^

1.9K 227 3
                                    

.

"Chenle!"

"Sudah berapa kali kamu terlambat huh?!!"
"Kali ini kamu harus diberi hukuman!!
Ini perintah dari orang tuamu!"
"Sebentar lagi akan hujan.
Silahkan pergi kelapangan..
Terserah kamu ingin ngapain!
Yang jelas kamu tidak boleh meninggalkan lapangan!
sampai jam 6 sore.."
"Dan wajib untukmu pulang dengan jalan kaki."
"Saya sudah mendapatkan ijin dari kedua orang tuamu."

Omel si wali kelas panjang-lebar dengan nada naik-turun kepada Chenle yang masih datar-datar saja.

Langsung saja Chenle pergi kelapangan 'mana gw peduli!' Pikirnya.

Chenle pov.

Tch!

Matahari seterik ini?

Akan hujan?

Chenle pov end.

Chenle memasang earphone-nya. Taulah fungsinya untuk apa.

Ia menyender pada salah satu bangku di sisi lapangan yang terbuka itu, mengabaikan terik matahari yang menyengat kulit putih tanpa lecet-nya.

.

'Grugg!'

Chenle membuka matanya, Mendung! Chenle memeriksa jam tangannya.
Ini sudah menunjukkan jam setengah 4! Guntur membangunkannya.

Ternyata benar kata wali kelas itu,  Hujan.

Chenle merasakan tubuhnya diselimuti dengan jaket. Siapa ?

Chenle menoleh kesekitar lalu mendapati Hele yang tertidur dibawah pohon rimbun yang hanya ada satu, di pinggir lapangan.

Chenle terkekeh, manis..

Chenle memasukan earphone dan HP-nya kedalam tas anti air miliknya, lalu berjalan membawa jaket Hele menghampiri sang pemilik yang masih terlelap

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Chenle memasukan earphone dan HP-nya kedalam tas anti air miliknya, lalu berjalan membawa jaket Hele menghampiri sang pemilik yang masih terlelap.

"Hey bangun." Ucap Chenle kepada Hele dengan lembut, kayaknya terlalu lembut sampai tidak kedengaran.

'Yang penting ngembaliin.'
Chenle meletakan jaket milik Hele pada bagian tubuh atas Hele.

Hele terbangun.
Keduanya terkejut.

"Eh Chenle kau sudah bangun?! e... tentu kau sudah bangun. Jam berapa ini.. jm 3!? 2 jam setengah lagi. A a ayo!"  Baru juga bangun sudah kena serangan gagap, kasian lu Hel.

Chenle menatap Hele heran. 'ayo? Ayo kemana? ngapain?'  Pikir Chenle menahan senyum.  "Ee..?" Sahut Chenle untuk memperjelas kebingungannya.

"Oh iya mau ngapain?" Hele terlihat kikuk dengan tingkahnya sendiri.

"Sudah mulai hujan. Sebaiknya kau pulang, aku diawasi."

"Aku tidak bisa meninggalkanmu sendiri.."  Hele melengkungkan sudut bibirnya kebawah.

"Kenapa?"

"Ya cuma ga bisa.. " kemudian ke atas.  Senam wajah.

"Yasudah." Nampaknya Chenle juga fine.

Chenle duduk menyandar pada batang akar pohon tersebut. Mengapa ia tidak tidur disini saja tadi? Kan Hele tidak perlu takut akan kulit Chenle yang bisa saja gosong.

"Hem.. Chenlee kenapa kamu tadi terlambat?"

"...."

"Heumm!?" Hele ngotot meminta jawaban.

"Aku terlambat bangun."

"Kenapa?" Gercep Hele.

"Kenapa Kau bertanya?" Chenle menatap Hele, balik bertanya.

"Karena aku...
bertanya.
Ya.. karena aku ingin tahu."
Hele nyengir tapi tetep cantik kok.

"...."

Sepertinya Chenle tidak ingin menjawab. Mengingat mereka baru-baru kenal.

.



'Suara hujan...

"Air hujannya tembus. Chenle pakai jaketku saja." Hele melepas jaket parasutnya untuk Chenle.

"Kau pakai saja,

jangan sampai kau sakit..

*Chenle memakaikanya kembali ditubuh Hele. Hele berdetak, bersemu, bergetar. 'Pantes chilies waktu itu pada bucheen.' *

Nanti aku malah dihukum tante lagi..." sambung Chenle.

Luntur sudah.. : (

.

Hele melirik Bola basket disana. Benda yang lihai dimainkan Chenle hangulnya. Mungkin Chenle yang ini juga bisakan?

Ia berlari mengambil bola itu.

"Hey kau mau kemana?" Chenle berjalan mengikuti Hele di tengah gemercik hujan yang menerpa tubuh mereka.

"Basket?" Hele memperlihatkan kepada Chenle bola yang ia ambil, kemudian tersenyum dengan penuh harap.

"Aku..?"

Hele mengangguk-ngangguk antusias. Ia merindukan Chenle seorang pemain basket.

"Tentu."
Chenle menerimanya dengan senang hati. Lalu mengambil bolanya untuk dimainkannya, selihai Chenle.

'Bagaimanapun,, Chenle tetaplah Chenle. Ini mungkin pilahan salah satu jalan yang seharusnya ia lalui, dan keajaiban membawaku kemari.'

Hele berteriak rindu kebucinan menyemangati Chenle. Tapi gak lebay juga. Hanya sekedar meneriaki. Toh Chenle juga merindukan benda karet itu..

.

.

.

.

,

Battery Of Love | Zhong ChenleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang