Ch.10 Party

7.3K 811 12
                                    

Ayla

"Kamu masih belum siap?"

Aku menatap Nan yang balas memandangku dengan tatapan horor. Aku tengah mengeringkan rambut dengan handuk ketika Nan datang ke kamar.

"Siap untuk apa?"

"Pesta malam ini."

Pesta apa?

Aku tidak tahu apa-apa soal pesta itu.

"Satu jam lagi acaranya dimulai, ayahmu sudah menunggu di bawah."

Aku menatap Nan dengan mata membola. Pesta apa ini? Aku tidak pernah mendengar omongan soal pesta sebelumnya.

Hari ini aku habiskan di perpustakaan, itu pun setelah aku bangun kesiangan karena semalam pulang larut. Aku memang melihat ada keramaian di rumah tapi sama sekali tidak menduga akan ada pesta di rumah ini.

Sepertinya aku belum menyesuaikan diri dengan kehidupan ayahku di sini, karena tidak tahu apa-apa soal pesta ini.

Aku terduduk di sofa di kamarku, dengan tangan yang masih sibuk mengeringkan rambut dengan handuk. Tatapanku tertuju pada Nan, seakan-akan meminta pertolongan kepadanya.

Beruntung Nan membaca ekspresi clueless di wajahku. Dia bergerak mendekati lemari pakaianku dan membukanya.

Ah, pakaian pesta. Aku pasti tidak punya pakaian yang layak untuk dipakai ke pesta. Apalagi, aku tidak tahu pesta apa yang dimaksud Nan.

Nan menarik keluar sebuah dress hitam dengan pundak yang terbuat dari bahan lace yang memanjang di sepanjang lenganku. Aku memandang dress itu dengan wajah bodoh, sama sekali tidak tahu sejak kapan di lemariku ada gaun secantik itu?

"Kamu bisa memakai ini." Nan menyorongkan baju itu ke arahku, yang aku terima dengan ekspresi clueless.

Sekarang aku baru ingat. Papa pernah memaksaku untuk membeli baju pesta ketika beliau menemaniku berbelanja perlengkapanku di sini. Papa sempat menyinggung soal pesta, karena Miranda sering menjadi host pesta. Pasti ini pesta yang dimaksud Papa.

Tanpa membuang waktu, aku menuju kamar mandi untuk berganti pakaian. Lama aku menatap bayanganku di cermin. Gaun hitam itu sangat pas di tubuhku, menonjolkan lekuk tubuhku di tempat yang pas. Terbiasa memakai jeans dan kaus, aku seperti memandang orang asing ketika mengenakan gaun itu.

Aku menghela napas. Tidak ada waktu untuk bersikap canggung. Segera aku keluar dari kamar mandi, dan mendapati Nan tengah menata peralatan makeup di meja riasku.

Untuk riasan sederhana saat pergi ke kantor, aku cukup percaya diri dengan kemampuanku. Namun aku sanksi bisa mengoleskan makeup yang pas untuk ke pesta.

Lagipula, pesta apa ini?

"Let me help you." Nan menunjuk kursi di hadapannya.

Dengan pasrah, aku mendudukkan tubuhku di depan Nan. Semoga saja perempuan paruh baya ini bisa menyulap penampilanku menjadi lebih presentable dan cocok datang ke pesta.

"Pesta apa ini?"

"Pesta amal yang diadakan Miranda. Akan ada lelang yang nantinya untuk charity. Saya tidak tahu detailnya, karena ini pesta eksklusif. Orang seperti saya tidak pernah datang ke pesta semacam itu." Nan tertawa pelan.

Aku memandang pantulan bayangan Nan di cermin. Dia begitu cekatan memakaikan makeup di wajahku. Dari usianya yang sudah paruh baya, aku tidak menyangka dia cukup jago dalam merias wajah.

Omong-omong soal pesta, Benjamin pernah menyinggung soal anggota keluarga yang lain. Termasuk Adam Wright, yang sampai saat ini belum pernah bertemu denganku.

Three Little WordsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang