Treasure

77 8 7
                                    

"Disana, di kerajaan megah itu. Istana Majapahit. Ada harta yang sangat berharga lebih dari upeti yang selalu masuk ke kantor administrasi istana."

Gadjah Mada kecil menatap ayahnya penasaran. "Raja, raja yang memberi titah padamu."

Trowulan, ibu kota Majapahit, selalu menjadi pusat keramaian. Para pedagang dan pendatang hilir mudik melintasi pintu gerbang ibu kota tanpa rasa takut. Lagipula siapa yang berani membawa ketakutan disana. Di tengah kota, kerajaan Majapahit berdiri dengan megahnya. Para punggawa kenamaan, kesatria Majapahit, tinggal disana. Satu angin keributan saja, sudah dipastikan akan berakhir di tangan kegagalan. Tetapi—

—di malam hari. Trowulan menyuguhkan hal berbeda. Ketika angin keributan tak berani menantang kemegahannya, maka badai lah yang datang. Di tengah lelap serta rehatnya senjata di tangan para punggawa. Trowulan, tepatnya kerajaan Majapahit, kedatangan tamu yang membawa sesuatu yang lebih besar dari angin keributan.

Kudeta.
.
.
Malam itu, ketika para patih dan punggawa tertidur lelap. Gadjah Mada yang sengaja terjaga dari tidurnya, mendengar suara riuh dari depan istana raja. Dirinya langsung bersiap dan mengambil tombak andalannya. Tidak perlu memeriksa lagi, dia dan pasukannya sudah bersiap untuk hari ini. Jauh sebelum ini, telah terdengar kabar angin tentang adanya pemberontakan lain di majapahit. Tetapi dia tidak menyangka, bahwa pemberontakan akan terjadi di Trowulan. Di ibu kota dan istana Majapahit itu sendiri.

"Darmo, siapkan pasukan! Minta mereka mengamankan Ibu Ratu dan para putri. Setelah itu susul Aku ke kamar Paduka Raja."

Pemimpin pasukan bhayangkari itu tidak mengambil waktu lama untuk menyiapkan pasukannya. Dia yakin para prajurit bawahannya tahu tugas mereka dengan baik.

Gadjah Mada berlari secepat mungkin menuju kamar paling megah dalam istana Majapahit itu. Di tengah larinya, Gadjah Mada terhenti. Dia melihat seseorang yang telah membantunya berada di jabatannya saat ini. Patih Arya Tadah. Orang tua itu sedang berjalan tertatih memegang lengannya yang terluka menuju kamar sang raja.

"Paman, apa yang terjadi padamu?"

"Tidak ada waktu, kita harus membawa raja keluar dari sini. Aku tau jalur yang aman untuk keluar."

"Tapi luka ditanganmu cukup dalam. Dan bagaimana dengan pasuka—.

Gadjah Mada terkesiap ketika melihat Arya Tadah hampir terjatuh. Untungnya dia dengan cepat menangkap salah satu patih majapahit itu.

"Anda kehilangan banyak darah, tunggulah disini. Bawahanku akan segera datang. Mungkin juga pasukanmu."

Dia memapah patih itu ke dinding istana dan menyandarkannya disana.

"Tidak, pasukanku tidak akan datang. Mereka tidak mengetahui situasi ini, kemungkinan mereka berada di luar istana, bangsal prajurit. Patih yang lain juga mungkin sudah ditangkap atau dibunuh."

Arya Tadah mengambil nafas sejenak. Dia menengok ke kanan dan kirinya. Memastikan musuh belum memasuki istana dalam.

"Para pasukan tidak akan bergerak tanpa perintah pimpinannya. Jika pimpinan mereka ditahan, hanya pasukan penjaga istana yang bisa diharapkan menjaga musuh diluar. Berapa pasukan yang siap dan berada dalam perintahmu?"

Treasure, Trust, TreasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang