Suasana dingin di ruangan serba putih kini kian membuat Gibran terus menghembuskan nafasnya.
Tatapan mata yang senduh melihat sang ayah terbaring di ranjang rumah sakit dengan infus di tangan kirinya semakin membuat Gibran merasa bersalah karena ia tidak bisa menjaga kesehatan ayahnya sendiri.
Pria paruh baya itu mengelus kepala anak pertamanya, mencoba meyakinkan bahwa keputusannya ini sudah bulat.
"Papa yakin hidup kamu akan bahagia"- ucapnya lalu mengulas senyum.
"Tapi Gibran masih SMA pa, Gibran harus sekolah"-ucap Gibran dengan nada halus.
"Tidak ada salahnya menikah saat masih sekolah"- ucap ayahnya.
"Tapi pa"-tatapan senduh tergambar pada wajah tampan milik Gibran.
"Sebelum papa meniggal, papa mau melihat kamu menikah dan berbahagia, tolong ya Gibran"-ayahnya mengusap pipi Gibran yang terus meneteskan air matanya.
"Gibran mau kan?"-tanyanya memegang erat tangan anaknya.
Gibran mengangguk pasrah. Gibran sangat menyayangi papanya, Gibran selalu mencoba menjadi yang terbaik untuk papanya. Tapi ia harus menuruti apa kemauan papanya ini, karena hidup papanya tak lama lagi. Jadi Gibran harus membuat papanya berbahagia untuk yang terakhir kalinya.
"Minggu depan kalian akan menikah, semua urusan sudah di atur sama mama kamu, kamu persiapkan diri kamu ya"-ucap papanya.
"Tapi Gibran belum tau siapa perempuan yang di maksud papa"-ucap Gibran.
"Besok kalian akan bertemu"
~~~wwt~~~
Suasana dingin menyelimuti ruang tamu kediaman keluarga Rayna, karena saat ini ia tengah di sidang oleh kedua orang tuanya sendiri. Rayna terus menitihkan air matanya dan tidak berani melakukan kontak mata dengan sepasang orang tua di hadapannya ini.
"Minggu depan kalian akan menikah, jadi persiapkan diri kamu"-ucap pria paruh baya yang mengenakan kemeja putih ini.
"Tapi Rayna nggak mau pa"-tolak Rayna yang masih terus menangis.
"Ini demi kebaikan kamu"-sahut mamanya.
"Emang apa alasan papa buat jodohin Rayna?"-tanya Rayna yang mulai mencoba menatap ayahnya.
"Perusahaan papa harus bekerja sama dengan perusahaan lain. Pemilik perusahaan akan menyetujui kalau ada perjodohan, dia mau menjodohkan anaknya dengan kamu. Kebetulan dia juga teman papa. Hidupnya pun sudah tidak lama lagi, jadi dia ingin anaknya segera menikah"-jelas ayahnya.
"Jadi papa mau mengorbankan Rayna cuman buat kerja sama dengan sebuah perusahaan?. Lagian pemiliknya kan mau meninggal jadi percuma dia nikahin anaknya"-cerocos Rayna menahan air matanya.
"Huss, nggak boleh ngomong gitu"-ucap mamanya.
"Rayna. Papa jamin hidup kamu bakal bahagia, percaya sama papa"-ucap ayahnya.
"Besok kita akan kesana, kita akan memperkenalkan nya ke kamu"-Papanya beranjak pergi menuju halaman belakang.
~~~wwt~~~
Mobil BMW berwarna hitam kini mengantarkan keluarga Rayna ke kediaman calon suaminya yang sama sekali tidak ia kenal, bahkan papanya tidak mendeskripsikan sedikitpun tentang cowok itu.
Selama perjalanan, Rayna terus mencengkram dress putih yang ia kenakan, dengan rambut sebahu tergerai dan make up tipis yang ia oles.
Matanya terus mengamati suasana malam hari di kota metropolitan ini, angin malam membuat helai rambutnya berterbangan. Mata yang memerah karena menahan air mata perlahan kering terhembus angin.
"Tutup jendelanya Ray, angin malam nggak baik buat kamu"-tutur mamanya tanpa melihat putrinya yang duduk di jok tengah.
Rayna tidak menghiraukan mamanya, matanya masih bertahan pada jalanan, melihat kendaraan yang lalu lalang mengisi jalanan.
Sampai beberapa saat, mobil nya terhenti membuat Rayna membuka matanya setelah menahan air matanya yang akan jatuh.
"Rayna, ayo keluar"-Mamanya membuka pintu dan mengulurkan tangannya.
Rayna hanya melirik sesaat dan membuka pintu di sisi lain.
"Ray, kamu harus bisa mengontrol perasaanmu ya"-ucap mamanya menggandeng lengan Rayna.
Papanya sudah berjalan mendahuluinya.
Langkah demi langkah ia ijakkan pada rumah besar ini. Terlihat seorang wanita dengan dress merah dan pria dengan jas hitam yang tengah duduk di kursi roda.
"Eh, ibu Widya, cantik sekali"-ucap wanita itu sebelum cepika cepiki dengan mamanya.
Wanita itu beralih pada Rayna yang masih menundukkan kepalanya.
"Rayna juga cantik, cantik banget"-puji wanita itu lalu memeluk tubuh mungil Rayna.
"Makasih tante"-Rayna mencoba tersenyum untuk untuk membalas pujian itu.
"Eh, jangan panggil tante. Panggil mama ya"-wanita itu menggenggam tangan Rayna dengan lembut. Dan Rayna hanya mengangguk.
Rayna menatap samping wanita itu, pria yang duduk di kursi roda, pria itu mengulas senyum dan Rayna pun menjawab dengan senyuman.
Wanita itu menarik tangan Rayna pelan sampai mereka semua terduduk di sofa king size ini. Rayna tidak menemukan siapa calon suaminya, ia memilih untuk terus menunduk sampai derap kaki terdengar di telinganya.
"Nah kenalkan, ini calon suami kamu"-ucap wanita itu yang baru saja menjadi mama kedua bagi Rayna.
Rayna mendongakkan kepalanya pelan. Reflek matanya membulat menatap cowok itu. Dan sebaliknya.
"Gibran?"
"Rayna?"
TBC
-We Will Together
KAMU SEDANG MEMBACA
We Will Together
Ficção AdolescenteDi jodohin sama temen satu kelas? "Cowok yang emang gue suka dari dulu?" Lantas, bagaimana Rayna harus menghadapi Gibran yang memiliki sifat keras kepala, bandel, dan juga sulit di atur itu. Bagaimana mereka menjalani pernikahan saat mereka masih...