[SAI] 1 - Ex.

50 2 0
                                    

Sudah mantan, tapi semakin menawan. Dasar mantan!

Selamat membaca:)

Mungkin sebagian orang yang mengalami hal buruk akan mengalami trauma setelahnya karena kejadian yang begitu membekas di ingatan. Seperti yang dialami Agnes kini.

Tiga hari setelah insiden kecelakaan yang ia lihat dengan mata kepalanya sendiri pada malam itu, Agnes merasakan sebuah trauma. Selama dua hari itu juga, ia tak masuk sekolah karena kondisinya yang tak memungkinkan. Gerry-Papa Agnes memutuskan untuk mendatangkan psikiater untuk menenangkan pikiran putri satu-satunya itu. Hal ini pun membuat Gina-Mama Agnes khawatir dengan kondisi Agnes setelah mendengar hal tersebut dari suaminya. Padahal di sisi lain, kondisi kesehatan Gina pun sedang tidak baik. Karena masalah kesehatannya, dia merasa tak becus menjadi seorang ibu. Dia tidak ada di saat putrinya membutuhkannya. Hal inilah yang membuat dirinya sedih.

"Sekolah yang pinter yaa, Ta. Tenangin pikiran kamu. Inget yang diomongin Tante Maya kemaren?" Ucapan Gerry setelah mobil yang mereka tumpangi berhenti di depan sekolahnya. Tante Maya adalah psikiater yang menangani kondisi psikis Agnes kemarin.

Agnes menatap Papanya dan mengangguk perlahan dengan senyuman yang sedikit ia paksa.

"Nanti pulangnya sama Chandra, kan? Maafin Papa gak bisa jemput Tata, kerjaan Papa di kantor numpuk. Jaga diri baik-baik ya, sayang."
Tambahnya sambil mengusap kepala Agnes.

Agnes menghela napas. Papanya ini belum mengetahui perihal dirinya yang putus dengan Chandra. Dia pun berusaha mengulas senyum sebaik mungkin.

"Gama, nanti kamu pulang naik bus gapapa kan?" Tanya Gerry pada cowok yang berada di kursi tengah yang sedang asik memainkan game di ponselnya. Gama adalah adik Agnes yang terpaut usia tiga tahun.

Karena setelah insiden tiga hari yang lalu, Gerry memutuskan untuk tidak membiarkan Gama maupun Agnes mengendarai motor sendiri. Gerry takut terjadi sesuatu dan berusaha untuk berjaga-jaga saja.

"Gama mah jalan kaki juga gapapa." Celetuk Agnes.

"Apa Lo bilang barusan?" Tukas Gama.

"Bodo, gak mau diulang."

"Udah, udah. Kalian ini ribut terus." Ucap Gerry menengahi. "Tata, sekarang masuk ya, takut Gama telat nanti bisa dihukum."

"Biar, biarin dia dihukum."

Gama melotot melihat Kakaknya yang begitu menyebalkan. Agnes yang ditatap seperti itu pun menjulurkan lidahnya meledek. Melihat itu, perasaan Gerry sedikit lega karena Agnes yang kembali ke sifat asalnya.

"Yaudah Pa, Agnes turun dulu." Agnes pun mencium tangan Papanya.

Agnes melambaikan tangannya kepada Gerry setelah dia berada di luar. Mobil berwarna silver itu pun kembali melesat di jalanan. Setelahnya, Agnes menghirup napas dan membuangnya dengan kasar. Dia harus kembali pada dirinya seperti sebelum insiden itu terjadi. Dia tidak boleh berubah menjadi gadis yang tak dikenal oleh dirinya sendiri.

Agnes pun berjalan memasuki gerbang. Bel akan berbunyi sepuluh menit lagi. Saat dirinya hendak menaiki tangga, matanya menangkap seorang cowok yang selama ini dikenalnya tengah berjalan hendak menuruni tangga. Tak ingin bertemu dengan cowok itu terlebih dahulu, Agnes pun segera menepi dan bersembunyi di sebuah belokan. Matanya berusaha mengintip untuk memastikan keberadaan Chandra.

Agnes melihat bagaimana cara Chandra berjalan menuruni tangga. Begitu cool. Beruntung, Chandra tengah memainkan ponsel saat itu sehingga tak menyadari keberadaan kepala Agnes yang menyembul dari balik tembok.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 18, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

So Am ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang