Seperti hari-hari biasanya Haechan akan pergi berlatih di aula sekolahnya. Di antara klub yang lain hanya klub karatelah yang mendapatkan ijin untuk memakai aula sekolah untuk berlatih. Beberapa kali ekskul lain mengajukan ijin tapi hasilnya selalu hampa, sedangkan Haechan, sekali saja ia mengajukan ijin untuk klub karate saat itu juga sang kepala sekolah menyetujui ijin tersebut. Tidak adil, pikir seluruh ekskul di sekolah tersebut.
Namun, jika mereka pikir-pikir kembali memang hanya klub karatelah yang di setiap perlombaan memberikan medali tanpa terkecuali. Mereka tidak pernah absen memberikan medali pada sekolah, sedangkan klub lain beberapa kali kecolongan dan sayang sekali tidak bisa memberikan medali.
"Huh," Haechan membuang napasnya dengan keras.
Sejujurnya ia lelah. Memangnya siapa juga yang tidak lelah jika dalam seminggu kalian harus berlatih 3 kali? Apalagi jika di minggu depannya Haechan akan mengikuti kompetisi, ia harus berlatih sampai dirinya menjadi gila. Untungnya ini sudah di tahun ketiganya, sebentar lagi waktu melelahkannya akan selesai.
"Chan!" panggil seseorang yang juga berada di satu klub dengannya.
"Ada apa, Jen?"
Lee Jeno, lelaki yang memiliki wajah bangsawan itu adalah sahabat terdekat Haechan. Jangan lupakan juga ia adalah wakil ketua dari klub karate oleh karena itu keduanya seringkali menempel seperti anak kembar.
"Kau latihan lagi?"
"Menurutmu? Apakah aku terlihat sedang membaca buku?" sambar Haechan.
"Hei, hei, bukan itu maksudku." Jeno tahu benar jika Haechan sudah kelelahan maka omongannya akan lebih pedas dari pada biasanya. "Kau masih kuat latihan?" tanya Jeno dengan tatapan matanya yang memperlihatkan seberapa khawatirnya ia.
Badan Haechan entah bagaimana gemetar secara tiba-tiba. Wajahnya merah padam, seperti menahan kekesalan. "KAU PIKIR AKU APA?! KAU PIKIR AKU SELEMAH ITU SAMPAI SEMUDAH ITU UNTUK KELELAHAN?! INGAT, JEN, AKU TIDAK LEMAH!" kesal Haechan dengan wajah memerah sampai ke telinganya.
Jeno terkejut. Apakah pertanyaannya barusan salah? Tapi ia merasa tidak salah jika ia khawatir pada sahabatnya itu. Lalu kenapa sahabatnya itu memberikan pertanyaan penuh amarah padanya? Apakah hal yang aneh jika seseorang khawatir pada sahabatnya?
"Hah, sudahlah," ucap Haechan final dan melepaskan sebuah benda yang mengikat di pinggangnya. Benda yang menunjukkan tingkat seseorang di klub karate.
Tanpa pengikat tersebut tentu saja pakaian karate Haechan akan terlihat longgar dan sesekali membuat bagian tubuhnya terlihat. Beberapa murid yang baru pulang tentu saja langsung fokus ke arah Haechan yang dengan santainya menyebarkan auratnya.
"Kau pasti sudah gila," sindir seseorang yang lewat di sebelahnya.
Lelaki itu berjalan santai dengan kacamata yang bertengger di wajahnya. Jangan lupakan tangannya yang memegang buku berwarna coklat, entah apa yang sedang ia baca.
"Kau..." geram Haechan lalu segera membalikkan tubuhnya dan berjalan ke arah orang tersebut.
"APA MAUMU?!" teriak Haechan tepat di wajah orang tersebut.
Lelaki tersebut berhenti di depan Haechan lalu mendongakkan kepalanya. Setelah melihat siapakah sosok di depannya ia tampak tidak peduli dan melanjutkan langkah kakinya.
"YA! KAU! MARK LEE!!!"
Dengan kekesalan yang memupuk di kepalanya Haechan menarik tas punggung Mark. Jeno yang mendengar keributan di luar segera berlari ke arah luar. Ia tahu Haechan sedang kesal, jadi ia tahu siapa saja bisa menjadi mangsanya. Namun saat ia melihat Mark dan Haechan sedang berdiri berhadapan ia tahu orang itu lagi yang akan menjadi mangsa Haechan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Youniverse ㅡ [ markhyuck ]
Fantasy「HS Series」 Wajah manis Haechan sering kali menipu orang-orang karena ternyata ia adalah kapten dari klub karate. Selain itu Mark, lelaki berwajah tegas tapi tampak sensitif itu kerap dibenci orang-orang karena Haechan. Haechan membencinya dan denga...