Selasa, 9 Agustus 2016
"Demikian kajian subuh pagi ini ya. Yang dari awal kajian tidur terus, Zafran, Faiz, dan Kemal, semoga dapet hidayah ya. Sayang banget lo, tadi materinya tentang pernikahan. Hehe"
Beliau ustadzku. Hmm, mungkin ustadz favorit. Namanya, Ustadz Lathiful Khabir. Dipanggil Ustadz Lathif. Menurutku, tak ada yang lebih faham tentang fiqih di pesantren, melebihi beliau. Bahkan beliau hafal kitab Bulughul Maram dan Riyadus Sholihin, beserta rentetan sanad yang tersambung terus hingga ke Rasulullah. Cara penyampaian begitu gamblang, menjadikan siapapun yang mendengarnya terpana. Seakan, tidak ada ilmu yang tidak di kupas habis oleh beliau. Tentunya, dengan data-data berupa hadits-hadits shohih, beliau memaparkan materi demi materi kepada kami.
Seperti biasa, setiap ba'da subuh, kami para santri mengikuti kajian di halaqah masing-masing. Aku, bersama 17 temanku lainnya, masuk halaqah kajian yang diisi oleh Ustadz Lathif. Sungguh beruntung. Ketika ustadz-ustadz lain yang menyampaikan kajian, aku seringkali tidur. Mendengarkan ceramah-ceramahnya, membuatku merasa ngantuk. Entah setan apa yang ada di kelopak mataku ini. Namun sepertinya, setan tersebut tidak bisa mengikutiku hingga ke halaqah Ustadz Lathif. Pasalnya, tiap kajian beliau, hampir dipastikan aku tidak tertidur. Apresiasi dari beliau, semakin menjadikanku semangat mengikuti kajian. Namun tetap, yang hanya diisi oleh beliau saja.
Pagi itu, barangkali aku termasuk manusia paling merugi sedunia. Pasalnya, aku tertidur ketika halaqah Ustadz Lathif. Ditambah lagi, materi pagi itu adalah tentang pernikahan. Arrgghh. Materi yang bahkan aku tunggu dari 3 pekan lalu, disampaikan oleh ustadz favorit, telah aku lewatkan.
Pagi itu memang tidak bisa aku tahan rasa kantukku. Semalam, teman-teman kamar Abdurrahman Bin Auf syukuran. Ghaniyyu, santri kelas 8, baru datang setelah sekian lama pulang. Makanan yang begitu banyak, dilahap habis oleh omnivora-omnivora kamar Abdurrahman Bin Auf, kecuali aku. Kamarku adalah kamar Abu Hurairah, kamar paling membosankan se-asrama putra. Pasalnya, kamar itu dihuni oleh kaum kutu buku, yang rela menghabiskan waktunya berjam-jam hanya untuk membaca novel, komik, majalah, dan lain-lain. Mungkin, aku masih menaruh respek pada mereka yang gemar membaca kitab, seperti Minhajul Muslim. Namun, tidak untuk pembaca komik dan novel.
"Zafran, ini hanger-mu. Ambil sini" teriak Fadlan, temanku seangkatan.
Dengan sedikit berlari, aku masuk ke kamar Abdurrahman Bin Auf. Ketika membuka pintu, nampak 12 - 15 orang gugup menyembunyikan sesuatu. Makanan. Nah, kena kau.
"Eh, Ghaniyyu uda balik. Makin cakep aja nih." Kataku, sambil mendekati Ghaniyyu, yang juga menjadi salah satu dari 15 orang tersebut. Tatapan sinis 14 pasang mata yang lain tertuju padaku.
"Hayooo, nyembunyiin apa? Snack ya? Jajan ya? Makanan ya?" Selorohku.
"Hehe, gaapa sih kalo gamau ngasih. Cuman, nanti ketika aku pegang gagang pintu, kemudian kubuka, nanti aku teriakin kalo kamar Abdurrahman lagi syukuran." Ancamku. Bisakah kalian selamat dari jurang, wahai penghuni kamar Abdurrahman?
Tidak ada jawaban.
"Diam kuanggap iya loh." Kataku, sambil melangkah bak seorang 'mime' di pertunjukan sirkus kecil-kecilan.
Ada sekitar 4 langkah dari tempatku menuju gagang pintu.
Langkah pertama......
Langkah kedua......
Langkah ketiga......
