"Tak tahu ini apa. Tapi jantungku selalu berdebar. Dan penyebabnya adalah kehadiranmu."
-Rasa.
.
.Bel kembali berbunyi, tanda bahwa istirahat telah usai. Semua murid masuk ke kelas mereka masing-masing. Begitu pula dengan Nao. Dia sudah kembali ke kelasnya dengan meninggalkan banyak pertanyaan dari beberapa orang.
Lara juga sudah kembali duduk dengan Zhisa yang sedari tadi berusaha mengintrogasinya, padahal Bu Leli sudah mulai berceloteh di depan papan. Menjelaskan rumus-rumusnya dan akan kesal bila mengetahui ada murid yang tidak memperhatikan penjelasan darinya.
"Psst, Lara!" bisik Zhisa menyenggol-nyenggol siku Lara.
Lara melirik sekilas, lalu mengangkat dagunya mengisyaratkan bertanya.
"Lo tadi istirahat di kelas aja?" tanya Zhisa menyelidik. Masih dengan bisikan penasarannya.
Lara mengedipkan matanya dua kali kemudian mengangguk.
"Sendirian?" selidik Zhisa lagi. Membuat Lara menghembuskan nafasnya lelah.
"Enggak. Tadi ada Nao," sahut Lara ikut-ikutan dengan nada suara yang rendah. Lalu gadis itu lanjut bertanya, "Kenapa sih emangnya?"
Zhisa menopang dagunya, kembali berbisik, "Emm enggak sih, tadi gue denger berita. Katanya lo suap-suapan sama Nao."
"Iya, tadi Nao minta suapin sandwich ke gue."
"Oh-WHAT?!"
Sadar suaranya mengambil perhatian teman sekelas, Zhisa menggigit bibirnya cepat.
"Ada apa Zhisa?" Bu Leli bertanya sinis, matanya memicing tak suka.
"Eh, Ibu... gak apa-apa Bu, maaf." Zhisa cengar-cengir bego. Dan dibalas delikan mata sebal dari Bu Leli.
Kelas kembali normal. Dengan Zhisa yang... sungguh wajahnya benar-benar malu saat ini! Bisa-bisanya dia berteriak seperti tadi. Apalagi Bu Leli sedang menjelaskan materinya. Beruntung dia pintar, jadi Bu Leli tak akan menyuruhnya maju mengerjakan soal di depan. Zhisa peringkat kedua setelah Lara.
"Selamat gue, astaga...," cicit Zhisa membuat Lara terkekeh geli karenanya.
***
Lara merengut kesal. Rasanya wajah gadis itu berlipat-lipat tebal. Terpaksa dia tak langsung pulang ke rumah. Hujan tengah mengguyur sejak jam mata pelajaran terakhir tadi tanpa henti. Kalau pun naik angkot, tetap saja turun nanti dia tak ada payung.
Lara membatalkan pikirannya tadi pagi yang mengatakan hari ini adalah hari yang indah. Ini hari yang buruk! Pertama tidak jajan, dan sekarang lihat, gadis itu hanya bisa menghembuskan nafas lelah dari tadi. Tak ada kursi untuk duduk. Semuanya basah terciprat air hujan.
Lara ingin segera pulang ke rumah!
Tin!
Klakson mobil menyadarkan Lara dari lamunannya bagaikan jin yang menjentikkan jari mengabulkan permintaan tuannya. Gadis itu menatap lurus, merasa bahwa mobil hitam di depannya sedang menunggu dirinya.
Ah, tak mungkin.
Mana mungkin Ayahnya tiba-tiba beli mobil mewah? Kejatuhan durian dari Kampung Durian Runtuh, kah? Seingat Lara, semalam Ayahnya tidak menaruh sesajen apa pun di rumah. Yah, tak mungkin deh pokoknya!
Ada satu menit mobil itu diam di tempat membuat Lara yang berdiam sedikit salah tingkah. Hingga akhirnya pintu penumpangnya terbuka, menampakkan pria dengan kacamata cokelat gelap khasnya turun dengan memegang payung. Ah, itu Nao ternyata. Pria tampan yang sering membuat Lara berdebar akhir-akhir ini.
![](https://img.wattpad.com/cover/202150182-288-k371597.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
REALOVE
Teen FictionNao, bentuk pembuktian bahwa mencintai tak harus selalu menilai dari fisik. Membenarkan opini bahwa cintanya pada seseorang memanglah buta. Lara, jika sempurna bisa dimiliki manusia, mungkin saja Lara bisa mendapatkannya. Walau hidupnya sederhana, n...