3. KAKAK JADI-JADIAN

139 16 0
                                    

"Nino panggil Arum di kamarnya gih," kata Diana.

Wajah Nino langsung berubah masam, langsung dilemparnya kembali roti lapis yang hendak ia kunyah ke atas piring yang ada di depannya. "Emang dia siapa sih, ngalah-ngalahin anak sultan," gerutu Nino.

"Hmmmm, Nino!" dehaman dan suara yang berat itu membuat Nino langsung beranjak dari tempat duduknya.

Nino berjalan dengan perasaan kesal. Bahkan dia sudah tidak memiliki nafsu lagi untuk memakan roti lapisnya. Nino menaiki anak tangga dengan dahi yang berkerut. Nino langsung masuk ke kamar Arumi tanpa mengetuk pintunya lagi. Nino merebahkan tubuhnya di atas ranjang Arumi yang sudah rapi.

"Jangan lama-lama woy dandannya, ditunggu nyokap ama bokap di bawah!" perintah Nino yang masih merebahkan tubuhnya di atas ranjang Arumi.

Arumi keluar dari kamar mandi dengan aroma manis yang berasal dari parfumnya. "Iya kak Nino," jawab Arumi, "Itu kasurnya udah diberesin kak, jang-"

Seolah tahu apa yang ingin dikatakan Arumi, Dia malah menghentak-hentakan badannya sehingga yang ada sekarang ranjang Arumi kembali berantakan. Nino bangun dan duduk di tepi ranjang. Tanpa rasa bersalah dia tersenyum manis pada Arumi.

"Sini lo sini," panggil Nino sambil menggerakkan telunjuknya, isyarat supaya Arumi mendekat.

Arumi mengeratkan giginya, jelas dia kesal dan Dia mendekati Nino dengan terpaksa. "Apaaaa?" tanya Arumi malas dan berdiri di hadapan Nino.

"Nunduk sini," perintah Nino dan Arumi langsung menurutinya.

Nino menangkup wajah Arumi, dia memandang wajah adiknya itu lekat-lekat. Ibu jari Nino dengan lembut menyapu bibir Arumi. "Adikku yang tidak kusayang, please jangan keganjenan," kata Nino sambil menyingkirkan wajah Arumi.

Arumi masih diam membatu seakan terhipnotis dengan gerakan lembut dari ibu jari Nino yang menyapu bibirnya.

"Jangan pakek lipstick di sekolah," tegur Nino sambil berjalan meninggalkan Arumi dengan sejuta perasaan aneh di dadanya.

"Itu lipbalm bukan lipstick!" pekikan Arumi yang pertama kali terdengar di rumah itu. Ya karena Arumi sama sekali tidak pernah meninggikan suaranya di rumah itu.

Nino menuruni anak tangga sambil bersiul, seolah rasa kesalnya musnah dan berpindah pada Arumi. Sedangkan Arumi dengan muka kesalnya mengekori Nino sampai ke meja makan.

"Pagi my princess," sapa Tama. Sungguh Tama memperlakukan Arumi seperti putri kandungnya sendiri. Karena memang Tama mengidamkan seorang anak perempuan di rumahnya itu.

"Pagi Papa," sapa Arumi dengan senyum manisnya.

"Hari ini perginya bareng Kak Nino ya nak," kata Diana sambil mengaduk tehnya.

"Tapi Ma-"

"Hah padahal Papa ada niatan mau beliin Nino mobil baru loh Ma buat kado ulang tahunnya Nino bulan depan," sahut Tama. Nino hanya diam lalu melemparkan died glare-nya ke arah Arumi.

"Hmm, Arum naik ojek aja Pa," jawab Arumi yang seakan tahu maksud dari tatapan Nino.

"Lah kok ojek sih sayang, kan sekolahnya sama kaya' Nino, jaga adik kamu Nino," perintah Tama sambil membaca berita dari tablet pintarnya.

Nino hanya berdeham dan menghela nafasnya kasar. Dia bangkit dari kursinya, "gue tunggu di mobil kalo lama gue tinggal," kata Nino sambil meninggalkan meja makan tanpa memberi salam lagi.

Arumi yang dibalut dengan rasa tidak enak pun menyusul Nino, tak lupa dia kecup kedua pipi Diana dan juga Tama.

"Pulangnya juga sama Kak Nino ya," pesan Diana.

QUE SERA SERATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang