 24 tahun. Kulit putih dan memiliki cambang yang sedikit lebat. Dijawablah pertanyaannya dengan tartil. Setelah kudengarkan dengan seksama, ternyata pertanyaannya berada di surah Al Kahfi. Tentu tidak asing, karena di pesantren, aku mengamalkan bacaan Surah Al Kahfi tiap malam jumatnya.
Sampailah di penghujung acara. Ustadz Utsman memimpin doa. Sangat khusyu. Wisudawan beserta jamaah yang datang terbawa suasana. Tak sedikit yang berlinang air mata. Termasuk aku. Tidak terasa. Bahkan aku tidak bisa menghitung berapa butir air mataku yang jatuh.
Aku tersentuh.
![](https://img.wattpad.com/cover/210911577-288-k527062.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Abi, Ummi, Ini Hafalanku
Spiritual'Tak kusangka mujur nian nasibku. Tak terbayangkan akan kejadian seperti ini. Tak terimpikan. Tak terbesit sedikitpun dalam relung jiwa. Namun, Allah maha segalanya, maha membolak-balikkan hati. Hingga pada suatu saat, kugenggam tangan keduanya, dan...