Hampir saja kurampungkan langkah terakhir, teriakan mereka lebih cepat.
"Eh, jangan kak, jangan kak. Iyaiya ini lo makanannya." Kata mereka terpaksa.
"Ih, ogah banget kalo ngasihnya kek terpaksa gitu. Coba bilang lagi, tapi sambil senyum." Kataku.
"Iyaiya kak. Ini lo makanannya. Gabung sini." Kata mereka sambil nyengir, seperti pemeran 'Dre' di film 'The Karate Kid' ketika disuruh bolak balik ambil, pakai, dan lempar jaket.
"Haha. Gitu dong. Hayulah gaskeun."
Kulahap semua makanan yang tersedia. Kalau snack, bisa dipastikan sebanyak apapun aku makan, ngga akan merasa kenyang. Sampai dijulukin 'perut karet', saking rakusnya.
Setelah itu, aku disuguhi kopi oleh teman-teman angkatanku penghuni kamar Abdurrahman. Ngobrol, bergurau, hingga tertawa lepas di tengah keheningan malam. Membuat penghuni kamar Abdurrahman yang lain terganggu, hingga pindah ke kamar lain untuk melanjutkan mimpi indahnya.
Sudah pukul 2. Topik pembicaraan mulai absurd. Beberapa mulai pamit hendak tidur, karena tidak kuat menahan rasa kantuk. Tersisa aku, Fadlan, Fadil, dan Ammar.
"Ish uda ngantuk kali aku. Kalo mau tidur juga tanggung uda mau dibangunin tahajjud." Keluh Ammar.
"Makanya jangan tidur. Tidurnya besok aja pas pelajaran sekolah." Kataku sambil tertawa.
"Kamu enak, pinter. Otaknya encer. Melajarin ini itu dikit, langsung paham. Ngafalin ini itu bentar, langsung hafal. Emang termasuk min 'ibadihil musthofa' nih anak." Kata Fadlan.
Semua tertawa.
"Udahlah terserah kalian, aku mau tidur aja sekarang. Lumayan ada 1 jam." Kata Ammar, yang kemudian langsung mendatangi kasur terdekat. Siapapun pemilik kasurnya, pasti akan ditumpangi Ammar. Hanya untuk bantal saja. Badannya nempel ke ubin asrama.
"Yauda deh, tidur juga. Siap-siap disiram ampas kopi sama Pak Jamal kalo ga bangun nanti. Haha." Kata Fadil, yang kemudian langsung memeluk kasur dengan tebal 20cm miliknya.
Kehabisan kawan, aku dan Fadlan pun akhirnya juga ikut tidur.-
"Bangun, bangun, bangun" Teriak Pak Jamal membangunkan anak-anak.
"Bangun woi!!!" Teriak Pak Jamal lagi. Kali ini mendekatkan mulutnya ke telingaku. Mungkin hanya berjarak 5 cm dari daun telinga.
Entah bagaimana cara setan menyumbat kupingku, aku tetap tidak bangun. Simulasi menjadi mayat, kalau kata Fadlan. Antara kesal dan geram, Pak Jamal kemudian melihat ke sekelilingnya. Ada teko bekas kopi. Setelah dibuka, masih ada ampasnya.
"Pas banget." Kata Pak Jamal pelan, sambil membawanya kepadaku.
Dibukalah teko tersebut, kemudian disiramkanlah ampas kopi itu ke mukaku. Tak perlu diragukan, pasti aku bangun.
Kubuka mata, kulihat cairan hitam menetes dari rambutku. Wajahku terasa tak serata biasanya. Kulihat sekeliling, ada Pak Jamal, dan teman-temanku yang lain tertawa keras, sampai ada yang memegangi perutnya, saking penatnya tertawa. Kuraba mukaku, kemudian kulihat tangan ku.
"Aarrgghh, jijiikkk!!!" Teriakku setengah tertawa sambil berlali ke kamar mandi.
![](https://img.wattpad.com/cover/210911577-288-k527062.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Abi, Ummi, Ini Hafalanku
Spiritual'Tak kusangka mujur nian nasibku. Tak terbayangkan akan kejadian seperti ini. Tak terimpikan. Tak terbesit sedikitpun dalam relung jiwa. Namun, Allah maha segalanya, maha membolak-balikkan hati. Hingga pada suatu saat, kugenggam tangan keduanya, dan...