Finally, bisa update tipis-tipis. Komen yang banyak, nanti 1 orang kukasih voucher KK 5k, diumumin pas update next chapter. ❤️
#9
"Kalau udah nggak ada urusan lain, aku mau balik sekarang." Aprinta sengaja tidak menunggu Gera selesai dengan lamunannya, karena bisa jadi baru kelar besok pagi.
Selain itu, melihat muka butek Gera, Aprinta trauma tiba-tiba dimintai memijat secara cuma-cuma sampai bosnya itu ketiduran lagi.
"Ta." Gera mengalihkan pandangan dari pintu yang sejak tadi menjadi menjadi fokusnya.
Aprinta mendesah. "Bisa langsung disebut dalam satu kalimat, nggak? Jangan dicicil-cicil gitu ngomongnya. Bikin kesel."
Seolah mengira Aprinta tidak betulan kesal padanya, Gera kembali bicara dengan ekspresi dan suara datar. "Waktu bulan kemarin kamu bilang Jeffrey pulang ke Jakarta, bisa tolong cari info, dia ke sini dalam rangka apa?"
"He's moving permanently. Mulai Senin masuk ke kantor bapaknya."
Rahang sang pria tetap mengatup selama beberapa saat.
Tanpa ada penjelasan, juga tanpa ada perubahan ekspresi wajah seperti itu, Aprinta tidak mengerti mengapa tiba-tiba Gera membicarakan Jeffrey Abram.
Tidak ada yang salah dengan nama itu. Setahu Aprinta, Gera memang brengsek saja. He's just born a bitch. Hampir tidak bersosialisasi dengan semua sepupunya, baik yang bernama belakang Abram atau Soekarno—nama almarhum suami pertama dan kedua Josephine Harsono, omanya. Dengan om dan tantenya juga hanya sekadarnya, sebagian besar hanya urusan pekerjaan, atau saat dipaksa Pak Ardhi saja.
Jangankan dengan keluarga besar, dengan ibu dan ayah kandung beserta pasangan baru masing-masing pun Gera hanya berhubungan seperlunya.
Dalam dunia Gera, selain Gemma, semua orang adalah villain dan villainess, termasuk Aprinta.
Tanpa memberi tanggapan untuk ucapan Aprinta tadi, tiba-tiba Gera berdiri. "Udah malem. Tunggu sebentar. Kuanter."
"Nggak mau." Aprinta menolak cepat.
"Kenapa?"
"Aku nggak mau kelihatan berduaan sama kamu di luar urusan kerjaan." Wanita itu menjawab dengan tegas untuk mempertahankan boundaries. "Lagian, kalau kamu kasihan karena aku ke mana-mana naik taksi atau public transport, kamu salah sasaran. I can afford a car and a driver by myself if I want to, tapi aku emang nggak mau. Nggak butuh." Aprinta kemudian mengacungkan ponsel di tangannya. "Anyway, taksi aku udah di depan. Bye, Ger. Sampai ketemu di kantor besok pagi."
Gera tidak bisa berbuat apa-apa. Dia menatap asistennya itu berlalu dan menutup pintu di depannya.
Ketika dia kembali ke kamar, yang pertama kali Gera lakukan adalah menyalakan layar ponselnya. Membuka galeri untuk mengecek foto yang tadi dia kirim dari ponsel Aprinta.
Selama beberapa saat, dia melakukan zoom in-zoom out berulang kali pada satu sosok familier yang tidak sengaja masuk ke dalam frame foto amatir yang diambil Gemma.
Walau sulit dipercaya, dia tidak salah orang.
It's her.
~
Angin di Malang lagi demen ngajak ribut, membuat Adnan batal duduk di teras karena merasa kursi dan meja di sana ngeres kena debu yang terbawa dari jalan depan rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
ASSCHER
Romance"Actually, I don't know which one is better. Whether I ask you to stay, or I go there with you, it just seems like a lose-lose. This relationship is hard to work out." Meski begitu, pada akhirnya Revanda memilih Jeffrey, pria yang telah menemaninya...