Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Does he watch your favorite movies? Does he hold you when you cry? Does he let you tell him all your favorite parts when you've seen it a million times? Does he sings to all your music while you dance to purple rain? Does he do all these things like I used to?
Sore itu hujan mengguyur kota, selimut ditarik hingga sebatas leher. Dua sejoli merapatkan pelukannya, mengikis dingin yang menusuk tulang. Si gadis meringsek pada pelukan laki-lakinya, mencari tempat ternyaman. Rambut panjangnya diusap lembut oleh tangan kukuh itu, menyalurkan perasaan menenangkan karena petir mulai menyambar. "It's okay, I'm here," bisiknya.
Sore itu, setahun yang lalu.
Hujan kembali mengguyur kota sore ini, namun tak ada lagi tubuh kukuh yang bersedia menjadi pelindungnya. Keadaan berubah, ia merasa dipermainkan dunia. Beberapa hari setelah sore itu, kenyataan menampar Yerin kala mengetahui laki-laki yang selama ini ia beri kepercayaan penuh mempermainkannya.
Bibir yang biasanya menciumnya lembut, mengecup mesra bibir gadis lain di dalam mobil Taehyung. Yerin tahu apa yang akan terjadi selanjutnya saat kemeja biru Taehyung dilepas paksa wanita itu. Yerin tahu semuanya, namun ia diam.
Berhari-hari ia menguatkan hati untuk kembali bertemu Taehyung dan berbicara mengenai perpisahan. Tahu apa yang dikatakan Taehyung selepas Yerin meminta untuk berpisah?
"Ya, silakan saja."
Satu kalimat, tiga kata, Yerin hancur seketika. Seharusnya ia tahu Taehyung tidak benar-benar mencintainya. Lantas untuk apa tiga tahun terakhir ini? Menulis cerita palsu yang malah menyakiti salah satunya?
Kilat mulai menampakkan dirinya. Yerin yang semula duduk di balkon apartemen ditemani segelas cokelat hangat dan selimut tebalnya memutuskan masuk ke kamar, menenangkan dan meyakinkan diri bahwa semua akan baik-baik saja. Selimut ditarik sebatas leher, tubuhnya terlentang. Kini hanya dirinya seorang, tidak ada lagi tubuh kukuh yang melindungi. Yerin menghembuskan napasnya berat. Matanya menatap langit-langit kamar, tak terasa air matanya menetes.
