Dendam Kesumat #3

48 8 0
                                    

"Hebat, ya. Bisa melakukan berbagai hal sesuka hati. Membunuh, berubah wujud, memainkan banyak peran, juga kekuatan milikmu sangat luar biasa."

Wujud wanita pirang dapat menjadi tameng baja untuk keselamatan nyawa. Ketika aku memakai wujud makhluk lain, maka bukan aku yang mendapatkan luka, melainkan wujud yang aku pakai akan menghilang dan kembali ke wujud asal seperti sekarang.

"Mentang-mentang wajah kami mirip, kau mengira aku berkaitan dengannya?" Beberapa pisau kecil mengarah padaku. Tentu pisau-pisau itu tidak akan melukai pemiliknya, jadi pegangannya yang berada di depan, sehingga akupun bisa menangkapnya dengan mudah. Kaki melangkah maju ke depan, dan seluruh bagian badan sudah siap untuk menghajar pria berenergi negatif ini.

Aku melempar beberapa pisau padanya yang diam di tempat. Semua pisau berhasil melukai Fore, pipi dan lengan tergores cukup dalam, bahu dan di bagian kanan bawah perut tertusuk, serta bola matanya nyaris tertusuk, dan selebihnya meleset. Helaan nafas panjang keluar dari lubang hidung, andai aku berhasil menusuk matanya, maka butalah dia. Sebab, mata kirinya terlihat menutup dan mengalirkan banyak darah.

Tidak lama, senyum sinis terukir di wajahnya. "Masih mengelak? Sip, lanjutkan. Tapi biar ku beritahu,  jiwamu itu tidak bisa berbohong. Milikmu memang aneh, sebab yang terlihat hanya sebagian saja, ditambah tidak ada warnanya sama sekali. Silahkan lanjutkan permainan peranmu, aku akan menontonnya sampai habis."

Kedua kaki membuka selebar bahu. Sebuah tombak telah ku genggam sangat erat. "Sama sekali bukan, bisa-bisa Tuan marah mendengar ini tau!"

Jemari memutar pegangan tombak diiringi langkah kaki yang semakin cepat. Ternyata semudah ini, pria yang diam di tempat ketika aku menusuk area jantungnya hingga organ tersebut keluar dari sarang. Darah keluar layaknya air mancur dari lubang di tubuh Fore. Aku mengusap pipi yang terkena cipratan darah, lalu menatap jantung yang menancap di ujung tombak. Jelas terlihat adanya pergerakan, yakni kembang kempis.

Dari arah belakang seseorang hendak memukul kepalaku dengan tongkat besi. Refleks aku sedikit menunduk, membalikkan badan, lalu mundur beberapa langkah dengan jemari kedua tangan yang kembali memutar pegangan tombak. Itu biasa aku lakukan semasa persiapan sebelum menyerang target. Tentu jantung itu sudah kubuang sebelumnya. Akan menjijikan jika benda tersebut ikut berputar dan darahnya terciprat kemana-mana.

"Tuan? Jadi sekarang jadwalnya berperan sebagai budak ya?" Pria itu ternyata bisa mengkloning diri, luar biasa. Sebab hanya sedikit makhluk yang bisa melakukannya. Dia mendekat dengan genggaman tongkat besi yang menyala. Di dalamnya juga seperti ada percikan api. Seketika kobaran api mengelilingiku. Keringatpun mulai bercucuran.

Budak? Ternyata dia juga berpikiran demikian. Itu sama sekali tidak benar, tuan memberiku kehidupan yang sempurna. Ketiga jenis kebutuhan selalu terpenuhi, namun bukan berarti hidup tuan penuh kemewahan. Dalam berpakaian, penampilan tuan sangat sederhana. Tuan selalu menyapa anak-anak yang lewat di depan rumah. Tak jarang tuan menyedekahkan banyak barang bagi makhluk yang hidupnya susah.

Tidak sadarkah bahwa merekalah yang pantas disebut "budak"? Ya, majikannya adalah mereka sendiri. Keinginan dan hasrat negatif mereka membimbing ke jalan yang berkabut tebal.

"Makhluk udik semacam kalian telah menyalahgunakan wewenang Tuan untuk hal kotor. Tidak termaafkan." Aku menangkis banyak bara api yang melesat menggunakan perputaran tombak. Sayangnya aku melakukan kesalahan, pikiran terlalu fokus pada bara api yang seakan tiada habisnya. Kami telah berjumpa--dengan hari ini-- untuk ketiga kalinya. Ujung tanaman rambat menusuk telapak kaki. Mereka datang dari bawah tanah.

Kulit kaki perlahan memperlihatkan urat yang menonjol. Tidak tepat, itu lebih terlihat seperti akar serabut. Ada sesuatu yang bergerak-gerak di dalam tubuh. Rasa perih secara bertahap menunjukkan diri, mulai dari betis, paha, pinggang, perut, hingga dada, sakitnya tidak tertahan. Aku terjatuh duduk, tidak punya tenaga lagi untuk menghalau para bara api. Alhasil kulit yang terlempar bara api terbakar habis. Mati-matian aku menahan rasa sakit.

Suara tertahan, aku sama sekali tidak bisa mengeluarkan suara. Tidak lama kemudian sesuatu keluar dari mulut. Dari mulut, hidung, bahkan telinga seketika mengalir darah. Aku tidak bisa menjaga keseimbangan tubuh akhirnyapun terjatuh.

Apa ... hidupku akan berakhir? Itu tidak boleh terjadi. Soalnya ... aku belum bisa ... membunuh tu--

•••

Penglihatanku kembali, yang semula hanya warna hitam. Hal yang pertama kali terlihat adalah langit-langit berbahan kayu yang sudah lapuk. Asing, kira-kira aku ada dimana? Aku bangkit dari tempat tidur yang membuat badan jadi pegal. Ukuran kamar ini tidaklah besar, hanya bisa ditinggali satu makhluk. Namun bau dari kayu yang telah lapuk itu sangat menyengat. Jika boleh memilih antara kolong jembatan dengan tempat ini, tentu siapapun akan memilih kolong jembatan.

Seorang pria berdiri di ambang pintu, dia menyilang kedua tangan di depan dada. Aku terkejut, tiba-tiba terpasang kubah pelindung, dan aku terkurung di dalamnya. Dilihat dari motifnya, kubah ini tidak mudah untuk dihancurkan.

"Kau siapa? Apa yang kau mau?" Ekspresi pria itu berubah drastis, sebelumnya dia menatapku tajam, kini senyumnya mengembang. "Aku majikanmu, lho? Ada apa denganmu?"

Tuan? Benar, ada apa denganku? Apakah aku telah memakan sesuatu yang aneh, sampai-sampai tidak ingat kalau pria ini adalah tuan? Ya, dia adalah Tuan Lachi. Seseorang yang membangun kehidupanku menjadi lebih baik.

"Iya juga, maafkan saya yang bodoh ini. Padahal Anda telah menciptakan kubah pelindung untuk menghalau para makhluk yang ingin berbuat jahat. Sekali lagi maafkan saya." Aku membungkuk ke arahnya.

Perlahan tuan mendekat dan mengulurkan tangannya mencapai keningku. Mungkin tujuannya untuk memastikan suhu tubuh. Mudah ditebak sekali. Aku menusukkan pisau pada tangannya yang aku tahan. Dengan ini semuanya usai. Pria yang mengakui diri sebagai tuan menghilang, meninggalkan darahnya di ujung pisau. Seperti biasa aku akan membersihkan noda tersebut dengan sapu tangan.

Untukku pribadi, hal aneh itu sangat tidak masuk akal. Saat itu aku benar-benar merasakan rasa sakit yang tidak bisa digambarkan secara detail. Tidak lama kemudian rasa sakitnya hilang begitu saja, seakan mati rasa. Aku juga tidak bisa merasakan energi yang ada di tubuh ini. Alias berakhir sudah perjalananku di jalan berkabut.

Jendela yang terbuka lebar memperlihatkan mentari pagi. Sudah saatnya pergi mencari makhluk lain. Aneh, kaki kananku tidak bisa digerakkan, seperti ada yang menahan. Aku menoleh ke bawah, pergelangan kaki terborgol dengan rantai yang sebagiannya tembus pandang. Segera aku membalikkan badan.

Apa-apaan makhluk jelek nan bau itu? Bentuknya seperti awan hasil imajinasi bocah yang memiliki dua tangan. Awan ini sedikit beda, dia berlumuran cairan hitam pekat berbau busuk. Ada apa lagi ini?

•••

#2c

½NTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang