part 1

7 1 0
                                    

Misteri Rumah Susun Bida Kuning

''Hhhh ...," desahku lega, akhirnya selesai juga serangkaian tes untuk menjadi karyawan sebuah PT di kawasan muka kuning, Batam. Setelah berkutat dengan map merah berisi surat permohonan kerja yang telah ku
susun rapi, dan hilir mudik di kawasan cc dan area pabrik di muka kuning. Akhirnya aku pun mendapatkan lowongan di sebuah PT di kawasan sana.

"Gimana, Nuri, udah selesai tesnya," tanya temanku ketika kami tengah duduk santai di sebuah cafe di kawasan pujasera pintu satu Batamindo.

"Selesai semua, tinggal nunggu pengumuman hasil tes medical seh, abis itu langsung masuk," sahutku sambil menyeruput segelas es teh yang kupesan tadi.

"Terus nanti kamu tinggal di dormitori, kan?" tanya Raya lagi.

"Kabarnya seh iya, semua karyawannya diwajibkan tinggal di dormitori," jelasku.

"Yah, bakalan jauh dong kita ntar, Nuri," protes temanku itu sedikit kecewa.

Memang kami selama ini tinggal dekat di sebuah Indekos di Bengkong Indah. Kamar indekos Raya persis di depan pintu kamarku.
Walaupun beda tempat kerja, tapi kami selalu pergi kemana-mana berdua. Raya sendiri bekerja di sebuah pabrik kawasan Batam center. Sedangkan aku di kawasan muka kuning.

"Ya, gak apa-apa, ntar aku rajin berkunjung kok ke indekos. Atau kamu yang nyamperin ke dorm, Bengkong sama Batamindo kan gak jauh, Ray," ucapku tersenyum dan menepuk pundak teman dekatku itu.

"Janji, ya! Ntar kamu ketemu teman baru di sana, jadi lupa deh sama aku," sungut Raya menatapku.

"Ya, enggaklah, kamu kan teman baikku, gak mungkin aku lupa."

"By the way, aku masih heran deh, kenapa seh kamu gak nyambung aja kontrak di PT yang lama, kan sekarang lagi naik daun?" tanya Raya penasaran dengan keputusanku untuk tak memperpanjang kontrak di tempat lama padahal PT tersebut sekarang tengah jaya-jayanya.

Istilah jaya di sebuah PT itu disebut karena produksi yang meningkat dan jam kerja karyawan pun bertambah, alias lembur. Tentunya gaji semakin banyak.

"Mau cari pengalaman baru, aku udah gak nyaman lagi di sana."

"Jangan bilang karena Ardi, kalian baik-baik aja kan, setelah putus?" Raya menginterogasiku.

"Enggaklah, masak gara-gara dia, aku udah move on kali. Kan aku udah bilang mau cari pengalaman baru." Aku hanya tertawa menanggapi pertanyaan Raya. Walaupun ada benarnya juga perkataannya barusan.

"Baguslah, kalau bukan itu alasanmu, banyak lagi laki-laki di Batam ini. Walaupun lebih banyak wanitanya seh," lanjut Raya terkekeh.

Aku hanya tertawa sambil menyubit lengannya pelan.

"Aduh, sakit, Nuri!" jerit Raya meringis dan menggosok lengannya.

Kami pun menghabiskan waktu di sore itu dengan curhat dan diselingi tawa sambil menyeruput minuman dan makanan cafe tersebut.

Sebenarnya aku merasa malas harus tinggal di dormitori, yang notabene nantinya bakalan berbagi satu ruangan dengan beberapa karyawan lainnya. Pasti harus penyesuaian diri dulu dengan lingkungan baru, teman baru, belum lagi kalau ada masalah di toiletnya. Hal paling aku benci selama ini, berbagi toilet dengan banyak orang.
Akan tetapi aku tak punya pilihan lain, disaat banyak PT di Batam yang sedang down, cuma PT ini yang baru bisa buka lowongan pekerjaan.

Sebenarnya aku masih bisa teken tambahan kontrak di tempat yang lama, tapi ada sebuah alasan yang membuatku tak ingin menyambung lagi di sana. Tak lain dan tak bukan karena Ardi, mantan kekasihku. Walaupun di hatiku telah ikhlas akan perpisahan ini, tapi hatiku masih merasa tak sanggup melihatnya dekat dan akhirnya resmi pacaran dengan teman satu line-ku di sana. Kikuk rasanya harus berusaha biasa-biasa saja, tapi hati selalu merasa asing, membuatku sering salah tingkah. Hal itu membuatku merasa tak nyaman lagi berada di sana.

Hari sudah menunjukkan pukul 18.15 WIB, kami pun memutuskan untuk segera pulang ke indekos menaiki sebuah angkot jurusan Bengkong.

**

Setelah dua hari lamanya aku menunggu panggilan kerja. Akhirnya hari ini aku mulai masuk untuk menjalani proses training kerja mesin. Karena PT kali ini memproduksi PCB sebuah alat elektronik. Kami karyawan baru wajib training dan pengenalan ruang manufakturing.

Aku dan beberapa karyawan baru telah berada di depan PT dan menunggu pak Toni, selaku trainer perusahaan. Setelah beberapa menit kami menunggu, akhirnya dia datang dan menyilakan kami memasuki sebuah ruangan meeting kantor. Kami memang harus menjalani training lisan dulu baru training produksi.

Setelah proses pengenalan tentang perusahaan serta semua tentang produksi, akhirnya setelah beberapa jam kami pun diajak berkeliling kawasan pabrik. Mengenali setiap jenis mesin yang nantinya akan kami operasikan, berikut para pimpinan produksi yang bertugas di masing-masing section manufaktur.

Terlihat ruangannya sangat luas tanpa sekat  pembatas dengan beberapa mesin produksi yang beragam sesuai fungsinya.

"Okey, sekarang saya tinggalkan kalian sama pak Yudi, beliau selalu leader produksi yang akan mentraining kalian tentang mesin," ucap pak Toni permisi meninggalkan kami bersama pak Yudi.

Kami pun berkeling dan di training mengoperasikan mesin dan ditempatkan di section yang membutuhkan karyawan baru.

Pak Yudi orangnya sangat lucu dan humoris, jadi proses belajar kami pun tak kaku dan gugup, sebaliknya diselingi tawa yang riuh.

Tak butuh waktu lama bagi kami belajar pengoperasiannya, setelah dua hari kami latihan akhirnya di hari ketiga kami telah pegang produksi langsung.

Aku di tempatkan di sebuah Line khusus merakit komponen PCB, jadi aku harus duduk dan tak berdiri seperti petugas bagian mesin. Ternyata karyawan lelaki yang di tugaskan di bagian mesin yang besar.

Aku menatap ke sekeliling ruangan tempatku bertugas, tampak beberapa karyawan lama tengah sibuk merakit pc di sebuah konfeyor berjalan. Semuanya tampak cekatan dan terampil mengerjakannya, karena kalau lambat sedikit meja konfeyor yang berputar bisa berhenti dan pekerjaan pun keteteran, istilah karyawan sana.

"Nuri, kamu di bagian sini," ucap pak Yudi padaku sambil menunjuk tempat seorang karyawan lama tengah sibuk merakitnya.

"Sri, kamu ajarin dia, ya?" perintah pak Yudi pada karyawan tersebut.

"Baik, Pak!"
Gadis itu pun mempersilahkanku duduk dan mengajarkan cara merakit sebuah resistor pada lempengan pcb yang tengah di rakit tersebut.

"Namanya siapa?" tanya gadis itu padaku.

"Nuri, Mba," ucapku mengenalkan diri.

"Saya, Sri, kamu nantinya akan menggantikan posisi saya di sini, saya mau habis kontrak," katanya sambil terus mengajarkanku merakit.

"Oh, ya! Kok gak nyambung, Mba?" tanyaku kemudian.

"Ah, enggak, saya mau pulang kampung, dan akan menikah di sana," jelasnya.

"Wah, selamat ya, kalau begitu, Mba," ucapku tersenyum.

"Makasih," ucapnya tersenyum.

Kami pun melanjutkan proses merakit. Tak butuh waktu lama bagiku untuk merakitnya. Karena memang sudah pengalaman di perusahaan sebelumnya merakit komponen alat elektronik.

Lega rasanya bisa kembali bekerja dan menemukan beberapa teman baru di sini.

Setelah melewati waktu training selama dua Minggu, akhirnya aku pun teken kontrak selama dua tahun. Kami pun diboyong ke sebuah dormitori, karena selama kontrak kami akan tinggal di sana.

***
Please sekali vote nya ya readers.

Misteri Rumah Susun Bida KuningTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang