Intro: "Hei"

33 5 0
                                    

Musim gugur tahun ini agaknya terlalu girang tandangi kota Seoul. Lihat saja, Ini bahkan belum mendekati musim dingin tapi rasa-rasanya semua suhu dingin sudah ditumpuk dahulu di musim ini.

Aku merapatkan coat biru mudaku dan menggosokkan kedua telapak tangan sambil meniupnya, berharap dapat menetralisir suhu tubuhku yang memang tidak tahan terhadap cuaca ekstrem.

Mama dan Papa masih sibuk membantu Paman dan Bibi untuk menurunkan barang-barang. Aku memutuskan untuk istirahat sejenak setelah Mama berbicara sedikit berteriak bahwa aku harus duduk sebentar di teras rumah baru kami. Supaya aku tidak kelelahan, katanya.

Ya, kami sekeluarga memutuskan pindah ke distrik Dongdaemun yang dekat dengan kampusku. Papa dan Mama juga setuju untuk menjual ladang sayuran di Ilsan setelah panen dan membuka usaha restoran yang sudah dibangun jauh-jauh hari.

Omong-omong soal kampus, aku adalah mahasiswa tahun kedua di Universitas Kyunghee. Sebelumnya aku juga menyewa apartemen di dekat kampus dan hanya butuh waktu 15 menit berjalan kaki untuk sampai di gedung fakultas.

Tapi berkat rayuan maut Mama yang mengatakan kalau Beliau rindu denganku, akhirnya Papa menuruti kemauan Mama untuk pindah rumah hanya agar aku tidak kesepian dan meninggalkan apartemen.

Huh, Mama tidak mau mengaku kalau dia yang kesepian.

Tapi aku ya menurut saja. Karena beginilah resiko sebagai anak tunggal. Sangat disayang. Walau tak jarang juga aku bilang pada Mama bahwa anak gadisnya ini sudah besar dan berhenti memanjakanku.

Gosokkan kedua tanganku masih berlangsung sembari aku memperhatikan paman yang memindahkan mobil pick up ke sisi rumah supaya tidak menggangu pemandangan. Mama, Papa, dan Bibi kurasa sudah masuk ke dalam rumah sementara aku tetap terdiam di teras saat Paman juga menyusul masuk.

"Lily, ayo masuk! Kita minum teh hangat dulu sembari menghangatkan diri."

Aku mengangguk dan Mama masuk kembali setelah berteriak.

Saat aku hendak memacu langkah ke dalam rumah, di seberang jalan tepat di depan rumah kami, mataku tidak sengaja menangkap cahaya yang tampak sangat kecil namun menyilaukan di dekat pohon Ginko yang sedang gugur di sana.

Aku penasaran. Sangat.

Sempat menengok sebentar ke pintu rumah untuk memastikan Mama tidak menyembulkan kepala dan berteriak kembali, aku lantas menghampiri benda kecil yang memantulkan cahaya itu.

Tungkaiku berhenti di depan pohon berdaun kuning ini. Lalu aku berjongkok dan meraih kalung yang hanya berjarak beberapa senti dari bangku bercat cokelat tua di samping pohon.

Irisku memperhatikan lekat-lekat kalung yang memiliki bandul batu berwarna hijau ini. Bentuknya seperti air menetes yang runcing di atas dan bulat pada bagian bawah. Kira-kira ukurannya sebesar kuku telunjukku.

Beberapa detik lamanya aku mengamati, semilir angin lembut menabrak epidermisku disertai daun-daun yang berjatuhan ke tanah. Hanya perasaanku saja atau memang aku yang terlalu paranoid, aku merasa seperti ada yang sedang memperhatikanku.

Spontan aku mengedarkan pandangan ke segala arah dan tak mendapati seorang pun di sini. Aku baru sadar kalau distrik ini lumayan sepi dan justru membuat aku semakin takut.

Dengan segera aku memasukkan kalung itu ke saku coat ku dan berbalik arah menuju rumah dengan tergesa.

Kemudian bernapas lega setelah berhasil menyentuh kenop pintu lalu membukanya. Menggelangkan kepala sebentar guna mengusir pikiran-pikiran negatif yang menyusup masuk ke otak dan melangkah dengan damai.

Walau tadi sempat bergidik ngeri lantaran telingaku, entah itu nyata atau tidak, aku mendengar setidaknya satu kata yang sangat halus, bahkan terlampau halus namun terdengar berat sesaat setelah aku memutuskan berbalik badan.

"Hei."

Katanya. Yang aku tidak tahu siapa yang mengatakannya dan ditujukan untuk siapa. Dan aku enggan untuk menoleh kembali, karena mungkin itu hanya halusinasiku saja.

Tidak mungkin 'kan, ada hantu di pagi hari yang cerah ini? Dan hanya mengatakan 'hei' ketimbang mengagetkanku dengan wajah abstraknya.

🤍🤍

The Man Under Ginko Tree✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang