Holla! Ketemu lagi sama maknya Jeslyn. Sebelumnya aku mau mengucapkan selamat Hari Raya Idulfitri 1443 H. Taqabbalallahu minna wa minkum.
Mohon maaf untuk semua kesalahan yang ada, maaf juga buat typo dan keterlambatan update-nya
Happy reading dan jangan lupa masukkan Rendezvous ke library kalian atau follow akun aku biar dapet notifikasi tiap kali update.
◻
◻Perkuliahan baru saja usai lima belas menit lalu. Satu per satu mahasiswa berangsur meninggalkan Glorya Kaufman dance studio. Menyisakan gadis berambut cokelat gelap yang sudah tiga kali menolak ajakan teman-temannya untuk makan siang.
Berdiri di titik diagonal studio tari lantai dua, gadis yang rambutnya digulung ke atas itu masih enggan berhenti. Mengulang setiap gerakan yang ia pelajari satu minggu terakhir.
Sepasang mata amber-nya tak beralih fokus, lekat menatap pantulan diri pada cermin studio tari. Langkah-langkah lebarnya yang beralih dengan lincah, juga gerakan memutar empat kali melahirkan ingatan lama. Tentang wanita berhidung lurus dengan rok tutu putih yang berpadu warna emas.
Saat itu pertengahan musim semi. Usianya masih enam tahun ketika Lincoln Center dibuat terpukau oleh penampilan Sara Larson dalam repertoire La Bayadere. Seluruh mata berbinar bangga. Decakan kagum juga gemuruh tepuk tangan turut menutup pertunjukan kala itu. Sementara ia, berteriak dengan girang, "Balerina hebat itu ibuku!"
Benar. Gadis itu, Jeslyn Anderson—putri bungsu Sara Larson si principal dancer American Ballet Theatre—pernah bermimpi untuk berada di posisi yang sama seperti ibunya. Namun itu dulu. Sebelum ia kehilangan motivasi dan kesulitan meniupkan atma dalam penampilannya.
Meski ia tahu tak seharusnya larut dalam keterpurukan, tetapi Jeslyn tak bisa membohongi dirinya. Sisi gelap yang semesta hadirkan dua tahun lalu menyisakan lubang menganga di hati. Ada rasa sesal, kecewa, dan kekosongan yang hingga detik ini belum mampu ia sembuhkan.
"Apa aku mengganggumu?"
Gerakan Jeslyn terhenti di ujung ruangan, di dekat grand piano berwarna hitam. Napasnya terengah tak beraturan. Matanya yang sempat terpejam kembali terbuka seiring dengan memori lamanya yang terhempas.
Tanpa perlu menoleh, Jeslyn tahu siapa gerangan yang menginterupsi. Suara nyaring yang terdengar anggun itu terlampau familier di telinga.
"Kau tidak makan siang?" seloroh si rambut blonde.
Dengan sisa napas yang terengah, Jeslyn mendudukkan dirinya ke lantai. Punggung yang basah oleh keringat ia sandarkan pada dinding kaca studio tari. Sepasang kakinya terjulur lurus ke depan. Sedangkan di sampingnya, gadis berambut blonde itu turut menyusul—duduk bersila sembari sibuk mengaduk tas ranselnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rendezvous
General Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Setiap pertemuan menyimpan makna. Begitu pun pertemuan Jeslyn si calon balerina dan Shane si musisi jalanan. Berawal dari gesekan biola yang menyayat malam, pertemuan keduanya menghadirkan sisi lain dari diri mereka. Bagi J...