"Maafkan aku, Yah"
"membunuh ibumu, hampir membunuh kakakmu, kau pikir masih bisa penghargaan semacam ini membuatku senang? tidak berguna"
"aku minta maaf Ayah, aku tidak bisa menjadi sempurna di mata Ayah"
"Kita semua tau, gak ada manusia yang semp...
Jaemin yang setengah sadar sudah ditarik kasar kerah bajunya oleh ayahnya yang entah kapan datangnya. "Ayah!! Ayah!!" Renjun dan Mirae berusaha mencegah Jongsuk mengkasari saudara mereka.
Brak!
Prak!
Terlambat sudah tapi, Jaemin sudah dihempas kasar duluan ke cermin yang berada di pojok ruangan, cermin itu pecah hingga tak lagi berbentuk. Jaemin meringis kala sakit menjalar di punggungnya, tangannya juga ikut merasakan perih saat menahan tubuhnya malah terkena pecahan beling.
"Sudah! Cukup, Oppa....kau sedang emosi" Jongsuk yang masih emosi tinggi di dalam hatinya, ditarik keluar oleh Hyojoo untuk mendinginkan kepalanya.
"Na....Na....denger aku, kan?"
"Emh....Rae...." lirih Jaemin, bahkan Mirae hampir tak bisa menangkap suara yang terlampau lemah itu. Mata Jaemin sayup sekali, hingga pada kedipan kelima, mata indah Jaemin tak lagi terbuka.
"Na....hiks....Na Jaemin! Jawab aku!!" Mirae memeluk tubuh Jaemin, menginginkan lelaki itu sadar dan bilang ia hanya bercanda. Ternyata tidak, Jaemin tak sadarkan diri.
"Rae! Rae udah! Cepetan telfon dokter, Rae!" Suara lantang Renjun menyadarkan Mirae yang masih berharap Jaemin siuman.
.
.
.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
.
.
.
"Beberapa luka di punggung, tangan, dan kepalanya sudah diobati dan diperban, untung saja tidak perlu jahitan. Tapi saya lihat...."
"Kenapa, uisa?" potong Renjun.
"Maaf, saya gak suka dipotong" kata dokter, membuat Renjun terdiam bersalah, "saya melihat luka lain, seperti memar di punggung juga ada, Jaemin segera dibawa ke rumah sakit ya, saya takut jika ia menerima cedera parah, atau ada komplikasi"
Mirae menghela nafasnya sambil mengusap dahinya yang sudah basah keringat dingin, Renjun hanya mengangguk kemudian akan mengantar dokter itu pulang. Mirae masih diam menatap Jaemin yang terpejam lekat.
Kaki Mirae mendekat ke kasur, duduk di samping Jaemin, mengusap pelan poni basah yang sudah terlanjur dihias keringat. Mirae mengambil tangan Jaemin, menggenggamnya erat, bagai tak ingin dilepas, "Na....aku butuh kamu disini....nemenin aku, bahagiain aku"
Saat itupun, air mata Mirae jatuh, tak lagi bisa tertahan. Mirae bisa menangis jika itu menyangkut Jaemin, ia seperti seorang lelaki yang paling berharga di hidup Mirae.
Renjun yang selesai mengantar dokter tadi, inginnya mau melihat Jaemin, tapi yang ia lihat, Jaemin mungkin sudah ada yang menemani, seorang gadis yang lebih mengerti lelaki itu, "Jaemin tidak ada, kau mencarinya, padahal kau juga belum berinteraksi denganku saat itu, Rae....aku sayang banget sama kamu, tapi mungkin rasa itu harus diubah, untuk seorang adik, bukan untuk seseorang yang spesial"