Bab 3

4.2K 521 142
                                    

***

Yeri menatap lima orang laki-laki yang berbaris di depannya dengan pandangan menelisik. Ia berjalan mondar-mandir di depan kelimanya sembari memegangi celana yang hampir melorot. Salahkan tuan pelit itu yang memberikan celana ini tanpa sabuk. Jadilah, ia merasa seperti memakai sarung songket sekarang.

Namun bukan itu fokusnya saat ini. Divisi keuangan punya delapan meja. Lima diisi oleh orang-orang ini, satu olehnya, lalu dua lagi, siapa? Penghuni halus kantor ini?

"Tim ini ... cowok semua?" Ia memastikan.

Kelimanya tampak memasang raut santai sampai si pendek tampan menunjuk Herlan dan si manis kembang gula pasar malam dengan cepat.

"Ibu gak liat? Ayang sama kan Nana cewek, Bu!" tudingnya secepat kambing berlari.

"Gue cowok tulen!" Yang di tuduh protes tak terima.

"Ngajak gelud nih si boncel!" kata pemuda bernama Ayang yang jelas tak sadar diri.

Yeri hanya bisa pasrah saat tahu punya tim seperti ini. Bagaimana pun, biasanya para perempuan yang mengisi bagian keuangan di office. Tapi ini? Semuanya laki-laki, bagaimana Yeri bisa santai jika mereka semua tampan?

"Aku di sini bukan mau liat kalian berantem!" lerainya, "langsung aja perkenalan!"

Yeri kemudian duduk di kursinya. Mulai merasa celana yang ia kenakan dalam bahaya.

Herlan maju lebih dulu. Padahal, Yeri sangat penasaran dengan nama si pendek tampan yang membuatnya hampir gagal fokus.

"Nama gue Herlan Dirga Anggara. Sesuai nama, gue biasanya ngurus soal anggaran keuangan."

Dan Yeri tak peduli. Matanya menatap orang di sebelah Herlan dengan penuh binar. Namun Yeri bukan perempuan sakit mata yang kedip-kedip manja agar sang lawan jenis paham sinyal ketertarikan darinya. Cukup tatap tanpa berkedip. Maka wajahnya akan selalu terngiang dalam bayangan.

Pria itu tersenyum dan Yeri hampir melebur. "Gue Renja Nalesha. Kalau soal rencana keuangan, serahin ke gue!"

Terus, kamu kapan mau bikin rencana keuangan nikahan kita?

Sabar Yeri, baru saling kenal belum tentu saling sayang. Kalau yang di sayang sudah punya yang tersayang maka sayang sekali rasa sayangmu itu. Dan sesayang-sayangnya kalimat rumit penuh rasa sayang ini tak ada kasih sayang sehangat sayang dari ibu. Sekian.

"Halo, Renja!"

Yeri hendak mengulurkan tangannya sebelum Reno berdiri di antara ia dan Renja. Lelaki itu tersenyum, meraih tangan Yeri untuk ia jabat.

"Kita udah ketemu tadi. Tapi nama gue, Reno Revaldo," katanya semangat, "kalau soal uang cash, minta aja ke gue!"

"Halo Manager yang paling cantik, nama aku, Nanda Jamaludin. Jangan panggil Nanda ataupun Udin. Cukup Nana aja! Tugas gue sama kayak Renja!"

Meskipun terdengar rumit nan ribet, namun Yeri tetap kukuh akan memanggilnya si manis kembang gula pasar malam. Habisnya rambut merah mudanya yang berkembang itu membuatnya greget ingin mencomot dan meremasnya hingga kempes.

"Udin aja, gak apa-apa kok, Bu! Biar keliatan laki!"

"Jamal aja Jamal! Kek sopir angkot!"

"Kalau sopir angkotnya yang kayak gue gini pasti dapet penumpang terus!" kata Nana dengan pose super percaya dirinya.

"Percuma kalau lo jadiin Herlan keneknya!"

Otomatis mata Herlan melotot ke arah Renja yang tetap memasang tampang tanpa dosanya. Sebenarnya, Yeri cukup penasaran. Apa Renja punya dendam pada Herlan, makannya dia terus menistakan anak itu?

Oh! My OfficeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang