"Lara, lo terlambat!" teriak sang adik dari luar kamar sambil menggedor-gedor pintu seperti human gak ada akhlak.
"Hah?!" Lara terduduk, seketika bangun dari alam mimpinya. Ada beberapa detik dia termenung hingga sadar bahwa ini sudah ketiga kali sang adik mengerjainya.
Lara mendecak, meregangkan tubuhnya yang baru saja terlonjak kaget.
"Iya, iya! Gue bangun!" sahut Lara setengah berteriak dan membuat gedoran pintu berhenti. Sumpah, ini ngeselin banget buat Lara!
Sementara terdengar cekikikan sang adik yang memang sengaja melakukan kegiatan itu akhir-akhir ini. Lara itu disiplin, adiknya tahu kalau sang kakak akan bangun terkejut jika dikatakan bahwa dirinya terlambat.
"Laknat banget sialan. Awas aja nanti!" gerutu Lara pelan sambil beranjak ke kamar mandi.
***
"Ma, Lara berangk-" pamit Lara terpotong, ah tidak, lebih tepatnya Lara tidak jadi pamit ketika melihat Nao duduk manis di sofa ruang tamunya.
Pria itu bersinar, tidak lupa dengan kacamata cokelat gelap yang menambah kesan kerennya semakin terpampang. Kenapa pria itu ada di sini?
"Kok lo di sini?" tanya Lara keheranan.
Nao tersenyum mendengar suara Lara lalu menoleh ke arah gadis itu.
"Kok kaget gitu? Kan kemaren gue udah bilang bareng."
Lara ingat itu, memang benar. Tapi... "Iya gue tau. Tapi kan, harusnya pulang sekolah nanti bukan sekarang, ih!"
"Gak apa. Lebih cepet lebih baik, kayak misal penganten mau punya anak gitu." Nao terkekeh.
"Ngada-ngada aja lo."
"Lara kok marah-marah? Dari tadi Nao nunggu loh," ucap Mama Lara yang muncul dari arah dapur.
Lara meringis seraya tersenyum kikuk. "Bercanda kok Ma."
Nao bangkit dari duduknya. "Ya udah Ma, kami berangkat sekolah dulu ya," pamit Nao menyalimi tangan Mamanya Lara, tak lupa diikuti oleh Lara di belakangnya.
***
Di sekolah
Lara dan Nao turun bersamaan dari mobil dengan Nao yang berjalan lebih dulu di depan Lara.
"Nao, tunggu dulu."
Nao memperlambat langkahnya, pria itu menoleh ke arah Lara. "Kenapa Ra?"
"Lo tadi di rumah gue kenapa manggil mama gue 'Ma'? Sokab lo," tuntut Lara tak terima dan sedikit lucu sih pikirnya.
Seorang pria yang hanya teman memanggil mamanya dengan panggilan 'Mama', aneh bukan? Atau Lara saja yang terlalu berlebihan?
"Sokab apaan?" Nao balas bertanya.
"Sok akrab. Gitu aja masa gak tau."
"Oh itu, kan biar lebih sopan, gimana sih neng. Mami- em, maksud gue nyokap gue selalu ngajarin hal itu dari kecil."
Lara menghembuskan nafasnya pelan. "Ya udah, terserah deh. Gue duluan ya."
Yah, mungkin Lara saja yang terlalu berlebihan dan baper.
Gadis itu mempercepat langkahnya, mulai risih dengan tatapan cewek-cewek genit yang sedang julid padanya saat ini. Wajar saja, wanita mana yang tidak mau dekat dengan Nao seperti Lara? Nao tampan, tinggi, kaya. Tentu saja kekurangannya tertutupi oleh itu semua.
Tapi bagi Lara, Nao ya tetap Nao. Gak ada spesialnya! Nao yang nyebelin, usil, keras kepala, dan banyak sifat ngeselin lainnya. Bisa-bisa Lara botak kalau terus dekat dengannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
REALOVE
Teen FictionNao, bentuk pembuktian bahwa mencintai tak harus selalu menilai dari fisik. Membenarkan opini bahwa cintanya pada seseorang memanglah buta. Lara, jika sempurna bisa dimiliki manusia, mungkin saja Lara bisa mendapatkannya. Walau hidupnya sederhana, n...