Chapter 4 : Listen Before I Go

599 81 25
                                    

Dusk Till Dawn Chapter 4 : Listen Before I Go

•••

.

.

.

“Tell me love is endless, don't be so pretentious
Leave me like you do”

.

.

.

Di luar masih hujan. Hujan yang deras. Lebih deras dari sebelumnya. Langit gelap.

Choi Soobin membopong Huening Kai yang akhirnya kehilangan kesadaran di dekapannya dalam senja yang dirintiki hujan.

Darahnya memang belum berhenti mengalir hingga leher Soobin sepenuhnya terlumur darah segar yang akhirnya jatuh meluruh pada kemeja putih dan jas hitamnya yang basah. Basah oleh air mata dan darah, keduanya.

Ia kemudian membawa sang lelaki pulang menuju apartemennya, mengganti pakaiannya yang basah dengan pakaian kering yang hangat, juga memeluk lelaki itu dalam sebuah kehangatan ketika merasakan sang lelaki Huening menggigil dalam ketidaksadarannya. Ironi.

Dilihatnya wajah itu, wajah yang menyiratkan kepedihan terdalam atas segala cobaan yang telah ia lalui. Wajah yang penuh akan luka itu seakan punya luka-luka lain yang tak bisa disembuhkan bagaimana pun caranya. Dan Choi Soobin tak tahu cara menyembuhkannya, yang ia tahu hanya bagaimana cara membuat luka itu semakin pedih dan menganga lebar.

Luka yang membuat sang lelaki yang terlelap itu trauma.

Choi Soobin mendekap Huening Kai semakin erat. Erat sekali hingga akhirnya Huening Kai membuka matanya yang sayu itu. Ditatapnya sang lelaki bersurai sepekat jelaga itu lamat-lamat, dan ia menemukan sebekas luka yang memudar di bawah rahangnya.

"Soobin?" Soobin terhenyak ketika Kai memanggil. Netranya lantas membalas tatapan Kai yang terlihat begitu ruyup. Kuriositas mulai mengalihkan perhatiannya. Ia tatap Kai dalam dan semakin dalam.

"Ya?"

Tak ada angin atau pun badai, tiba-tiba netra ametis yang Soobin tatap lamat-lamat itu menitikan air mata. Bahkan tanpa komando, air mata itu mulai berderai ramai-ramai, sekan meneriakkan pada dunia betapa menyedihkannya Huening Kai saat ini. "Jangan pergi, Soobin. Kumohon jangan pergi. Kau nyata, kan, Soobin?"

Kala itu Huening Kai nampak begitu pucat, seperti kertas yang putih. Tetapi di sisi lain, Choi Soobin adalah sebuah abu-abu yang kelabu.

Suara hela napas memenuhi seluruh penjuru kamar itu. Sekarang atau tidak sama sekali, Choi Soobin harus mengakui segala kebenaran dan kebohongan ini. Mengakui segala kebusukan yang bahkan ia sendiri lelah untuk menahannya. Kebusukan yang telah mengendap dan berkerak. Kebusukan yang tak mau entas dari dirinya.

Choi Soobin telah mati karena itu.

"Maaf, Kai. Tapi aku tak nyata. Aku hanyalah bagian dari delusimu yang terbentuk dari trauma-trauma tak berkesudahanmu. Kematian orang tuamu, masalah keluargamu, dan depresimu-- aku lahir dari itu semua," lirihnya, matanya masih tak beralih dari netra yang kian berderai ketika ia menjabarkan jawaban mengejutkan tersebut.

Senja telah jatuh jauh di belakang, meninggalkan malam yang membekaskan taram-temaram dan trauma.

Kai sudah tak memiliki asa sejak Choi Soobin mengucap maaf. Ia sudah tahu jawaban akhirnya ketika menatap wajah Soobin yang sangat sendu, mungkin menyesal, entah. Ia merasa tak mampu menerima kenyataannya. Choi Soobin hanyalah ilusinya? Omong kosong!

Dusk Till Dawn [✔] SookaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang