"Wajahmu cantik"

18 5 0
                                    

Aku berjalan lesu menuju rumah. Langkah kakiku pun tak ada gairah untuk terus melanjutkan perjalanan. Padahal jarak antara halte bus dan rumah tidaklah jauh.

Apa mungkin ini efek dari otakku yang lelah karea ujian dan harus memikirkan perkataan serta sikap Jaeyun padaku? Lalu merambat ke semua anggota tubuhku dan mengakibatkan syaraf motorik menolak untuk bekerja dikarenakan neuron yang sedang lelah.

Kesimpulan yang menarik.

Sedikit lagi aku sampai dan berusaha menghibur diri dengan bersenandung acak, atensiku teralihkan oleh presensi seorang Pemuda tampan sedang duduk di bangku, di bawah pohon Ginko yang sedang gugur itu.

Pemuda itu memakai sweater merah dan celana biru gelap. Di pangkuannya terdapat payung putih transparan. Anehnya, Pemuda itu menatapku yang tangah mengamatinya. Kucoba untuk mengabaikannya dan buru-buru untuk masuk ke halaman rumah. Tetapi suara pemuda itu menghentikanku sebelum tanganku menyentuh pagar.

"Hei."

Oh, ini suara yang kemarin?

Aku menoleh ke belakang dan mendapati pemuda itu beranjak dari kursinya.

Aku menunjuk diriku sendiri meminta kepastian. Kentara sekali kalau wajahku dilanda kebingungan. Pemuda di sana mengangguk yang artinya dia memang memanggilku.

Ia menepuk sisi kosong di sebelahnya menyuruhku duduk setelah aku berada di depannya. Pemuda itu duduk kembali.

"Kenapa aku harus duduk?" Tanyaku was-was.

Meski begitu, instingku mengatakan kalau pemuda ini adalah orang baik dilihat dari senyum menawannya. Tampan.

"Karena kita akan mengobrol." Suaranya pelan namun terdengar indah di kedua telingaku. Itu adalah seni.

Belum mau duduk di sampingnya, aku langsung bertanya, "Memangnya aku mau mengobrol denganmu?"

Kupikir dia akan tersinggung dengan perkataan ketus yang aku lontarkan, namun yang terjadi setelahnya sungguh tak disangka-sangka.

Ia menarik pergelangan tanganku dan memaksa aku untuk duduk di sampingnya. Hey, itu lancang namanya. Tapi anehnya aku tidak menolak dan malah mengikuti arah pandangnya yang terkesan lurus ke depan.

Di sana, Mama sedang membuka pagar dan berdiri di pinggir jalan selama beberapa detik. Mama menolehkan kepalanya ke arah barat, arah di mana biasanya aku berangkat dan pulang dari arah sana.

Kemudian kembali masuk.

"Mamamu sedang menunggumu."

Kutengokkan kepala ke kiri dan pemuda bermata bulat itu sedang menatapku lembut. Aku jadi tidak segan untuk meneliti wajahnya yang rupawan itu.

Rambut hitam legamnya yang lembut menutupi kedua mata besarnya. Begitu juga bulu mata yang lebat dan panjang. Hidungnya pun dipasang tinggi-tinggi. Lalu bibirnya yang baru saja ia basahi itu....

"Kau sedang mengamati bibirku?"

Sial, aku ketahuan.

Aku tergagap menyanggahnya, "Ti-tidak, aku tidak melihatnya."

Ia tertawa dan sial untuk yang kedua kalinya, itu terdengar lucu. Setelah wajahnya yang menyerupai seni tingkat dewa, tawanya pun tak mau kalah untuk kujuluki seni estetika yang patut dipenjarakan dalam kaset dan dijual di pasaran. Tawa itu cocok untuk alarm pada pagi hari.

Semua yang ada pada dirinya adalah seni.

"Aku bilang, mamamu menunggumu."

Aku mengerjap beberapa kali. "Iya. Maka dari itu aku harus segera pulang."

"Tapi dia tidak melihatmu di sini, jadi dia tidak jadi menunggumu."

"Hah?"

Pemuda ini mengibaskan tangannya di depan wajahku sambil tersenyum manis. "Sudah lupakan. Wajahmu terlihat bingung."

Dia kembali menatap ke depan dan tidak ada pembicaraan beberapa detik. Diam-diam kuulas senyum tipis.

Aku tidak tahu apa yang terjadi. Tapi di tempat ini, di bawah pohon Ginko yang bertemankan gugurnya daun, aku sedikit merasa tenang.

Mendadak lupa dengan ujian, Jaeyun yang menyebalkan, dan Mama yang jelas-jelas menungguku di dalam sana.

"Kemarin aku memanggilmu, tapi kau tidak berhenti dan malah berjalan seperti habis melihat hantu," tuturnya tanpa menoleh.

"Kupikir itu hanya halusinasiku saja" karena terdengar seperti bisikan hantu.

Baru sekarang ia menghadapku...dan tersenyum, lagi.

Tuhan, kuatkan aku kalau semisal senyumnya itu berdampak bagi tulang betisku yang akan lumpuh jika terus-menerus diberi senyuman mematikan.

Pemuda ini adalah wujud nyata dari narkotika yang bisa membuat siapapun melayang di awan hanya karena ditatap selembut itu.

"Kalungmu...indah berada di sana." Kalau Jaeyun menunjuknya dengan telunjuk tanpa melihat, beda dengan pemuda ini yang terang-terangan menatap leherku.

Dan wow, bukankah barusan itu dia memuji?

"Yap, terimakasih."

Ia menganggukkan kepalanya sambil melipat bibirnya kedalam. Sepertinya kedinginan.

"Dapat dari mana?"

"Eoh? Itu..anu.. Aku nemu." Kupasang cengiran di akhir kalimat.

Aku meremas tanganku sendiri karena malu. Yah, malu karena sudah dipuji punya kalung indah dan ternyata barang temuan.

"Cantik," pujinya sambil menatapku.

Aku mengedipkan mataku dua kali dan mengangguk setuju.

Iya aku tahu, barang temuanku sangat cantik.

"Wajahmu cantik."

Waktu terhenti secara tiba-tiba.

Seperti cerita di komik-komik romansa yang sering aku baca saat dosen Lee sedang ceramah, aku merasa seperti tuan putri dengan bunga berwarna-warni mengelilingiku pun dengan cahaya sedang menyorotku yang bersemu-semu.

Mampus kau Lily, rasanya aku ingin sekali meninju batang pohon Ginko itu dan memakan semua daun-daunnya. Agaknya aku sudah tak waras karena mendapat pujian dari pemuda bermata bulat cerah ini.

Cantik katanya.

Bahkan dirinya jauh lebih cantik dari semua hal cantik di dunia ini.


🤍🤍

The Man Under Ginko Tree✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang