Dengan langkah yang sepadan, Gibran dan Rayna berjalan menyusuri koridor, mengikis jarak lebih dari satu meter. Langkah mereka sama sama berhenti saat Syella, siswi dari IPA 4 berdiri tepat di depan Gibran."Hai Gibran"-sapa Syella dengan senyumnya.
Gibran membalas dengan senyumannya. "Pagi"-Ucap Gibran lantas meninggalkan Syella.
Rayna melirik Gibran yang tengah bersenandung dengan tangan yang di masukkan ke dalam saku celana.
Belakangan ini memang ada rumor bahwa Gibran dekat dengan Syella, bahkan tak sedikit para siswi yang berharap mereka berpacaran.
Rayna terus berfikir tentang rumor tersebut. Ia sangan menyayangi cowok yang sudah sah menjadi suami nya ini walau tidak ada yang tau.
Rayna terus saja melamun sampai seseorang mendorong bahu kananya yang membuat ia berbelok ke arah kiri. Rayna mengerjapkan matanya, ternyata ia sudah ada di dalam kelas.
"Jangan ngelamun mulu, pendek"-cibir Gibran mendorong pelan bahu Rayna.
"Tumben lo bran masuk pagi"-ledek Angga sahabat Gibran.
"Diem lo"-Gibran melirik Angga lalu beralih melirik Rayna.
"Apa?"-tanya Rayna yang menyadari kalau Gibran tengah meliriknya tajam.
Gibran berjalan mendahului Rayna lalu duduk di bangkunya.
"Lo kok bisa masuk bareng sama Gibran?"-tanya Vella keheranan, karena selama ini Rayna selalu gagal untuk mendekati Gibran.
Rayna tersenyum lalu menggeleng. "Pas pas an aja di jalan"-jawab Rayna sambil memandang Gibran dari bangkunya.
Seisi kelas mulai sepi saat Bu. Erma selaku guru fisika memasuki kelas. Bu. Erma terkenal guru yang santai dan tidak pernah memarahi muridnya, ia sangat sabar. Tapi ia tidak segan segan dalam memberi tugas.
"Pagi anak anak"-salamnya sebelum memulai mengajar.
"Pagi bu"-sahut mereka serempak.
"Baik anak anak. Hari ini Ibu punya tugas untuk kalian. Tugasnya nanti ibu whatsapp di grub, dan sekarang kalian membagi kelompok masing masing setiap kelompok dua anak"-ucap Ibu Erma.
Keadaan semakin bising, suara mereka saling bertautan membahas siapa yang akan menjadi teman kelompok masing masing.
"Tolong angkat tangan dan ibu catat siapa saja pasangan kelompoknya"-Bu Erma mulai mengeluarkan sebuah kertas dari tasnya dengan bulpoin hitam yang siap untuk menulis. Semua siswa sudah tercatat tinggal menyisakan Rayna, Gibran, Vella, dan Angga.
Gibran mengacungkan tangannya. "Saya sama Rayna bu"-ucapnya.
Rayna membulatkan matanya dan lansung menggeleng. "Nggak bu, saya sama Vella."
"Gue sama Angga"-sahut Vella dan Angga mengangguk.
Rayna mendengus kesal, menatap sinis cowok di depannya ini.
~~~wwt~~~
Gibran dan Rayna baru saja menginjakkan kaki pada rumah nuansa putih ini. Rumah yang terlihat sangat kotor dan berantakan karena kemarin mereka terlalu lelah dan tidak membereskan rumah terlebih dahulu. Kursi yang masih tertutup plastik, gorden yang belum terpasang, lantai dengan serpihan pasir, dan box box berisi furniture.
Rayna ingin segera memasuki kamar mandi dan tidak ingin menunggu gantian Gibran, ia mulai membalap langkah Gibran walau terlalu sulit karena sekali Gibran melangkah bisa sekitaran 1 meter lalu apa daya Rayna dengan kaki mungil nya.
Baru saja Rayna menempati posisi berjalan di depan Gibran, tubuhnya tertodong kebelakang. Gibran menarik kera belakang seragam Rayna. Rayna terdiam lalu menghentikan langkahnya.
"Gue dulu yang mandi"-ucap Gibran meninggalkan Rayna yang terus mengerjapkan mata bulatnya.
Rayna memilih untuk membersihkan rumah sembari menunggu Gibran mandi, sekalian karena sekarang ia sudah berkeringat. Ia mulai menyapu bagian ruang tamu, dapur, ruang makan, dan terakhir halaman belakang. 2 jam berlalu, Rayna kembali ke ruang tamu untuk memasang gorden, kedua kaki nya menjinjit mencoba menempatkan gorden yang sudah ia tata tapi tangannya tidak mencapai ke atas.
Terasa punggungnya tertatap oleh dada bidang Gibran, Gibran mengambil ahli gorden lalu menempatkannya di antara paku paku yang terpasang.
"Gitu aja nggak bisa. Tinggi dong"-cibir Gibran.
"Udah tinggi kok, cara lo mandang aja yang beda"-balas Rayna tak mau kalah.
Rayna melihat tubuh Gibran dari atas sampai bawah. Gibran yang memakai jaket hitam dan kunci di mobil di tangan kananya.
"Mau kemana lo?"-tanya Rayna keheranan.
Gibran tidak menjawab dan pergi begitu saja meninggalkan Rayna yang masih memandang dirinya. Rayna mencoba berfikiran positif, mungkin Gibran ke rumah Angga.
~~~wwt~~~
Secangkir kopi hitam perlahan ia seruput di tengah derasnya hujan, matanya masih mengamati luar kaca dimana hanya rintihan hujan yang berjatuhan mengairi jalanan yang mulai sepi.
Kedua tangannya masih setia menggenggam cangir kopi yang berada di atas meja caffe ini, mencoba merasakan hangat di tengah hawa dingin yang menusuk tubuh berbalut neck turtle yang ia kenakan sekarang.
"Lama nunggu ya. Maaf"-pintah laki laki dengan jaket hitam yang ia kenakan.
"Enggak kok. Lagian hujan, seharusnya kamu nggak usah ke sini"
"Ini kan demi kamu"
Perempuan itu terkekeh pelan lalu menyeruput kopinya.
"Jadi..... Kapan kamu nikahin aku?"-tanyanya.
Gibran mendongakkan dagunya, menatap perempuan di depannya ini. "Nikah?"
"Kita udah pacaran 3 tahun bran. Seenggaknya kamu lamar aku dulu lah"
"Nanti aku pikirin ya"
"Kamu udah ngomong gitu 1 tahun yang lalu"
"Kapan kapan aja kita omongin ini lagi"
"Gibran...."
"Aku pamit dulu"
TBC
-We Will Together
![](https://img.wattpad.com/cover/211118775-288-k630624.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
We Will Together
Teen FictionDi jodohin sama temen satu kelas? "Cowok yang emang gue suka dari dulu?" Lantas, bagaimana Rayna harus menghadapi Gibran yang memiliki sifat keras kepala, bandel, dan juga sulit di atur itu. Bagaimana mereka menjalani pernikahan saat mereka masih...